27. Swingarm.

156 22 10
                                    

Sungjae keluar rumah, berniat untuk pergi sebentar ke minimarket. Tapi matanya menangkap sosok Ara yang sedang duduk di teras rumahnya, tampak serius menghadap laptop. Senyum Sungjae tersungging lebar.

"Ra!" serunya langsung membuka pintu pagar rumah Ara—saking sudah terbiasanya nyelonong masuk begitu saja. Ara mendongak dan nyengir melihat kedatangan Sungjae.

"Hei," sapa Ara ketika Sungjae sudah duduk di sampingnya. Ara mengulum bibirnya, berusaha menghapus senyum yang rasa-rasanya semakin lebar saja tiap dia bertemu Sungjae. Pemuda itu memajukan tubuhnya, menatap laptop Ara terlihat ingin tahu.

"Bikin tugas apa, Ra?" tanyanya. Ara tidak langsung menjawab, malah memperhatikan wajah Sungjae yang dekat di hadapannya. Ekspresi Sungjae saat sedang serius membaca isi tugas Ara membuat pemuda itu berkali-kali lipat lebih tampan. Entah sudah berapa kali Ara membatin ini, tapi Sungjae itu gantengnya memang beneran nggak main-main. Apalagi dengan style casual begini; kaus hitam polos dan celana basket favoritnya.

Sungjae menengok karena tidak juga mendapat jawaban, dan menemukan Ara yang sedang melamun menatapnya.

"Ra?" panggil Sungjae sambil melambaikan tangannya. Ara langsung mengerjapkan mata kaget. Sungjae nyengir menggodanya.

"Gue tau gue ganteng, tapi nggak usah diliatin segitunya juga. Kurang puas ya tiap hari liat gue?"

Ara mendorong bahu Sungjae, alisnya mengerut jutek. "Siapa juga yang ngeliatin!"

Sungjae terkekeh mendengar Ara yang marah-marah. Pemuda itu menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi, memperhatikan Ara yang sudah melanjutkan kegiatannya mengerjakan tugas. Tangan Sungjae terangkat meraih rambut Ara dan memain-mainkannya di jarinya. Ara bisa merasakan sentuhan itu, tapi ia hanya diam dan membiarkan Sungjae. Lagi-lagi jantungnya berulah.

"L-lo ngapain ke sini?" tanya Ara lirih.

"Hmm... harus ada alesan ya kalo mau ketemu lo? Kangen doang gitu nggak boleh?" ujar Sungjae, membuat Ara menoleh sedikit sambil mengangkat kedua alisnya. Sungjae tersenyum meski dalam hati keki sendiri. Yah, nggak mempan nih gombalan.

"Gue dapet panggilan interview kerja, Ra," jawab Sungjae akhirnya. Ara langsung memutar tubuhnya menghadap Sungjae, ekspresinya antusias.

"Serius?!"

Sungjae mengangguk. "Iya, besok. Temenin gue mau ya?"

Ara diam sejenak, wajahnya mengernyit pura-pura mempertimbangkan ajakan Sungjae. Sementara pemuda itu mulai menarik-narik lengan baju Ara.

"Ya, Ra, yaaa..."

Ara tersenyum. "Iya, iyaaa. Pasti gue temenin kok. Selamat, by the way!"

Sungjae tertawa melihat Ara yang bersemangat. Ara ikut menyandarkan tubuhnya, masih tersenyum lebar mendengar berita baik itu.

"Ngomong-ngomong, besok jam berap—"

Pertanyaan Ara terputus ketika ia bisa merasakan kepala Sungjae rebah di bahunya. Ara mendadak beku, tidak mampu bergerak.

"Pinjem bahu bentar, Ra. Anginnya enak banget ini bikin ngantuk," kata Sungjae sambil memejamkan matanya. Ara menggigit bibirnya, sedikit panik.

Kalau Sungjae bisa ngerasain detak jantungnya sekarang, gimana?

Ara berusaha bernapas pelan-pelan, menetralkan debaran di dadanya. Ia melirik sedikit ke sebelah kirinya, matanya tertumbuk pada rambut hitam Sungjae yang halus, hidung mancungnya, dan bibirnya yang tebal...

Ara buru-buru mengalihkan pandangan dan memejamkan matanya rapat-rapat, berusaha mengenyahkan pikiran aneh-aneh di otaknya.

"Jae?" panggil Ara, suaranya hanya berupa bisikan. Sungjae tidak merespon. Ara melirik pemuda itu lagi, mendengar deru napasnya yang teratur. Sungjae sudah tertidur, tampak lelap seperti bayi. Mau tidak mau Ara tersenyum, akhirnya membiarkan pemuda itu beristirahat di bahunya.

120 KM/JAM [Yook Sungjae Special] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang