achtentwintig

24 5 0
                                    

"Kak Aksa?"

Dea mengerutkan dahinya karena tak melihat seorang pun disana. Benar, sudah telat. Ia melirik jam nya yang menunjukkan pukul tiga, pasti sedari tadi Aksa sudah menunggu.
"Aaaa!! Pak Santoso sih!!" teriak Dea yang geram karena tak bisa bertemu dengan Aksa.

Ia berjalan dengan pikiran yang campur aduk, antara sedih dan kesal dengan Pak Santoso. Terus berjalan sambil menggerutu menyesal dalam hati. Hingga sampai di depan rumah Dea yang sudah ada sang ibu di depan pagar.

"Dek pulangnya kok lama?"
Dea tak menjawab pertanyaan mamaknya satu ini, ia lebih memilih mengatur napasnya agar emosi nya tidak meluap.

"Hei! Ditanyain orang tua itu dijawab!"

"Tanya aja sama Pak Santoso mak."

"Loh kok?!"

Dea melirik kotak pos yang ada di sampingnya, terlihat sepucuk kertas yang terjepit di dalamnya. Ia menghampiri kotak pos tersebut.

Ia membukanya dan mendapati sebuah tanaman kaktus hias berukuran sangat kecil dan juga selembar kertas yang ujungnya terjepit.

"Ada paket dek?"

"Iya kayaknya." ia mengambil kaktus tersebut dan juga kertas itu, ia memutar mutar kaktus kecil dengan pot yang kecil juga.

Dan membaca isi kertas tersebut.

Dea,
Gue pikir lo ga mau ketemu sama gue. Ternyata lo lagi ngedate sama Pak Santoso, haha.
Maaf ya maunya gue beliin bunga mawar, tapi tokonya tutup. Jadi gue ambil salah satu kaktus dari rumah gue.
Ga pa pa kan?

Dea,
Gue pergi.
Ke jogja, kaga usah kaget, kaga perlu lari lari nyari gue ke stasiun. Gue berangkat jam setengah tiga.
Gue bukan lagi menghindari masalah. Tapi gue ga mau Sheryl sama ibu direpotin lagi karena masalah ini.
Dan gue juga ga mau, lo terlibat.

Ga perlu sedih, ga ada yang perlu di sedihin.
Semuanya akan baik-baik aja, gitu kan kata lo?
Jaga diri Dea, jangan lupa jaga kaktus gue juga, baru gue tanam dua hari lalu.
Jaga sampai kaktusnya tumbuh bunga, karena katanya ada keajaiban disana.

Maaf dan Terimakasih.
Sampai ketemu lagi, Dea.

A.A

Dea melipat surat itu, ia tak tau harus bagaimana meresponya. Sedih? Sangat. Sampai ia tak mampu mengeluarkan air matanya karena sesak. Ia masuk ke rumah meninggalkan ibunya sendirian yang kebingungan.

"Dek! Kenapa dek?!!"

Bahkan ucapan ibunya tak ia hiraukan dan berjalan terus sampai dalam kamar. Menaruh kaktus di pinggir jendela dan duduk di ranjang menatap kaktus tersebut.

"Kasian banget, gue. Demen ama orang nunggunya bertahun - tahun, udah ketemu ditinggal, di suruh jaga kaktus lagi. Kenapa si?" Dea dengan suaranya yang sangat lemah merutuki nasibnya yang tidak ada untungnya sama sekali.

"Dek, mamak boleh masuk nggak?"

"Iya."

Ibunya masuk melihat keadaan anaknya yang masih lengkap dengan seragam sekolah, kaos kaki yang belum terbuka. Bahkan tas ransel yang masih ia gendong di punggunya.

"Kenapa dek?" tanya Ibu Dea yang melihat tatapan kosong anaknya menjuru pada kaktus di pinggir jendela itu.

Dea menggeleng.

Fiets PrinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang