Happy reading :)
Ujian telah berakhir, dan libur panjang yang membosankan telah menghampiri. Aku duduk tepat di depan rumah sambil menunggu kapan ada seseorang yang sudi mengajakku berjalan-jalan. Ah, aku sampai lupa kapan terakhir kali aku hangout dengan teman-temanku.
Iya sih ini masih pagi-pagi buta, tapi mau bagaimana lagi, toh tidak ada yang perlu dikerjakan saat ini. Ibu belum pulang dari pasar dan ayah? Dia sedang tidur di kamar. Aku yakin dia lelah setelah pulang kerja jam tiga pagi tadi.
Rasanya jika aku diam di teras rumah seperti ini mengingatkanku akan seseorang. Seseorang yang aku tunggu kehadirannya di depan rumah, yang selalu melirik kerumah ini. Ah, yang pasti bukan pak pos atau pak koran.
"Ha..hh sekarang dimana ya dia?"
Pikiranku kembali mengingat tiga setengah tahun lalu, aku berdiri disini lengkap dengan pakaian biru putih dan tas yang ada di punggung, aku menunggu ayah untuk mengantarku. Tapi sebelum ayah keluar dan mengantarku, tanpa ada undangan untuknya dia datang.Dengan sepeda gunung berwarna putih, pakaian dengan warna yang sama denganku, serta tas yang ia gendong di punggungnya. Tak lupa wajahnya yang serius saat menggayuh, dan wajah serius itu didukung oleh alis yang tebal.
Awalnya aku tak berniat untuk melihatnya, tapi karena aku terlanjur melihatnya ya sudah, jadi ketagihan kan.Pandanganku benar-benar tak bisa berpindah, entah kenapa tapi aku tak ingin memindahkannya. Terlalu indah untuk tidak dilihat, aku bahkan ingin agar ayah berlama-lama saja di dalam.
Dan dia melirikku.
Astaga. Seketika itu aku berbalik badan, yang benar saja dia melirikku?
Dengan tatapan seperti itu? Gila, ini benar-benar gila. Apa salahku jika hanya melihatnya, oke aku akui jika aku melihatnya cukup lama, tapi aku juga bisa mengontrol pandanganku agar tak terlihat sangat minat padanya.Tidak mungkin kan jika tadi aku terlihat seperti orang yang sangat nafsu padanya hingga ia melemparkan pandangan sinis itu kepadaku. Dan jika memang benar pandanganku seperti itu maka lebih baik tendang saja aku ke pluto Tuhan.
Tidak sampai satu menit dia ada di hadapanku, aku menjadi lemas seketika dan saat itu juga ayah datang lalu kami pun berangkat menuju sekolah.
Aku masih memikirkannya dan aku juga bercerita kepada beberapa temanku saat itu.
"Heh ngapain?!"
Aku terkejut saat ibu sudah ada di sampingku dengan barang belanjaan yang banyak.Aku menggeleng gugup dan mengambil kantong plastik berwarna merah yang berisi sayur itu dari ibuku. Lalu kami masuk ke dalam rumah untuk mempersiapkan makanan.
***
Malam harinya aku masih memikirkan orang itu. Orang yang tiga setengah tahun ini aku sebut sebagai 'Pangeran Sepeda Putih'
Terdengar aneh dan lebay kan, tapi tidak bagiku. Aku senang dengan menyebutnya seperti itu.Akhirnya aku pun mengechat salah satu teman smp ku. Athya, karena dia yang hampir sama kisahnya denganku, miris.
At.
Athya: Kenapa dea?
Mau cerita :')
Athya: Apa-apa?? Kita
Curcol manjahKangen pangeran
Sepeda putih :')Athya: Kenapa harus
yang ini??Gatau at, tiba-tiba tadi
pagi gua kangen banget,
Gua pengen nangis at :')Athya: Gila dea!!
Kenapa kudu dia sih, ah.
Sedihnya tuh lu kaga tau
dia siapa? dia dimana? Lu
gatau apa-apa dea!!Aku tahu, itu adalah hal yang paling menyedihkan. Aku bahkan hanya mengenal wajahnya, sepeda dan sekolahnya saat itu.
Athya: Dia dimana sih
sekarang dea??Mana gua tau at
terakhir kali ketemu juga
waktu smp kelas delapan
semester akhir, habistu dia hilang.Athya: Kan sedih banget
gua gasuka nih melow.
Kalo kaya gini, gua kangen
Abi :')Pengen nangis at, gatau kenapa
GakuatAthya: Udah nangis aja gpp
Kita sama-sama merinduMerindu,
Tanpa mengenal siapa dia
Tanpa pernah saling mengucap
Tanpa kau sadari ada yang menunggu selama bertahun-tahun
Dan tanpa saya sadari, kau hilang secara perlahan.
Maaf telah lancang, dan terimakasih telah datang. Saya masih menunggu anda, kembalilah jika ingat.Salam hangat :)
Onlydrpa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiets Prins
Teen FictionTentang gadis yang bertemu kembali dengan seseorang yang selama ini ia kenal dengan nama pangeran sepeda putih. Bukan cool boy, bukan pula bad boy. Hanya pangeran sepeda putih yang melekat pada dirinya. "Mingkem" "Ha?" seketika itu juga aku menutu...