Dengan hanya menggunakan celana jeans dan kaus serta tas kecil yang aku gendong di punggung, aku keluar menghampiri Dina dan Sofi.Kali ini aku tidak menggunakan sepeda karena Dina dan Sofi memesan taksi online. Dan kami pun berangkat menuju mall setelah berpamitan dengan ibu kami yang sedang bergosip ria di rumahku.
Kami duduk bertiga, tidak ada yang mau duduk di samping pak supir. Entah, tapi kami memang tak suka duduk di depan.
Aku memasang earphone dan melihat jalan dari jendela yang terbuka setengah. Sedangkan Dina dan Sofi sedang berbincang masalah ikan asin bu Niken yang hilang digondol kucing.
Mobil berhenti, aku rasa lampu merah. Karena bukan kami saja yang berhenti tapi pengendara lain juga.
"Loh udah sampai?"
"Lu liat ga si itu lampu merah, gosip aja sih dari tadi " omelku.
"Yee sante dong mbak" dan mereka kembali bergosip lagi.
Aku memalingkan wajah ke arah jendela lagi, melihat-lihat jalan yang penuh dengan motor ataupun mobil.
Berhenti, tatapanku berhenti lagi untuk melihat orang yang sama. Dua kali, dua kali sudah aku melihat nya. Apa itu benar? Itu benar dia?
"Eh, eh, Din liat deh. Orang itu kaya ga asing ya?" tanyaku ke Dina.
"Mana??"
"Itu loh yang di motor scoopy warna abu item itu" tunjukku pada dua orang laki-laki yang berboncengan di samping kanan mobil kami.
"Bentar-bentar, lah itu kan. Masa lu lupa sih Dea?"
Ah benar kan. Itu dia! Buktinya Dina juga mengenalnya. Aku yakin itu pasti dia, ya walaupun saat ini dia tidak memakai sepeda tapi motor. Tapi itu pasti dia, seratus persen. Mataku tidak bermasalah kok, beneran. GPS cogan di mataku juga saat ini berfungsi.
"Siapa sih din?" tanya Sofi.
"Itu si dea lupa sama tu orang. Padahal kan waktu kita tes masuk sma juga dia ada, ketua osis yang selalu bawa pulpen di kupingnya"
"Ha?!" Aku menoleh ke arah Dina, ketua osis katanya?? Sebentar, apa maksud dari ucapannya itu. Apa pangeran sepeda putih osis di sekolah sma ku? Benarkah? Waktu tes sma aku memang tak melihat ketua osisnya, aku hanya mendengar jika ketua osis itu selalu menaruh pulpen di sela-sela telinganya.
"Ketua osis ya?" tanyaku ragu.
"Iyalah, makanya kalo ada orang lagi ngomong di depan atau ngasi pengumuman di dengerin. Gosip aja!"
Kalau begini. Siapa yang ga semangat buat ke sekolah??
***
"Aaa unicorn nya ucul banget!!! Gila, gila, gila mau beli ah. Eh liat deh ucul kan??!!"
"Sshht diem napa, malu-maluin banget sih." tegus Sofi.
Yah Dina memang selalu alay dalam hal apapun. Ga heran si, cita-cita nya kan mau jadi penonton alay. Aku melihat beberapa pulpen yang lucu lucu. Lalu mendeka ke arah Sofi untuk membisikkan sesuatu.
"Sstt sstt, liat deh mbak-mbak spg nya dari tadi ngeliatin kita" bisikku pada Sofi.
"Iya, itu si dina malah kaya begitu lagi tingkahnya. Malu-maluin banget."
"Suruh diem gih, malu tau" aku menutup wajahku dengan buku cerita nabi yang sengaja ku ambil.
"Gabisa dea. Dari tadi jingkrak- jingkrak ga jelas gitu, ayo ke novel-novel aja yuk, tinggal aja dia disini"
Akhirnya aku dan Sofi pergi meninggalkan Dina yang masih menciumi buku pink bergambar unicorn itu. Dan yang pasti masih dalam tatapan sinis mbak spg.
"Eh dea, gua mau ke toilet dulu ya"
"Hm" jawabku dengan masih membaca novel yanga da di tanganku.
Kembali. Judulnya seperti harapanku.
Harapanku pada pangeran sepeda putih untuk kembali, untuk selalu datang di sejuknya embun pagi, dan membuat hati ini menjadi tak terkendali.Aku rasa cocok untukku, membeli satu saja ga masalah kan? Aku membawa satu novel itu, dan beralih ke novel-novel lainnya.
Tuk.
Aku menoleh, dina saat ini disampingku dengan wajah yang siap memakanku mentah-mentah. Wajahnya dimajukan sampai aku harus memundurkan wajahku beberapa centi.
"Eh Din, jangan gitu napa. Banyak orang bego, ntar dikira apaan" bisikku padanya.
Akhirnya dia memundurkan wajahnya kembali, tapi masih memandangku dengan tatapan ganas.
"Seenak jidat ya lu ninggalin orang di sembarang tempat. Ntar kalo gua diculik gimana, hah?!""Ye elah din mana ada sih yang mau nyulik lu. Mau kaga, jijik iya"
"Eh ada tau, lu ga tau apa dari tadi kita tu ternyata diikutin ama mbak-mbak spg disana. Heran gua mah ama spg nya tuh, gua diikutin terus masa. Malah nafsu banget lagi mukaknya. Kayak ga ada kerjaan banget ngikutin gua"
"Ya salah lu juga sih, punya muka jenis muka-muka pencuri gitu. Kan curiga mbak-mbak nya"
"Heh ngawur aja lu, hasil cetakan pak Romli itu cantik-cantik loh"
"Ya, ya sesuka lu. Gua mau ke kasir"
"Ngapain?"
"Minta cebok sama mbak nya, ya bayar buku ini lah"
"Punya duit kaga lu?"
Ah iya uang. Tunggu, bukankah aku hanya membawa uang lima puluh ribu, dan harga bukunya. Ah sial, kenapa mahal sekali, aku rasa lain kali saja membelinya. Aku berbalik lagi ke arah rak buku, berniat mengembalikan novel yang harganya selangit itu.
"Berapa sih harganya? Oh seratus lima puluh. Udah bawa ke kasir sana"
"Gua ga bawa duit Romli, ah. Gua balikin aja"
Dina menahanku dengan wajah songongnya itu "Gua yang bayar, udah deh ga usah kaya orang susah gitu."
"Yang bener? Lu ada duit?"
"Kartu atm pak Romli di gua, hahaha. Bapak ngasi buat sehari ini aja."
"Makasih!!! Makin sayang deh" aku memeluknya dengan erat.
"Sayang ama gua?"
"Ya gak lah! Ama pak Romli" kataku yang langsung melengos ke kasir.
"Laknat lu bujang!!"
Salam hangat :)Onlydrpa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiets Prins
JugendliteraturTentang gadis yang bertemu kembali dengan seseorang yang selama ini ia kenal dengan nama pangeran sepeda putih. Bukan cool boy, bukan pula bad boy. Hanya pangeran sepeda putih yang melekat pada dirinya. "Mingkem" "Ha?" seketika itu juga aku menutu...