f o u r t e e n

346 44 8
                                    

Kalistha's side

Sekarang menurut ku adalah waktu yang tepat dimana aku akan mengeluarkan semua emosi ku yang tertahan. Entah itu nangis-nangis sampai habis air mata, nangis sambil guling-guling, atau sampai nangis darah sekalipun.

Karna sekarang semua aman. Aku udah sampai rumah dan langsung buru-buru masuk ke dalam kamar. Untungnya, Keyra udah tertidur pulas. Jadi aku ga perlu khawatir pulang dengan keadaan kacau kayak gini.

Jujur, yang aku rasain sekarang cuman satu. Kecewa. Udah. Itu doang. Aku bener-bener ngerasa kecewa sama Kai karna dia secepat itu lupa sama aku. Bahkan tadi, dia sama sekali ga ada niat buat kejar aku, atau apa lah.

Padahal aku sempat berharap saat itu. Tapi dia malah lanjutin jalan bareng dengan tunangannya itu yang-- menurutku sih she has no attitude.

Sebenernya, mungkin Kai juga kecewa sama seperti aku. Malah, aku duluan yang sepertinya membuat kecewa. Sebut aku egois karna berpikir kalau aku cuman merasa disakiti sepihak padahal tanpa disadari aku pun menyakiti Kai.

But, aku ngelakuin ini pun karna memang aku dan Eunwoo itu ga lebih dari sekedar dokter yang ingin membantu pasiennya. Malah sepertinya aku sudah seringkali mengatakan hal itu. Memang perlakuan kami sangat tidak wajar jika dilihat hanya dari sekali pandang. Namun jauh didalamnya, kami tidak lebih dari seorang teman. Perasaanku masih untuk Kai.

Hanya saja ketika aku lihat Kai dengan perempuan yang mengaku sebagai tunangannya, apa aku salah jika aku merasa sangat kecewa lalu menyimpulkan kalau Kai semudah itu melupakanku?

Intinya, mengingat kejadian barusan, semakin membuatku ingin mengeluarkan air mata sialan ini tanpa dikehendaki.

Dari mulai tubuh kami yang tak sengaja mengalami kontak langsung, lalu kami saling eye contact, kemudian berakhir aku yang memandang lengan kekarnya disentuh perempuan lain selain aku tak lain tak bukan tunangannya, lalu berakhir aku yang dimaki oleh tunangannya itu.

Sangat jelas membekas diingatanku. Meski hanya sebentar tapi sangat jelas.

Sampai rasanya aku ingin membenci Kai saja dan tidak ingin mengenalnya lagi.

Namun niat awalku itu sepertinya harus dikubur dalam-dalam saat ponsel ku berdering cukup nyaring dan menampilkan nama-- bajingan itu dilayar ponselku.

Kai is calling

Awalnya aku hanya memandangnya tanpa mengangkatnya sedikitpun sampai ponsel ku mati. Tapi kemudian menyala lagi dan menganggu indera pendengaranku. Jadi aku memutuskan untuk mengangkatnya meski perasaan malas ini menguasai.

Halo?

Ya Allah suara bariton itu. Tbh, i miss him so bad.

Kal? Are you there?

"Apa?"

Sengaja aku menjawab sinis. Aku harus mempersiapkan diri untuk tak semudah itu luluh dengan Kai.

Can we meet?

"For what?"

I think we need to talk

"We're done Kai. Apa yang harus dibicarain?"

Please, there's something I want to tell you

"Then just keep it. Go ahead with your fiance."

Kal saya mohon

Membentengi diri sekuat apapun, pada akhirnya aku akan tetap luluh dikala Kai sudah memohon padaku apalagi dengan nadanya yang-- ahh entahlah.

"Just 10 minutes."

Okay, saya ke rumah kamu sekarang

Tut.

Aku hanya bisa menghela nafas berat. Semoga kedatangannya dan juga apapun yang mau ia katakan hari ini, tidak membuat ku harus mengeluarkan air mata lagi.

+×+×+×


Atmosfer yang kini menyelimuti kami berdua kian berubah. Menjadi hening dan terasa seperti baru pertama kali bertemu. Sangat canggung bahkan jika ada kata lebih dari canggung, mungkin bisa disebut itu.

Kami berdua sempat sama-sama diam. Sampai akhirnya aku duluan yang memutuskan untuk bicara duluan.

"Cepetan kalau mau ngomong. Waktu kamu ga banyak." Kata aku datar. "Just 10 minutes, remember?"

Disitu, aku melihat Kai menghela nafas berat. Dia menatapku lamat-lamat.

"I miss you so bad Kal. I'm not lying. Tinggalin dia ya Kal? Balik lagi sama saya--"

Baru mendengar itu saja rasanya mata panas sekali. Dengan cepat aku menggeleng. "I can't." Padahal sebenernya aku mau. Tapi ya gimana?

Kai mendekat ke arah ku lalu berusaha memegang tanganku tapi aku menjauh-- lalu memberi isyarat agar dia diam di tempat dan tidak menyentuh ku sama sekali.

"Tapi-- kenapa Kal?" Tanya Kai. "Karna kamu udah punya perasaan sama dia? Iya?"

Aku sama sekali nggak jawab. Lalu setelahnya, Kai tersenyum sinis ke arah ku dan mengangguk sendiri.

"Saya paham sekarang." Kini nada bicaranya terdengar lebih dingin. "Kasih saya satu alesan, kenapa kamu bisa secepet itu lupa sama saya?"

Aku masih memilih diam. Karna jika aku bicara, habislah sudah. Aku pasti akan menangis.

"Jawab Kal! Kenapa? Kamu takut jawab? Dia udah apain kamu sih sampe kamu jadi gini? Udah muasin kamu--"

Plak!

Panas rasanya disaat tangan aku spontan menampar pipi Kai begitu kencang. Sebenarnya aku ga bermaksud setega itu, tapi dia sendiri yang memaksa. Kata-katanya sudah keterlaluan bagi ku dan aku ga terima dia berkata seakan-akan aku ini perempuan rendahan.

"Watch your mouth!" Bentak ku. "Kalau kamu gatau apa-apa ya diem!" Kali ini gantian aku yang mengeluarkan semua uneg-uneg.

Disini Kai menatapku dengan tatapan-- yang sulit diartikan.

"Maaf--" Kai berusaha memegang tangan ku tapi aku tepis.

"Gausah pegang!" Lagi-lagi aku membentaknya. "Kamu tau apa? You're selfish!"

"Kamu bisa seenaknya bilang aku sama dia inilah, itulah, terus kamu sama tunangan kamu itu apa?!" Aku mulai emosi. "Kamu ga tau kan kalau sebenernya yang aku lakuin sama dia cuman sebatas dokter yang ngebantuin pasiennya untuk sembuh dari penyakit keras? Kamu ga tau kan?"

"Kamu pikir semudah itu saya lupain kamu?!" Disini nada ku mulai meninggi. "Susah Kai, tapi saya harus! Kalau kamu tanya kenapa saya gabisa sama kamu, harusnya kamu udah tau jawabannya."

"Sebesar apapun usaha kamu, tetep ga akan ngerubah apapun Kai. Saya dengan Tuhan saya, dan kamu dengan Tuhan mu." Tepat saat mengatakan itu, aku menangis. "If you want to know my feelings, I still love you anyway. Tapi saya ga akan pernah biarin harga diri saya diinjak-injak didepan keluarga kamu untuk yang kedua kalinya. Karna saat itu kamu ga pikirin perasaan saya kan?"

"Kai, there's nothing we can do. So just go ahead. Be happy with your fiance. If happy is her, i'm happy for you."

Saat ini aku benar-benar tidak ingin melihat wajah Kai dan memutuskan untuk meninggalkan Kai menuju kamar, tapi langkahku berhenti saat Kai yang tiba-tiba memelukku dari belakang.

Begitu erat dan aku bisa merasakan kalau Kai menangis dipundakku.

"I can't." Ucap Kai pelan tapi aku masih bisa mendengarnya. "Kal, kasih saya waktu untuk perbaikin semuanya, then you will be mine. I'll promise."

Tbc

Udah ya berantemnya, nanti dikasih lagi

La Differénce - Kim Jongin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang