Stories 91: Psychosis

4K 265 21
                                    

Minggu 
Aku tidak tahu kenapa aku menulis hal ini di atas kertas dan bukan di komputerku. Aku rasa aku baru saja menyadari beberapa hal yang aneh. Bukannya aku tidak percaya dengan komputerku...Aku hanya...perlu berpikir.Aku perlu menulisnya di suatu tempat yang tertutup, suatu tempat dimana tulisanku tidak bisa dihapus atau...dirubah...jangan sampai itu terjadi. Ini hanya...semuanya kabur di sini,dan pikiranku mulai memunculkan hal-hal yang aneh...

Aku mulai merasakan kejang-kejang di apartemen yang kecil ini. Mungkin itulah masalahnya. Aku hanya perlu pergi dari sini dan membeli apartemen yang paling murah. Cuma ada satu ruang bawah tanah di sini . Kurangnya jendela di bawah sini membuat pagi dan malam berputar dengan cepat. Aku belum keluar dari sini selama beberapa hari karena aku masih harus mengerjakan proyek programmingku dengan intensif. Aku kira aku hanya ingin menyelesaikannya secepat mungkin. Berjam-jam duduk dan menatap monitor bisa membuat semua orang merasa aneh, aku tahu itu, tapi aku pikir itu bukanlah penyebabnya.

Aku tidak ingat kapan aku pertama kali merasakan sesuatu yang aneh. Aku bahkan tidak bisa mendefinisikannya. Mungkin itu karena aku belum berbicara dengan orang lain dalam waktu yang lama. Itulah hal pertama yang masuk ke benakku. Semua orang yang biasanya chatting online denganku ketika aku lagi memprogram sedang idle atau mereka masih belum online. Pesan instanku tidak mereka jawab. E-mail terakhir yang kuterima adalah dari temanku,ia bilang dia akan berbicara denganku ketika dia kembali dari belanja, dan itu adalah kemarin. Kutelpon dia dengan ponselku, tapi sinyal handphone di bawah sini sangat jelek. Yeah, itu dia. Aku hanya perlu menelpon seseorang. Aku akan melakukannya di luar.

Yah, itu tidak berhasil. Ketika ketakutanku lenyap, aku merasa sedikit konyol karena ketakutanku sebelumnya. Kulihat pantulanku di cermin sebelum aku keluar, tetapi aku tidak mencukur janggutku yang baru tumbuh selama dua hari. Karena kupikir aku cuma keluar untuk menelpon sebentar. Meskipun begitu aku tetap mengganti kemejaku, karena ini sudah jam makan siang, dan seharusnya aku akan berpapasan dengan paling sedikit satu orang yang kukenal. Tidak ada seorangpun yang kukenal berpapasan denganku, walau aku berharap aku menemui seseorang yang kukenal.

Saat aku keluar, kubuka pintu apartemenku yang kecil ini dengan perlahan-lahan. Entah bagaimana caranya perasaan takut mulai memasuki tubuhku. Aku menutupi ketakutanku dengan cara tidak berbicara bersama orang lain kecuali diriku sendiri. Kuintip sebuah lorong abu-abu yang kotor, Tambah lagi ini adalah lorong ruang bawah tanah , pastilah lebih kotor lagi. Pada salah satu ujungnya, ada sebuah pintu besar yang terbuat dari logam yang mengarah ke ruang perapian apartemen ini. Pintunya pasti terkunci. Dua mesin soda berdiri di dekatnya. Aku pernah membeli soda ini ketika aku pertama kali pindah ke sini, tapi ternyata soda yang kubeli sudah dua tahun kadaluwarsa. Aku yakin tidak ada yang tahu tentang keberadaan mesin-mesin ini atau mungkin pemilik apartemen ini sudah tidak mau menyetok ulang minuman di mesin-mesin itu.

Saya menutup pintuku dengan pelan, dan berjalan ke arah yang lain, aku berusaha untuk tidak membuat suara. aku tidak tahu kenapa aku melakukan itu, tapi cukup menyenangkan untuk tidak mengganggu suara dengungan mesin-mesin soda itu, walau hanya sementara . Aku berjalan menuju tangga, dan menaikinya menuju pintu utama apartemen. Di sana aku melihat keluar melalui sebuah jendela kecil bebentuk kotak di pintu depan bangunan ini, dan aku terkejut , ini masih belum jam makan siang. Kegelapan kota menyelimuti semua jalan yang ada di luar, dan lampu lalu lintas di persimpangan jalan mengejapkan warna kuning. Awan-awan redup berwarna ungu dan hitam akibat cahaya kota. Tidak ada yang bergerak, kecuali pohon-bohon yang bergoyang di samping trotoar karena derasnya angin. Pada saat itu aku menggigil, meskipun aku tidak kedinginan. Mungkin itu angin dari luar. Aku dapat mendengarnya walaupun samar-samar.

Aku memutuskan untuk tidak keluar.

Aku mengangkat ponselku melewati jendela di pintu itu untuk mengecek sinyal, bar sinyal memenuhi ponselku, dan aku tersenyum. Saatnya mendengarkan suara orang lain, pikirku lega. Ini adalah hal yang aneh, aku merasa tidak takut dengan apapun. Aku menggelengkan kepalaku sambil tertawa kecil. Kutelpon sahabat baikku Amy, kemudian ponsel kutaruh di telingaku. Ponselku berdering sekali...kemudian berhenti. Tidak ada yang terjadi. Aku mendengar keheningan sekitar dua puluh detik, kemudian kututup. Aku mengerutkan kening dan melihat sinyal ponselku lagi-masih penuh. Aku menelponnya lagi, tapi kemudian teleponku berdering di tanganku, mengejutkanku. Aku meletakkannya di telingaku.

Creepy HorrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang