27. Finished

29.5K 1.2K 36
                                    

Niatnya mau libur, tapi apa daya, aku tuh paling gak bisa pura-pura buat nggak peduli sama Shavira dan Bryan 😏

Happy Reading ❤

.
.
.
.
Semua ada masanya, ada waktunya untuk kehilangan seseorang yang teramat di cintai, karena semua makhluk tidak akan ada yang hidup kekal nan abadi. Meski berat untuknya, Shavira mencoba ikhlas melepaskan kepergian sang ibu yang menyusul ayahnya ke syurga, meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Ia tidak boleh sedih, ia masih memiliki kedua kakaknya dan juga Shamanta yang sangat menyayangi dirinya.

Shavira meremas ujung dressnya menatap pria yang baru saja berbicara dengannya.

"Aku tahu, kau tidak akan pernah memaafkanku setelah ini, tapi aku bersumpah! Aku bicara dengan jujur, jika kau tidak percaya, kau bisa berbicara dengan Yamato--"

"Tidak perlu!"tegas Shavira, demi tuhan. Rasanya ia ingin menangis saat ini, ia tidak akan pernah sanggup melakukan apa yang Jamie minta padanya, tapi saat ini hanya Jamie lah orang yang bisa melindunginya.

Bryan menatap lekat wajah Shavira yang menunduk dalam, kedua bahunya mulai bergetar, dan Bryan tahu jika hal ini akan sangat menyakitkan untuknya dan juga Shavira. Meski ingatannya belum pulih dengan sempurna, Bryan dapat merasakan jika hari ini, gadis itu akan mengambil keputusan yang akan menyakiti keduanya.

"Seumur hidupku, aku tidak pernah jatuh cinta. Tidak ingin menjadi bodoh seperti Arvella yang melakukan apa pum demi cinta tanpa memikirkan dirinya yang selalu tersakiti..."lirihnya, kini gadis itu menatap lekat wajah Bryan, dan menatap kedua mata abu-abu milik pria itu.

"Tapi kau datang, memberikan rasa asing di hatiku, hingga akhirnya aku tahu jika itu adalah cinta..."tambahnya lagi, Bryan memejamkan matanya membiarkan tetesan bening itu jatuh membasahi wajahnya.

Shavira juga sama, wajahnya sudah sangat basah sekarang, "Bryan, aku tidak berharap banyak kepadamu, aku tidak peduli dan tidak mau menjadi bodoh seperti Arvella, dengan menunggumu mengingatku lagi. Aku tahu, aku terlalu mudah menyerah, aku mencintaimu....tapi aku--aku--aku ingin kita selesai..."

Jleb!

Dan semuanya terjadi, perpisahan yang sebelumnya tidak pernah ada di pikiran mereka berdua kini telah terjadi kepada mereka. Shavira memilih egois, egois dengan menyakiti dirinya sendiri.

Tidak ada suara lagi setelah itu, yang ada hanya suara isakan dari bibir mereka berdua, mereka tidak peduli dengan semua pengunjung cafe yang kini tengah memperhatikan mereka berdua.

Mereka hanya ingin menangis, menunjukkan kepada satu sama lain bahwa tidak ada yang baik-baik saja dengan perpisahan ini.

Dan tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang menatap keduanya sembari tersenyum lebar.

*****

Tidak pernah ada yang baik-baik saja setelah kehilangan, seperti yang terjadi kepada Bryan dan Shavira, Shavira bahkan telah kehilangan dua orang sekaligus dalam seminggu ini, pertama ibunya, dan kemudian Bryan.

Setelah pulang dari tempat pertemuan terakhirnya dengan Bryan, gadis itu terus mengurung diri, memeluk tubuhnya sendiri di dalam kamarnya yang sangat minim cahaya. Ia menangis, apakah setelah ini ia bisa melalui hari-harinya seperti semula, sedangkan kini ia sudah tidak memiliki cahaya dan semangat hidup.

Ia menulikan telinga dari panggilan Emilly dan Jamie, ia hanya ingin sendirian meratapi dirinya sendiri yang sudah sangat tidak berdaya karena perpisahan ini.

Huh...
Shavira menghembuskan napas pelan, dan menatap ke arah pintu yang baru saja terbuka karena dobrakan Jamie lagi.

"Shavira..."panggil Jamie, namun gadis itu tidak menghiraukannya, gadis itu kembali memeluk lututnya.

Sampai kemudian ia merasakan sentuhan lembut di pucuk kepalanya, hal yang selalu Jamie lakukan jika ia sedang bersedih.

"Aku sudah melakukannya..."lirihnya. Sedangkan Jamie memejamkan matanya, ia tahu dirinya sangatlah egois dengan membiarkan adiknya tersakiti seperti ini.

Ia hanya tidak ingin Bryan kembali menyakitinya lagi, tapi justru ia yang malah membuat Shavira tersakiti seperti ini.

Jamie memeluk erat tubuh sang adik yang kini mulai bergetar dan menangis di pelukannya, kata maaf saja mungkin tidak akan pernah cukup untuk menebus semua rasa sakit yang sedang Shavira rasakan saat ini.

D

i sisi lain, Bryan juga sama terpuruknya dengan Shavira, pria itu bahkan berkali-kali membenturkan kepalanya dengan keras ke dinding apartement miliknya sembari menangis, berharap hal itu dapat mengembalikan semua kenangannya bersama Shavira. Namun hasilnya tetap nihil, ia tidak bisa mengingat apa pun tentang Shavira, Bryan menjatuhkan tubuhnya ke lantai, menutup kedua wajahnya dan kembali menangis.

Aku sangat mencintaimu, tapi aku--aku--aku ingin kita selesai...

Sialan!
Bryan mengumpat dan memukul lantai apartementnya dengan keras, ketika ucapan terakhir Shavira terus berputar di kepalanya, di sertai dengan wajah gadis itu yang basah oleh air mata.

Semuanya telah selesai, benar-benar telah selesai.

.
.
.
.
.
.
.
TBC
I Know ini pendek banget, aku gak kuat lagi nerusinnya huwaaa 😢

Mr. Possessive With Me [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang