Ting."Lo dimana?"
Dea mengetikkan sesuatu untuk membalas pesan dari Dina. Sedari tadi ia merasa tak nyaman karena sarung milik Aksa yang ia duduki. Setelah menolak perintah Aksa untuk memakai sarung, ia berinisiatif untuk menduduki saja sarungnya.
Dan sekarang Dea berada di taman belakang sekolah. Taman yang sering Aksa kunjungi untuk tidur. Entah apa yang dipikirkan Aksa hingga mengajaknya ke sini, ia menunda niatnya untuk pulang saat mendapat telepon tadi.
"Kak, kita ngapain disini?"
"Ga ngapa-ngapain."
"Bukanya tadi lo mau pulang?"
"Lo ngusir?"
"Mohon maaf aja nih, emang nada gue nada orang ngusir? Gue lagi nanya!" ucap Dea sarkas.
"Gue ga jadi pulang."
"Kenapa?" tanya Dea penasaran. Tidak, bukan penasaran lebih tepatnya ke-geeran.
"Karena lo."
Tembak. Cklek. DORR!!
Benar dugaan Dea, tak sia-sia jika Dea geer saat ini. Sebuah jawaban yang ingin Dea dengar sudah sampai ke telinganya dengan jelas.
"Sarung gue, lo pake."
Tetot!
Kalimat kedua sukses membuat Dea memutar mata malas. Seakan dijatuhkan dari langit dan terjatuh diantara tumpukan tai sapi, begitulah perumpamaan Dea saat ini.
"Oh, sarung. Gue bisa cuci, gue kasih besok. Kenapa lo harus-"
Ucapan Dea terpotong karena Aksa mengangkat ponsel nya dengan wajah kebingungan. "Iya Sheryl, baik-baik aja kan?"
Dea mengernyit, Sheryl lagi? Sebenarnya Sheryl itu siapa? Apa Dinda saja tidak cukup? Oh ya tuhan Aksa bukan lah pangeran sepeda putih lagi, ia adalah pangeran penggonta-ganti wanita.
Aksa terlihat gelisah, ia mondar-mandir sambil sesekali mengecek ponselnya lalu melihat ke arah Dea dan melakukan hal itu berulang kali.
"Kenapa kak?" Aksa menggeleng. Dea mengernyit, Aksa terlalu bodoh untuk berbohong. Dea berdiri sambil memegangi sarung agar tetap menutupi rok nya.
"Kak, kenapa lo?"
"Kaga, gue kaga kenapa-kenapa."
"Beneran?" Aksa mengangguk.
"Aksa!!!" teriakan itu membuat Dea dan Aksa menoleh terkejut.
Seorang gadis dengan keadaan berantakan, seragam lusuh dan rambut yang basah tengah berdiri di samping pohon. Ia terseok-seok berjalan ke arah Aksa dan Dea. Aksa juga berjalan menuju gadis itu sedangkan Dea, ia hanya kebingungan melihat adegan dramatis di depannya ini.
Setelah Aksa dan gadis itu berhadapan, dengan cepat Aksa memeluk erat gadis di hadapanya itu. Terlihat si gadis sudah tak dapat menahan tangisnya, air matanya mengalir sangat deras. Dan hal ini membuat Dea semakin bingung.
"Maafin gue, maaf, maaf, maaf," lirih Aksa yang sudah kacau melihat Sheryl seperti ini.
"Gue ta-kut saa," suara Sheryl yang terbata mampu membuat Aksa terenyuh. Ia telah gagal menjaga Sheryl selama ini, ia gagal menjalankan janjinya. Ia hampir kehilangan kehidupanya.
"Sheryl maafin gue, gue bener-bener ga tau. Maafin gue Sheryl."
Entah mengapa, Dea merasa tersentuh dengan perlakuan Aksa pada Sheryl. Memeluk erat dengan ketulusan yang mendominasi. Bahkan Aksa terus meminta maaf sedari tadi. Sungguh, Aksa berbeda dari yang ia lihat biasanya.
Dea berpikir, sosok Sheryl bisa merubah Aksa dalam sekejap, Sheryl yang beruntung.Aksa melepaskan pelukanya, ia menyeka air mata gadis di hadapanya ini. Merapikan rambut basahnya, dan memegang bahu gadis itu dengan erat. "Maafin gue, hm?"
Sheryl mengangguk, Aksa membawanya pergi dari taman itu dan meninggalkan Dea sendirian.
"Lah, kok gue ditinggal?"***
20.20
Kamarnya sunyi, hanya ada suara detik dari jam yang terus berputar. Sheryl tak bisa melupakan hal tadi, itu sangat menyeramkan baginya.
"Hmph..." ia menutup mulutnya untuk menahan suara tangisan nya.Ini sungguh tak adil, dalam sekejap ia menjadi pelaku dimata mereka semua. Kata-kata itu mampu membuatnya ingin mengakhiri hidupnya saat itu juga.
"Hiks.. Hik.." ia terus terisak. Rasanya dunia begitu kejam padanya.
"Sheryl, nak ayo makan dulu."Sheryl berhenti menangis, lalu menjawab ibunya,"Iya bu, sebentar lagi Sheryl keluar."
Ia berjalan ke kamar mandi, membasuh mukanya. Walau terlihat masih merah dan matanya yang masih sembap ia tetap berjalan ke luar menemui ibunya dan juga Aksa di sofa. Aksa menatapnya khawatir namun Sheryl tersenyum dan mengisyaratkan bahwa ia tak apa-apa.
"Sheryl sudah dateng?" tanya ibunya.
"Sudah bu, dia di samping ibu," jawab Aksa yang tak mengalihkan pandangannya dari Sheryl.
"Duduk nak, kita makan bareng-bareng. Tadi om nya Aksa kesini bawain makanan."
"Iya, bu. Sini Sheryl ambilin buat ibu."
"Makasih ya Sheryl, tadi gimana sekolahnya? Bahagia sama temen-temen kan?" pertanyaan itu yang selalu ibu tanyakan pada Aksa dan Sheryl.
Seketika Sheryl dan Aksa bertatapan, "Iya, aku bahagia kok sama temen," jawab Sheryl. Lalu Aksa mengalihkan pandangan, ia tak sanggup lagi melihat Sheryl yang terus-menerus menyembunyikan kesedihanya.
"Selesai makan nanti, Sheryl balik ke kamar ya bu. Soalnya pr numpuk," ucap Sheryl sembari memberikan sepiring makanan ke ibunya.
"Iya, belajar yang rajin ya. Aksa kalau mau ke kamar juga ga papa, ayo sekarang makan dulu."
Setelah makan, sesuai kata Sheryl ia kembali ke kamar. Aksa membereskan sisa makanan dan membawanya ke dapur. Setelah itu, mengantarkan ibunya ke kamar dan ia pergi ke kamar Sheryl. Aksa mengintip di pintu Sheryl yang sedikit terbuka. Disana Sheryl terduduk menghadap jendela dan memunggungi pintu. Aksa tau, pr numpuk hanyalah alibi seorang Sheryl.
Lalu Sheryl memutar badanya, dan Aksa melihat Sheryl menangis kembali. Tangisanya kali ini cukup membuat Aksa melepas tangan dari gagang pintu. Pasalnya Sheryl menangis tanpa mengeluarkan suara, ia terus memegangi kepalanya dan menjambak-jambak rambutnya.
Aksa sangat frustasi melihat nya begini. Ia hanya bisa menatap Sheryl dari sela sela pintu. Bahkan saat ini Aksa juga menangis tanpa ada satu suara pun yang keluar.
Huhuhu part ini cengeng bgt :)
Ya gimana, namanya juga hidup. Btw cerita ini nggak full romance yaa :)) cerita kehidupannya juga ada. Dann mohon maaf kalo up nya lama :( biasa author sok sibuk. Trus pantengin AKSA, DEA SAMA SHERYL YAA.Kayaknya Aksa sama Sheryl juga cocok? Gimana?
Terimakasihhh
Salam hangat :)Onlydrpa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fiets Prins
Roman pour AdolescentsTentang gadis yang bertemu kembali dengan seseorang yang selama ini ia kenal dengan nama pangeran sepeda putih. Bukan cool boy, bukan pula bad boy. Hanya pangeran sepeda putih yang melekat pada dirinya. "Mingkem" "Ha?" seketika itu juga aku menutu...