10. Hole-Shot.

214 35 21
                                    

Sore itu Ara sedang berada di halaman rumahnya, mencoba menyalakan mesin motornya yang tiba-tiba ngadat. Sudah setengah jam Ara berusaha mengengkol dengan kakinya, namun motor itu belum mau menyala.

"Ih, lo kan udah gue masukin bengkel, Tong. Kok masih ngambek sih?!" ujar Ara berdialog dengan motornya yang ia beri nama Otong itu.

"Udah gila lo ngomong sendiri?"

Sebuah suara berat membuat Ara menoleh dan langsung menyipitkan mata kesal. Sungjae berdiri di halaman rumah sebelah, menghadap Ara dari balik pagar pembatas. Pagar itu tidak terlalu tinggi, hanya sebatas leher Ara, sehingga gadis itu bisa melihat wajah Sungjae dengan jelas.

Tiba-tiba saja Ara teringat kejadian tempo lalu, ketika ia lari meninggalkan Sungjae setelah mengikat tali sepatunya. Wajah Ara langsung memanas. Gue kenapa bego banget sih, rutuk Ara dalam hati sambil menjitak kepalanya pelan.

"Aneh banget sih lo. Tadi ngomong sendiri, sekarang ngetok-ngetok kepala. Nyari otak?" komentar Sungjae lagi, kali ini menyandarkan satu bahunya di pagar pembatas. Ara melotot. Ara yakin, kemaren Sungjae juga pasti malu sama kejadian tali sepatu itu. Tapi lihat, sekarang ngeselinnya udah balik lagi, bahkan lebih parah dari yang udah-udah.

"Diem lo, nggak usah gangguin gue," geramnya. Berusaha tidak mempedulikan pemuda itu, Ara kembali mengengkol motornya. Sekali, dua kali, tiga kali... tetap nihil. Otong masih belum mau menyala.

"Motor lo kenapa?" tanya Sungjae yang masih setia 'menempel' di pagar. Ara mendengus.

"Bukan urusan lo."

"Ck, galak banget lo jadi cewek," komentar Sungjae lagi. "Emang lo udah bisa naik motor lagi abis kecelakaan kemaren?"

Ara memutar kedua bola matanya, tiba-tiba merasa dua kali lipat lebih lelah dari sebelumnya. Seandainya Ara tau kalo ternyata Sungjae lebih rese dan berisik dari yang terlihat, Ara nggak akan mau menerima ajakan gencatan senjata dari pemuda itu.

Bener kan, mendingan musuhan aja sama manusia satu ini.

"Nggak ada kerjaan lain ya, selain gangguin gue?" tukas Ara. "Pergi sana!"

"Emang belom dapet kerjaan sih gue, masih nyari-nyari," kata Sungjae nggak nyambung, semakin menyulut emosi Ara.

"Bacot, siapa yang nanya."

"Udah galak, kasar lagi. Gue tebak lo pasti jomblo," ujar Sungjae dengan nada datar yang akhirnya membuat Ara meledak.

"APA SIH? Lo betah banget kayaknya dari tadi, suka ya sama gue??" tembak Ara langsung.

Sungjae tidak menjawab pertanyaan Ara dan cuma menggelengkan kepalanya berkali-kali sambil berdecak menyebalkan. Ara memejamkan matanya dan menghela napas dalam-dalam. Seharusnya dari awal dia nggak usah ngeladenin si cungkring satu ini. Kalo udah gini kan bawaannya pengen nyakar.

Ia akhirnya memutuskan untuk kembali mendorong masuk Otong ke garasi. Percuma kayaknya, Ara juga udah capek. Rencananya untuk ke toko buku sore itu mungkin harus ditunda besok-besok.

BUK.

Suara keras dari samping kanannya membuat Ara menoleh kaget. Sungjae sudah berada di halaman rumahnya, melompat dari balik pagar pembatas.

"HEH!!!" seru Ara sambil melotot. Sementara Sungjae cuma berjalan santai menghampiri Ara dan motornya. Ara refleks melompat mundur, melepaskan stang motor di tangannya yang dengan sigap ditangkap Sungjae.

"Kenapa dilepas sih motornya??" bentak Sungjae yang sama kagetnya dengan Ara.

"Lo mau ngapain?!" teriak Ara keras, tubuhnya menempel di tembok rumah. Ia menatap horror ke arah Sungjae yang cuma mendengus dan menggelengkan kepalanya.

"Nggak usah berlebihan. Gue cuma mau bantuin lo," ujarnya. Sungjae lalu mencoba menyalakan motor Ara, tapi sama saja. Ia memperhatikan motor itu sebentar, dan sejurus kemudian nyengir.

"Bego banget," gumamnya yang didengar Ara. Gadis itu langsung berderap mendatangi Sungjae, berdiri di sampingnya dengan ekspresi jengkel.

"Apa, siapa yang bego??"

Sungjae mendengus malas. "Elo. Pantesan motor lo nggak bisa nyala, bensinnya aja abis."

Ara mengernyit, lalu menunduk untuk memeriksanya sendiri. Benar saja, indikator bensinnya berkedip-kedip menandakan bensinnya sudah habis. Ara bisa merasakan wajahnya memerah karena malu.

"Lo mau kemana emangnya sore-sore gini?" tanya Sungjae lagi. Pemuda itu bisa melihat wajah Ara yang memerah, tapi ia hanya mengulum bibirnya menahan cengiran dan tidak berkomentar.

"Ngapain tanya-tanya?!" salak Ara, nada suaranya meninggi karena masih menahan malu. Sungjae mendesah.

"Masih aja galak sama gue sih, Ra. Bisa nggak, ngomongnya nggak pake teriak?" ujarnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada motor Ara, mengerling gadis yang berdiri dekat di sampingnya itu. "Kalo penting banget, bareng gue aja."

Ara menyipitkan matanya, curiga. "Lo beneran suka sama gue ya?"

Sungjae mengangkat kedua alisnya dan menggeleng tidak percaya. "Ya udah kalo nggak mau."

Sungjae berdiri dan berjalan menuju pagar pembatas. Ara menggigit bibirnya, melihat Sungjae yang kembali memanjat pagar itu. Ara baru menyadari, motor Sungjae juga ada di halaman rumah. Sepertinya pemuda itu memang mau pergi.

Apa nebeng dia aja ya.. ah, tapi ogah banget! Malu juga gue. Ck, tapi gimana nih, batin Ara bergelut sendiri. Tanpa melihat ke arah Ara lagi, Sungjae membuka pagar rumahnya dan mendorong motornya keluar rumah.

"HEH!"

Sungjae menengok, mendapati Ara sudah berada di luar rumahnya, sedang mengunci pagar. Gadis bertubuh mungil itu menoleh ke arah Sungjae.

"Nebeng," ujar Ara singkat. Sungjae mengangkat satu alisnya. "Sampe halte aja, nanti gue naik bis dari sana."

Sungjae hanya mengedikkan bahu dan berjalan ke arah motornya. Ara masih ragu-ragu sejenak di samping motor Sungjae.

"Naik," perintah Sungjae. Ara menghela napas, menguatkan dirinya. Saking seringnya mendengar Sungjae memerintah dengan satu kata seperti itu, ia jadi terbiasa.

Bodo amat yang penting sampe toko buku. Tahan dulu malunya, Ra.

Tangan Ara memegang pundak Sungjae, dan melompat naik ke boncengan motornya. Sungjae lagi-lagi mengulum bibirnya, menahan cengiran itu muncul. Ia menoleh sedikit ke belakang.

"By the way, nama gue Sungjae, bukan heh."


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*Hole-Shot: Pembalap yang memimpin balapan sejak tikungan pertama.

a/n
Ara jangan galak-galak nanti berubah jadi cinta lho

120 KM/JAM [Yook Sungjae Special] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang