11. Narkoba?

239 11 0
                                    

Dari titik kejauhan, tindakan Bio tersorot secara kebetulan oleh sepasang mata Tissa. Herannya, ada secarik kertas yang melekat di salah satu tangan Bio. Kernyitan sedikit melebarkan mulut atas ekspresi bingung yang Tissa tunjukkan. Kni otaknya sedang memproses lama untuk memuat pikiran. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Sarah? Batin Tissa.

Akhirnya Tissa memutuskan untuk mengarungi langkah Bio secara perlahan sampai ke tempat tujuan, tepatnya ruangan sekretariat yang kebetulan sepi– hanya ada ayahnya Bio disana.

Sekian melakukan misinya, setelah itu Tissa memantau mereka dibalik pintu saat Bio sudah masuk ke ruangan.

"Udah yah, sekarang bagaimana?"

"Baiklah, kali ini pihak ketiga akan membantu kita"

"Apa Ayah percaya pak Dito?"

"Kamu tidak usah meragukannya Bio"

Keadaan masih menjadi sebuah teka-teki bagi Tissa. Pembicaraan mereka membuat Tissa kurang tanggap ibaratkan para alien sedang berkomunikasi satu sama lain.

"Ga jelas banget" gumam Tissa

Yasudah lah, yang penting Bio tidak menyakiti Sarah

Tissa merasa lega. Ia lekas pergi sebelum jejaknya terlihat oleh mereka.

Tapi..

Argghh! Bio tetaplah Bio yang Tissa kenal.

Tissa belum percaya sepenuhnya terhadap niat si Juan itu. Ia terlalu termakan oleh kata-kata Angel, membuatnya sangat meragukan keberadaan Bio.

Bagaimanapun Bio, penyelidikan ini akan tetap berlanjut. Siapa tau nanti, serangan Bio bisa saja akan meluncur kemudian hari. Intinya Tissa harus waspada dalam menjaga kantor ini.

---

Berdiam diri usai bekerja rupanya masih saja menyebabkan Tissa merasa lelah, soalnya pikirannya akan tetap beproses selama bukti ini belum terpecahkan. Tissa terlihat termenung seorang diri dibawah pantulan cahaya matahari, merupakan pemberian dari sang surya pada senja hari.

Tiba-tiba salah satu tangan muncul, tepat di hadapan wajah Tissa. Tangan itu mengulurkan segelas air.  Alhasil, efek negatif pada pikiran Tissa berhasil tersapu. Ia mengalihkan perhatiannya terhadap orang itu. Dari tangan pria? Perlahan kepala Tissa terangkat dan melihat ke arah sumber yang memberinya kehangatan.

"Daritadi kamu belum minum" tawarnya

"Makasih Umay"

Mereka mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat. Saat posisi sudah bertemu, mereka duduk secara bersamaan.

"Oiya, kamu habis ngapain?"

"Habis nge-cek uang"

"Sebentar lagi kita pulang, aku antar ya"

"Bilang aja kamu mau silahturami wkwkwkwk"

"Hehehe iya, tau aja kamu"

Sedetik tidak berjumpa dengan Tissa, rasanya meresahkan benak Umay, padahal hubungan mereka baru sebatas kekasih. Sedikit langkah lagi, cahaya takdir itu akan hadir. Umay ingin secepatnya mengunjungi kedua orangtua Tissa.

"Kita tunangan dulu apa nikah?"

"Tunangan aja ya may, soalnya aku belum siap meninggalkan kedua orangtuaku"

"Siap laksanakan"

Perlahan, senyuman Tissa beralih menuju ekspresi duka. Sebenarnya Tissa sedih terhadap kenyataannya. Ia begitu khawatir bahwa orang-orang yang ia sayangi akan pergi meninggalkannya.

Dengarkan Hatiku [TAMAT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang