"YES, YES AYO SALIP BURUAN!"
"EH NGGAK BISA DONG, ITU APAAN??"
"HAAAAH ANJIR BEGO BANGET KEJAUHAN BELOKNYA!"
Suasana Minggu sore di rumah itu dipenuhi teriakan-teriakan khas Ara yang sedang menonton... tentu saja, apalagi kalau bukan MotoGP, siaran balap favoritnya itu.
Ara sudah duduk di ujung sofa depan televisi, nyaris berjongkok—kalau saja tidak ada tangan yang menarik kerah bajunya untuk duduk dengan posisi lebih nyaman.
"Duduk yang bener, nanti jatoh."
Ara melempar tatapan terganggu ke sampingnya, tapi tidak lama kembali memusatkan perhatian pada puluhan motor yang melesat cepat di hadapannya.
"Yak, pertahankan... Oke, oke, YAK MASUK! AYO MASUK! MA—HAHHH ASLI GOBLOK BANGET SIH LO NGAPAIN ANJ—"
"Ara."
Bibirnya langsung terkatup rapat mendengar nada suara berbahaya itu. Ara menengok dan meringis, menatap Sungjae yang duduk di sampingnya sedang melempar tatapan tajam. Sungjae meletakkan buku yang sedang dibacanya dan menghadap Ara.
"Udah berapa kali gue bilang, jangan sering ngumpat kayak gitu," ujar Sungjae membuat Ara mengerucutkan bibir, tidak suka diatur-atur.
"Ya namanya juga refleks, kan mana bisa ditahan..." ujar Ara ngeles, tapi suaranya memelan ketika melihat Sungjae memajukan tubuhnya mendekat. Ara otomatis mundur menjauh. Tapi Sungjae malah semakin maju, bahkan menggeser posisi duduknya. Sampai akhirnya punggung Ara menempel di dinding, membuat gadis itu tidak bisa bergerak menjauh lagi.
"Ma-mau ngapain?" cicit Ara. Sungjae memunculkan senyum separonya. Ara menyipitkan mata melihat wajah Sungjae berada sedekat ini dengannya. Tapi dalam waktu sepersekian detik, pikiran Ara sempat-sempatnya berkelana.
Sungjae kenapa wangi banget sih, bikin susah konsentrasi aja, batinnya sambil memperhatikan pemuda itu. Sungjae cuma mengenakan kaus hitam polos, dengan celana basket abu-abu bergaris favoritnya. Wajah pemuda itu tidak banyak berubah dalam dua tahun ini, hanya saja sekarang ada kacamata tipis bertengger di hidungnya... membuat Sungjae justru semakin terlihat tampan di mata Ara.
"Ra," panggil Sungjae pelan, membuyarkan lamunan Ara. "Ngelamunin kegantengan gue lagi?"
Ara mengerjapkan matanya, lalu memalingkan wajah. "Apaan, enggak! Ganteng, ganteng... cih, apanya."
Sungjae mengangkat kedua alisnya. "Oh, jadi gue nggak ganteng?"
"Nggak, ya. Lo mah apa... sama mang Dadang juga masih gantengan dia," ujar Ara asal, membuat Sungjae diam-diam menahan tawanya. Ya kali Sungjae dibandingin sama mang Dadang si tukang bubur kompleks, ini mah Ara-nya aja lagi blunder.
"Oh gitu?" ucap Sungjae santai, menikmati perubahan ekspresi Ara di depannya. Gadisnya ini emang bener-bener cuma keliatan sangar di luar aja. Nyesel juga Sungjae dulu-dulu sempet ngalah terus sama kegalakan Ara.
Gimana ya, orang aslinya gemes banget gini.
"I-iya gitu... Mau apa sih deket-deket?? Geseran sana, gue masih mau nonton balapan tau," desis Ara berusaha mendorong Sungjae jauh-jauh. Tapi Sungjae menangkap tangan Ara dan malah menariknya mendekat. Ara terkesiap.
"Jae jangan macem-macem lo ya," Ara memperingatkan dengan suara lirih. Sungjae manggut-manggut, masih berusaha menyembunyikan senyum jailnya. Pemuda itu meletakkan satu tangannya di tembok, tepat di sebelah bahu Ara, membuat gadis itu sempurna terkurung disana.
"Hm. Nggak macem-macem kok," ujar Sungjae, suaranya hanya berupa bisikan rendah. "Cuma satu macem aja."
Ara cepat-cepat memundurkan kepalanya sebisa mungkin ketika melihat Sungjae mulai mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
120 KM/JAM [Yook Sungjae Special] ✔
Fanfiction[Birthday Project: Yook Sungjae] Ketika Ara, gadis galak yang hobi kebut-kebutan itu bertemu Sungjae, pemuda dengan kepribadian dingin-tapi-hangat yang mampu 'menenangkan' Ara. Sebaliknya, kehadiran Ara dalam hidup Sungjae membuat pemuda cuek yang t...