"Ara...?"
Ara berhenti ketika mendengar suara Aru memanggilnya. Ia menengok sekilas, baru menyadari abangnya itu belum beranjak sejak tadi.
"Hm? Kenapa bang?" tanya Ara di depan Aru. Tapi abangnya tidak menjawab. Tatapan Aru malah tertuju lurus-lurus ke depan seperti melamun, sama sekali tidak melihat gadis itu. Ara mengernyitkan dahinya.
"Woy, kenapa sih??" sahut Ara lagi sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Aru. Aru berdeham seperti tersadar dan menatap Ara tepat di matanya.
"Ra," ujarnya lalu berhenti sejenak, membuat Ara tidak sabar. "Ra, kalo seandainya tadi lo ketemu Sungjae... Lo mau bilang apa?"
Kerutan di dahi Ara semakin dalam. "Kayaknya ini bukan waktu yang pas buat ngomongin itu, bang? Lo sendiri yang bilang kita musti keluar sekarang kan, kenapa jadi tanya ini?"
"Udah jawab aja," ujar Aru terlihat tidak sabar. "Lo tadi kan udah janji sama gue, kalo ketemu Sungjae kali ini lo harus berani dan ngomongin semuanya. Gue mau tau, lo emang bakal bilang apa sama dia?"
Ara menyipitkan matanya menatap Aru curiga, tapi lalu mendesah.
"Gue... gue juga nggak tahu, bang. Gue nggak mikirin mau ngomong apa. Kalo ditanya gini, gue juga bingung jawabnya," ujar Ara, wajahnya sendu. "Tapi... kalo gue ketemu langsung sama dia... mungkin gue bisa ngomong jujur tentang semuanya..."
"Kalo gitu sini ngadep gue, Ra."
Punggung Ara menegang otomatis ketika mendengar suara familiar yang sangat jelas di belakangnya. Bibirnya bergetar, wajahnya tiba-tiba pucat. Ia melirik abangnya dengan sorot kebingungan. Aru ternyata sedang tersenyum kecil dan mengangguk, menguatkan Ara.
Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, berdoa dalam hati supaya suara yang didengarnya itu nyata—dan dengan kaku memutar tubuhnya untuk berbalik.
Aliran darah yang terpompa ke seluruh tubuhnya serasa berhenti sepersekian detik ketika melihat sosok yang berdiri di hadapannya itu.
Yook Sungjae.
"Sungjae..." panggil Ara dengan suara lirih. Sungjae mengangkat sedikit ujung bibirnya, meski jelas kentara ia juga sama tegangnya dengan Ara.
"Hai, Ra," ujar Sungjae mencoba bicara setenang mungkin. Sungjae sungguh kaget ketika dirinya baru saja berjalan menuju peron dan matanya tidak sengaja bersirobok dengan mata Aru. Nyaris saja Sungjae berlari ketika melihat sosok Ara, tapi pemuda itu menangkap sinyal dari Aru dan berjalan mendekat perlahan.
Ara masih belum bisa bicara. Sungjae tetap diam menunggu, sampai akhirnya gadis itu membuka mulutnya lagi.
"Lo... kenapa masih disini?"
Sungjae melirik jam di tangannya. "Kereta gue masih 10 menit lagi. Di jalur 3. Tadi gue beli minum dulu," jelasnya, terdengar sepatah-patah.
Ara manggut-manggut perlahan, berusaha mencerna informasi itu meski wajahnya blank. Sungjae menarik napas dalam-dalam.
"Lo sendiri... kenapa ada disini?"
Pertanyaan Sungjae membuat Ara terkesiap. Gadis itu tanpa sadar termundur, mendadak hilang nyali. Bukankah ini yang tadi ia inginkan? Bertemu Sungjae, bersikap berani dan mengatakan semuanya?
"Ada yang mau disampein ke gue, Ra?" tanya Sungjae seperti bisa membaca isi kepala Ara. Pemuda itu berusaha bicara dengan intonasi senetral mungkin—meski sebetulnya Sungjae nyaris gila menahan keinginannya untuk menarik Ara mendekat dan merengkuhnya.
Ara menggigit bibirnya ragu. Dengan perlahan ia maju satu langkah, lalu berhenti. Ara menengok ke belakangnya, pada Aru yang tidak bisa menyembunyikan cengirannya. Abangnya itu mengacungkan jempol, membuat Ara mau tak mau ikut nyengir sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
120 KM/JAM [Yook Sungjae Special] ✔
Fanfiction[Birthday Project: Yook Sungjae] Ketika Ara, gadis galak yang hobi kebut-kebutan itu bertemu Sungjae, pemuda dengan kepribadian dingin-tapi-hangat yang mampu 'menenangkan' Ara. Sebaliknya, kehadiran Ara dalam hidup Sungjae membuat pemuda cuek yang t...