Vierentwintig

33 7 2
                                    


"Kamu mau berangkat Aksa?"

Aksa mengangguk, ia bersalaman dengan ibunya. Sheryl yang tepat berada di samping ibunya menyenderkan kepala nya pada bahu ibunya. Ia tersenyum pada Aksa, Aksa membalasnya, sudah lama sekali setelah kejadian itu Aksa tak melihat senyum manis di bibir Sheryl.

"Sheryl antar Aksa dulu ya bu," ucapnya seraya menuntun ibunya duduk di sofa lalu menyusul Aksa yang sudah terlebih dahulu keluar.

"Nanti sekolah?" tanya Aksa yang menutup pintu dengan pelan.

"Gimana gue sekolah, kalo lo juga ga sekolah? Udah tiga hari kita ga sekolah Aksa, dan lo masih berharap gue mau sekolah lagi?"

"Sstt jangan keras-keras nanti ibu denger," Aksa membekap mulut Sheryl yang suaranya terlalu lantang.

"Maaf."

"Sheryl lo harus tetap sekolah, lo ga percaya sama gue? Gue tiap hari kerja buat lo sama ibu, jadi lo harus tetap sekolah!"

"Gue ga bisa, gue ga bisa dengan entengnya sekolah dan lo susah payah cari duit buat kehidupan kita. Gue, gue denger penagih hutang kemarin, gue denger semuanya."

"Lo, lo ga boleh nguping pembicaraan orang sembarangan. Masalah itu, gue bakal kerja lebih giat lagi."

"Itu hutang ayah lo kan?" Aksa mengangguk, ia menoleh ke arah pintu rumahnya.

"Buat perawatan ibu."

Aksa mengayuh sepedanya, tanpa seragam dan juga tanpa tujuan ke sekolah. Selama tiga hari ini, ibunya hanya tahu bahwa Aksa dan Sheryl pergi untuk bersekolah. Padahal mereka bekerja keras selama tiga hari ini.

Yah, ibunya tak bisa melihat. Aksa sangat sedih dengan hal itu, tapi saat ini rasanya lebih baik daripada sang ibu melihat keadaan nya dan Sheryl sekarang. Hanya ibunya dan Sheryl yang ia punya, ia harus membagi segalanya untuk mereka, apapun itu termasuk hidupnya.

Aksa berhenti, di suatu rumah. Rumah seseorang yang selalu menunggu dirinya tanpa sepengetahuanya. Ia tersenyum, gadisnya pasti sedang bersekolah saat ini.

Ia kembali mengayuh sepeda nya menuju toko paman nya yang tak lain adalah ayah Juna. Tanpa sepengetahuanya, seorang wanita melihat dari balik korden dengan wajah bertanya-tanya.

"Sudah tiga hari anak itu datang kesini. Siapa dia?" tanya ibu Dea yang penasaran.
.
.
.

"Maaf ya om, Aksa telat."


"Nggak apa-apa Aksa, kamu udah sarapan? Kamu nggak sekolah lagi hari ini?"

Aksa menggeleng, ia tersenyum pada pamanya yang berbaik hati memberikan pekerjaan ini.
"Semangat Aksa, maaf om cuma bisa bantu seperti ini."

"Makasih banyak om, semua ini lebih dari cukup. Makasih juga, udah bantuin perawatan ibu."

***

Hari ini, SMA Nusa Pelita mengadakan kemah tahunan. Seperti tahun-tahun kemarin, acaranya akan diisi dengan api unggun dan pensi dari para siswa. Kemah satu hari satu malam ini akan menjadi yang pertama bagi Dea dan teman-temannya.

"Gue kangen rumah," cicit Sofi dengan wajah murungnya.

"Cielah Sof, baru juga berapa jam kita disini."

"Tapi kan sama aja, kangen bubby."

"Cupang mulu lo pikirin!" bentak Dina yang tak tahan karena Sofi selalu membicarakan bubby si Cupang merah miliknya.

Setelah makan siang, mereka bersiap untuk perlombaan yang diadakan. Dan saat ini Dea sedang berisap untuk lomba makan kerupuk.

"Kalo gue udah waktunya lomba, kalian siap-siap ya!"

"Siap bos!" Semangat 45 terlihat di mata mereka. Dan perlombaan pun di mulai.

"BABAK PERTAMA ADA ENAM PESERTA DARI KELAS SEPULUH. AYOO MAJUUU, KERUPUKNYA KEBURU MELEMPEM!!!"

Dea maju dengan semangat, kedua temanya tak terlihat saat ini, pasti sedang mempersiapkan hadiah mereka. Tangan Dea sudah diikat dengan tali rafia di belakang.

"Semangat!" ucap Juna dengan tangan mengepal yang terangkat. Dea hanya membalas dengan senyuman.

"Deaaa!!!! Kita datang!!!" Dea menoleh, teman-temanmya datang membawa sepiring nasi dan kecap serta sebotol tupperware pink milik Dea. Ia tersenyum girang karena hadiah itu.

"Makasihh!!!" Peserta dan siswa lainya hanya melihatnya cengo tak mengerti apa yang dipikirkan mereka bertiga.

PRIIITT!!!

Peluit berbunyi, mereka berlomba-lomba menghabiskan kerupuk yang besar itu, kecuali Dea.

Dengan santai ia menggigit kerupuk dan menerima suapan nasi kecap dari Dina. Ia melakukanya dengan tertawa tawa dan para penonton pun tak kalah tertawa hingga mengabadikan moment itu. Keasikan dengan makananya, Dea sampai tak tahu jika hanya ada dia dan satu siswa lagi di ujung. Dengan sekali gigitan, kerupuk Dea habis dimakanya.

"Yeayy kenyang!!!" Teriak Dea yang berpelukan dengan teman-temannya.

Setelah selesai perlombaan, mereka kembali ke kelas untuk beristirahat dan makan.

"Gue baru tau kalau ada kemah di kelas, biasanya kan orang lain kemah di gunung gitu kan. Ni pasti akal-akalan Juna ni, pacar lo tuh suruh yang benar kalau jadi osis."

"Kok lo bilang ke gue? Ya ke Juna aja kalau berani, emangnya kalau kemah di gunung lo bakal mau ikutan? Kaga pastinya, yang ada lo mati karena stres mikirin cupang," sahut Dina membela pacar kesayanganya.

"Diem deh lo lo pada, gue lagi kekenyangan kerupuk," ucap Dea mengelusi perutnya yang penuh dengan kerupuk tadi.

"Sini-sini gue kasi kabar, nanti malam kita bisa keluar setelah api unggun. Juna yang kasih izin, dia juga nemenin kita," bisik Dina kepada kedua sahabatnya.

"Seriusan?"

"Yes!"

"Jangan bilang siapa-siapa."

"Pasti lah."

"Sip."

Yuhuuu
Kurang sebentar lagi kayaknya harus diakhiri, ya gak?
Kangen Aksa ga? Atau kangen Aksa Dea?

Salam hangat :)

Onlydrpa.






Fiets PrinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang