Dunia berputar menuju langit gelap di atas permukaan daerah Jakarta. Ramai kota dalam kendaraan melintas berlainan arah. Sedangkan seluruh bangunan menjadi terang oleh hidupnya berbagai lampu kota membuat Monas lebih terlihat jelas nan indah menghias kota tersebut.
Awwww...ssss...
Terlihat Angga sedang diobati adiknya di bagian sudut bibir yang terkena memar. Entahlah, Angga tak tanggap terhadap luka. Justru perhatian Angga telah beralih dengan perubahan sifat adiknya. Angga jadi lebih takjub dan penuh harap agar kasih sayang selalu melekati hati Sarah.
"Kakak kok liatin aku daritadi?" Tanya Sarah
"Kamu kesambet apa?" Sahut Angga
"Ke...kesambet...ap..apaan?" Sarah berbata
Angga mengetahui alasannya kenapa Sarah begini. Angga bisa menebaknya. Sang adik pasti mengalami jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri, Bio.
"Cieeee Bio One" Angga menggoda Sarah
"Lho? Kakak kok tau?"
"Bio pasti nembak kamu kan?"
Sarah mengangguk malu sambil mengembangkan senyum manisnya hingga menyebabkan Angga semakin gemas.
"Kamu itu selalu buat kakak greget!" Hendak mencubit pipi sang adik
"Kakak apaan sih?"
"Yaudah, yaudah, kakak sekarang diem"
Beralih ke dalam kediaman rumah Bio. Rupanya tak beda jauh dari Sarah, aura keluarganya juga kurang harmonis. Bukan lepas dari kasih sayang keluarganya, melainkan akibat kehilangan seorang anggota yang sangat berarti.
Air mata meninggalkan kenangan di sebuah foto yang daritadi digenggam oleh tangan Sang ibu. Entah harus mencari kemana lagi bayi itu? Kota cukup luas, apalagi perubahan fase pada tubuh bayi itu berdampak semakin menyamarkan petunjuknya.
"Ibu ingin kamu pulang nak"
Malangnya. Ibu Bio mengalami suatu keterpurukan selama bertahun-tahun, antaranya melamun, terkadang tertawa, dan berteriak seperti orang yang mengalami depresi.
"Sampai kapan ibu akan seperti itu Ayah?" Bio meneteskan air mata berekspresi sedih
"Entah ayah juga tidak tau nak, Ayah pun merasa pedih atas kehilangan anak kami yang kedua"
"Bio berjanji bakal hajar tu penculik sampai mati" ungkap kejamnya keluar
"Nak, kamu jangan kasar sama orang, yang penting kita harus temukan dia"
"Iya Ayah"
Haiyaiya menjadi kumbu besar
Nada dering aneh, padahal Handphone-nya nyata, malah dipakai suara mainan yang daritadi meramaikan meja di dekat tempat tidur Tissa.
"Siapa sih yang nelpon malam-malam? Ayah Ibu tolong diangkaaaatt!"
Sedangkan keadaan dalam rumah sudah sepi. Lebih tepatnya kedua orangtua Tissa menghabiskan waktu mereka untuk mengurung diri menggunakan selimut dan kedua mata mereka terpenjam rapat.
Antara takut ataupun kasihan, Tissa enggan membangunkan mereka. Maka dari itu, Ia memutuskan beranjak sendiri dari kasur kemudian mengangkatnya.
"Hallo...walaikumssalam"
"Salamnya kebalik"
"Eh Assalamwalaikum..ada apa ya anda nelpon pada waktu kurang tepat? Sekarang waktunya mata anti melek karena peri sudah menyihir kita untuk tidur agar lancarkan siklus darah merah serta otak kita lebih semangat memulai aktivitas baru bahwa sesungguhnya manusia membutuhkan istirahat selama 8 windhu eh jam, kalau anda tidak mengikuti peraturan maka–"
"Iya, maaf saya nelpon cuma ingin bicara sama kamu itu aja" katanya
"Emang tujuan nelpon selain untuk bicara, gunanya apa lagi ya?"
"Mendengar"
"Hehehehe iyah"
Penelpon tersebut yaitu orang yang pernah membuat Tissa menangis.
"Maafin aku ya. Waktu itu aku keterlaluan banget sama kamu"
"Iya sudah, engga apa-apa. Saya juga waktu itu juga lagi sensi"
Berbagai keputusan dipikirnya matang-matang, Tissa menginginkan Sarah menjadi temannya. Oleh karena itu, Sarah membuat perjanjian bahwa ia akan mengundang Tissa dalam acara peresmian kantor barunya besok. Sekalian deh Tissa bisa bekerja disana. Alangkah bahagia perasaan Tissa. Ia seakan terkena hujan ribuan dengan bunga. Akhirnya, komunikasi sampai pada ujungnya, Tissa kembali hendak tidur.
"Lelah juga bicara sama tu orang"
Pancaran Sang mentari telah menyambut kebahagiaan baru Tissa. Tidak biasanya Tissa bangun lebih awal, kedua kakinya melangkah lebih cepat menuju kamar mandi untuk menghapus kesedihan masalalu dengan bantuan kekuatan air segar.
Usai keluar dari kamar mandi selama lima menit, Tissa langsung duduk rapi dan mengambil lauk-pauk yang tersedia di meja makan.
"Pagi ayah, ibu"
"Tissa, kok tumben bangun pagi-pagi? Wajah kamu segar banget lagi kayak habis mandi" Kata Ayahnya
"Tissa emang udah mandi kali yah"
"Kamu mau kemana Tis?" Sambung Ibunya
"Ini bu, soalnya ada peresmian di kantornya Sarah, jadi Tissa kerja deh disana"
"Alhamdulilah ya nak, akhirnya ada juga seseorang mau nerima kamu, aku sangat berterimakasih dengan anak-anak teman aku yang sudah perhatian bangat sama Tissa mas" ungkap Ibu Tissa.
"Iya, jangan lupa selalu jagain mereka ya Tis"
"Iya Ayah Ibu, Tissa berjanji akan berhutang budi sama mereka"
******
Ramai Kota Jakarta bukanlah penghambat bagi Tissa untuk berangkat ke kantor, karena beruntungnya Tissa lebih memilih jalan kaki. Lagipula pancaran sinar pagi hari itu berguna untuk menyehatkan kulit maupun tulang.
Disamping kenyamanan pasti ada kendala. Seperti saat ini, terdapat kehadiran kumpulan penjahat telah menghambat langkah Tissa.
"Astaga, enggak ada celah ni"
"Ikut kami!"
"Enggak! Aku enggak mau ikut!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengarkan Hatiku [TAMAT]✔
Fanfiction"Maka kamu perlu mendengar sedikit saja kata hatiku. Apa penyebab aku seperti ini? Perasaan ini sangat sulit aku paksakan. Atas perintah sang hati, aku ingin terus berada di dalam dekapmu." Langsung saja bisa dibaca tanpa ada rasa penasaran.