34. Parc Fermé.

159 25 32
                                    

Cih. Ngobrol apanya.

Ara menarik-narik selang airnya yang kusut dengan sedikit emosi. Gadis itu sedang melakukan ritual sore harinya yaitu menyiram tanaman... yang dilakukannya sambil mencak-mencak sendirian. Sudah dua hari sejak kepulangan Aru ke rumah dan segalanya kembali berjalan dengan normal.

Hampir.

Ara berjalan ke sisi halaman yang lain sambil terus menarik selang air. Ekspresinya kecut, mengingat percakapan dengan Sungjae yang 'katanya' mau ngajak 'ngobrol', tapi mana? Sungjae malah menghilang, bahkan sekedar batang hidungnya pun tidak terlihat.

"Dasar ngeselin. Mana gue udah terlanjur deg-degan banget dari kemaren," gumam Ara. "Lagian dia kemana sih??"

Ara akhirnya membanting selang air di tangannya dengan jengkel. Ia berjongkok di dekat pot tanaman cabe sambil merengut. Sejujurnya, Ara bingung. Antara lega, tapi juga penasaran, tapi juga takut kalo harus berhadapan dengan Sungjae lagi. Yang paling parah, Ara benar-benar belum siap kalo seandainya Sungjae kembali nembak dia.

Maksudnya, dia harus jawab apa?

"Ya jawab sesuai yang lo rasain aja sih, Ra," ujarnya pada diri sendiri. Ara mendesah.

Tapi masalahnya dia nggak tau dia ngerasain apa??? Ara yakin, Sungjae sudah jadi orang yang sangat berarti buat dia. Buktinya, tidak melihat atau berbicara dengan cowok itu lebih dari sehari aja sudah bikin Ara kangen dan uring-uringan sendiri.

Tapi... jadi pacar Sungjae? Ara belum yakin.

Sungjae itu ganteng, perhatian, baik, dan yang terpenting... dia memang keliatan sayang sama Ara. Sungjae memang dulu ngeselin, tapi sejak dia nyatain ke Ara, Ara bener-bener cuma lihat Sungjae yang baik-baiknya aja.

Nggak ada lagi Sungjae yang rese dan galak, adanya cuma Sungjae yang khawatir kalo Ara kenapa-kenapa. Nggak ada lagi Sungjae yang dingin, adanya cuma Sungjae yang selalu sigap di samping Ara, menjaga gadis itu dan memastikan Ara baik-baik aja—meski hanya dengan tatapan.

"Ya jadi lo masih mikir apa lagi sih, Raaaa?" Gadis itu kembali bermonolog, tangannya mencabuti daun-daun cabe dengan gemas. Ara menghela napas. Perihal Sungjae ini benar-benar bikin kepala dia pening.

Ara berdiri dan berbalik untuk mengambil selang air yang tadi ia lempar begitu saja, tapi matanya tiba-tiba membulat kaget melihat Sungjae sedang berdiri di halaman rumah sebelah, mengunci pagar. Pemuda itu sepertinya tidak menyadari sama sekali keberadaan Ara. Baru ketika ia berbalik, Sungjae sedikit tersentak kaget melihat Ara yang berdiri memegang selang, sedang menatapnya intens.

"Hai, Ra," sapa Sungjae, nadanya kaku. "Lagi nyiram?"

Ara mendengus refleks. Ngapain nanya yang udah jelas sih. Kok jadi kesel ya gue.

"Iya," jawab Ara seadanya. "Lo abis dari mana?"

"Dari... luar?" jawab Sungjae malah terdengar seperti bertanya. Ara mengernyit. Sungjae diam sebentar sebelum menambahkan. "Ada urusan."

"Urusan apa?" Ara tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Sungjae mengangkat alis, terlihat cukup kaget dengan pertanyaan Ara yang blak-blakan.

"Eng..."

"Uh, nggak usah dijawab deh," kata Ara buru-buru. Gadis itu meringis. "Nggak perlu tau juga kok gue."

Sungjae menggaruk tengkuknya sambil tersenyum canggung. "Oke. Gue masuk dulu, ya."

Ara mengangguk, memaksakan senyum canggung yang sama di bibirnya. Sungjae melambai sekilas dan berjalan tergesa masuk ke dalam.

Sepeninggal Sungjae, senyum Ara memudar. Gadis itu menggigit bibir, tidak menyukai perasaan aneh yang hinggap di dadanya.

120 KM/JAM [Yook Sungjae Special] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang