Sungjae menghentikan motornya tepat di depan rumah Ara. Gadis yang sepanjang perjalanan terus mengunci bibir itu turun, lalu terdiam tidak tahu harus bagaimana.
Sungjae juga ikut turun, menatap Ara di hadapannya cukup lama, tanpa berbuat apa-apa.
"Gue—"
Ara baru membuka mulut untuk pamit, ketika Sungjae bergerak memutari motornya dan menunduk, membuka bagasi motor. Pemuda itu mengeluarkan sebuah kotak berwarna putih gading berukuran sedang, dengan pita satin biru muda menempel di atasnya.
Sungjae kembali berdiri di depan Ara, tiba-tiba saja mengulurkan kotak itu padanya.
"Gue belum bilang selamat," kata Sungjae. Ara menelengkan kepalanya ke satu sisi, bingung. Mata Sungjae melirik jam di tangan Ara.
"Itu... lo kemaren ulang tahun, kan?" ujar Sungjae menjelaskan. "Waktu bang Aru masuk rumah sakit..."
Pemahaman melintas di wajah Ara. Gadis itu mengangguk perlahan.
"Sorry, gue nggak tahu. Jadi gue juga nggak nyiapin apa-apa. Gue... cuma bisa kasih ini," kata Sungjae, tangannya yang memegang kotak masih terulur.
"Ah, nggak papa, Jae. Nggak usah rep—"
"Terima aja, Ra," ujar Sungjae dengan nada suara tegas yang tidak bisa ditolak. Ara menatap pemuda itu ragu, tapi akhirnya mendesah dan menerima kotak itu.
"Thanks...?" ucap Ara terdengar tidak yakin. Sungjae tersenyum kecil. Membuat Ara buru-buru mengalihkan pandangan.
Itu bukan senyum yang ingin Ara lihat. Bukan senyum Sungjae yang biasanya... meski senyum itulah yang sedari tadi terus muncul di wajahnya.
"Selamat ulang tahun ya, Ra. Gue berharap, semoga cuma hal-hal baik aja yang akan terjadi sama lo setelah ini," ujar Sungjae terdengar tulus. Ara mengangguk.
"Makasih, Jae."
Lama, keduanya hanya berdiri berhadapan tanpa bicara. Sampai ketika Ara bergerak untuk berbalik duluan, Sungjae membuka mulutnya.
"Ra..." panggil Sungjae pelan. Ara kembali menoleh. Sungjae sedang menatapnya, dengan tatapan nanar yang membuat Ara bingung.
"Gue... boleh meluk lo?"
Ara menahan napasnya ketika mendengar ucapan Sungjae. Mendadak udara di sekitarnya terasa berat dan menekan. Gadis itu lagi-lagi membeku, tidak bisa berkata-kata.
Sungjae menunggu, matanya tidak lepas dari wajah Ara yang terlihat bingung... atau ragu? Sungjae tidak tahu. Yang jelas, ekspresi Ara saat ini sedikit banyak membuat pemuda itu yakin.
Bahwa seseorang yang ia perjuangkan selama ini, sepertinya tidak melakukan hal yang sama.
Sejurus kemudian, Ara menganggukan kepalanya perlahan. Entah apakah gadis itu melakukannya dalam kondisi sadar atau tidak, tapi Sungjae tidak menunggu.
Pemuda itu mengulurkan satu tangannya, meraih Ara dan merengkuhnya ke dalam pelukan. Tangan kanan Sungjae menyentuh belakang kepala Ara sementara tangan kirinya yang menggenggam tangan gadis itu perlahan memeluk punggungnya, mengurung Ara sempurna dalam pelukan Sungjae yang erat.
Jantung Ara seperti berhenti berdetak. Tinggi badannya yang tidak seberapa membuat wajah gadis itu terkubur di dada bidang Sungjae. Membuat Ara bisa mencium wangi khas Sungjae yang selalu bisa menenangkan dirinya.
Tapi rasanya saat itu Ara malah ingin menangis.
Karena... pelukan Sungjae terlalu erat. Rasanya, pelukan ini menyimpan banyak arti—meski Sungjae sama sekali tidak bicara sejak tadi. Rasanya, pelukan ini justru mengatakan lebih banyak hal ketimbang apa yang benar-benar keluar dari bibir pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
120 KM/JAM [Yook Sungjae Special] ✔
Fanfiction[Birthday Project: Yook Sungjae] Ketika Ara, gadis galak yang hobi kebut-kebutan itu bertemu Sungjae, pemuda dengan kepribadian dingin-tapi-hangat yang mampu 'menenangkan' Ara. Sebaliknya, kehadiran Ara dalam hidup Sungjae membuat pemuda cuek yang t...