Sungjae menggaruk kakinya yang semakin gatal, mengerjapkan matanya beberapa kali, dan berusaha menyadarkan dirinya. Dua orang yang sebelumnya melesat melewati Sungjae itu sudah kembali sejak tadi, dan Sungjae sudah menyaksikan sekitar tiga kali balapan lain setelahnya.
Meski begitu, mata Sungjae tidak lepas dari sosok Ara. Gadis itu masih tetap setia berdiri di dekat pohon besar—yang sekarang Sungjae asumsikan sebagai basecamp mereka—tertawa-tawa dan mengobrol dengan beberapa pemuda lain.
"Brengsek," desisnya mulai naik darah ketika seorang pemuda datang dan merangkul Ara dengan santainya. Sungjae melihat ekspresi Ara yang agak terkejut, tapi gadis itu cepat merubahnya menjadi tawa.
"Ini nggak mungkin Ara ikut balapan kan, cuma nonton aja kan.." gumamnya, mulai was-was. Satu hal lain yang mengganggunya adalah Ara terlihat akrab sekali dengan pemuda yang—masih saja—merangkulnya itu. Sungjae gatal ingin mendengar apa yang mereka katakan, dan akhirnya ia meninggalkan motornya, berjalan mengendap-endap semakin dekat.
"...udah lama juga ya!" Sungjae akhirnya bisa mendengar suara Ara. Pemuda yang merangkul Ara itu tertawa bersamanya, mengacak-acak rambut Ara. Tubuhnya tidak terlalu besar, tapi yang jelas pemuda itu tinggi tegap dengan bahu lebar yang mengintimidasi. Rambutnya dipotong cepak, di telinganya terpasang anting-anting berbentuk paku.
Sungjae meringis. Dia nggak akan menang kalo harus berhadapan dengan pemuda itu.
"It's good to be here, right Ra?" Si cepak beranting paku itu bersuara. Ara mengangguk semangat, nyengir lebar.
"Turun dong lo ntar?" tanya sosok lain di samping Ara. Gadis itu mengacungkan jempolnya.
"Iyalah! Gue kesini kan karena mau ngilangin stress," katanya. Si cepak beranting paku menarik pipi Ara.
"Yaelaaah, masih kecil aja lo udah stress. Hidup mah dibikin santai aja, ya nggak? Enjoy life, dude!"
Dad, dud, dad, dud, batin Sungjae jengkel. Ia sadar dirinya sudah terjebak disana, jadi pilihannya cuma dua. Keluar dan menarik Ara pulang, atau menunggu sampai balapan liar itu selesai.
Sebenernya gue bisa aja telpon polisi dan ngebubarin balapan ini... Tapi Sungjae menggeleng. Nggak, dia nggak mau Ara kena masalah.
"Ra! Giliran lo!" Sebuah suara dari pemuda lain memanggil Ara. Gadis itu menengok dan mengangkat jarinya, memberi tanda oke. Ara berbalik ke arah si cepak beranting paku yang sudah nyengir lebar.
"May I have the honor, Ra?" ujar si cepak, membuat Ara tertawa lagi. Keduanya berjalan menuju motor masing-masing, dan membawanya ke tengah jalan. Sungjae menegakkan punggungnya. Jangan bilang Ara mau... Nggak kan?
"READY?!"
Ara menyalakan motornya dan menarik gas beberapa kali, membuat motornya meraung-raung keras. Si cepak beranting paku itu juga melakukan hal yang sama, suara motor mereka memekakkan telinga. Sungjae meremas ilalang di sampingnya tanpa ia sadari, geram. Ia tidak bisa menunggu lagi.
Sungjae berdiri dan berjalan keluar dari persembunyiannya. Awalnya tidak ada yang menyadari pemuda itu, sampai seseorang berteriak, "Woy! Siapa lo?!"
Semua orang menoleh ke arah Sungjae, termasuk Ara. Mata gadis itu melotot horror di balik helm full-face nya ketika melihat Sungjae berjalan ke arahnya. Ara buru-buru mematikan mesin motornya dan turun. Sungjae berdiri tepat di hadapan Ara, matanya menatap dua manik mata Ara yang berkilat marah.
Sungjae mengulurkan tangannya, membuka helm Ara yang sudah membeku saking marahnya. Pemuda itu tidak heran melihat ekspresi wajah Ara yang seperti akan membunuhnya, tapi Sungjae cuek saja. Ia menatap lurus-lurus mata Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
120 KM/JAM [Yook Sungjae Special] ✔
Fanfiction[Birthday Project: Yook Sungjae] Ketika Ara, gadis galak yang hobi kebut-kebutan itu bertemu Sungjae, pemuda dengan kepribadian dingin-tapi-hangat yang mampu 'menenangkan' Ara. Sebaliknya, kehadiran Ara dalam hidup Sungjae membuat pemuda cuek yang t...