Zestien

31 8 0
                                    


Lalu saat drama itu tamat, kedua manusia yang menonton pun saling menatap satu sama lain.

"Anjir merinding gue liat dia ditampar begitu," ucap Aksa sambil mengelus pipinya. Dea hanya diam tak berani mengucap satu kata pun setelah apa yang ia katakan tadi.

"Ah gua baru inget, lo tadi bilang suka sama gue? Tapi gua-"

"Ga pa-pa, gue ga minta lo balas apa yang gua bilang tadi kok," sela Dea yang memegang kotak p3k dengan erat. Merasa penasaran akan kata-kata Dea membuat jiwa kepo Aksa pun beraksi. Pasalnya kebanyakan cewe yang ada di sekitarnya selalu ingin cowo yang mereka suka membalas rasa suka itu, dan juga mereka lebih memilih memberi kode daripada berkata langsung seperti Dea ini.

"Kenapa?" tanya Aksa.

"Ya nggak kenapa-napa. Setiap orang kan berhak mengungkapkan perasaanya dan gue pikir setiap orang juga berhak nerima atau nolak perasaan orang lain. Gue udah ngungkapin perasaan gue, masalah lo mau terima apa kaga itu urusan lo," jelas Dea.

Aksa terpana, benar-benar terpana akan kata-kata Dea. Ia berpikir mungkin Dea adalah admin dari salah satu instagram yang membuat kata-kata galau.

"Dari kapan lo suka gue?" tanya Aksa.

"Tiga setengah tahun lalu,"

"Hah?!" kaget Aksa yang dengan spontan juga berdiri. "Eh duduk-duduk," pinta Dea dengan isyarat tangannya.

Aksa kembali duduk, dan merubah wajahnya menjadi datar. "Lo pernah mikir kalo kita terlalu kecil buat yang namanya cinta-cintaan?"

Entah perasaan Dea saja atau tidak tapi saat ini suara Aksa menjadi dingin, begitu juga wajahnya. Dea menjadi takut akan hal seperti ini, ia menyesali tindakanya tadi. Ia hanya mengangguk mengiyakan ucapan Aksa.

"Gue salut karena kata-kata lo tadi. Gue masih punya impian, lo juga pastinya. Ga ada salahnya buat suka sama orang, tapi hal kaya gitu bisa di kesampingin kan?" Dea sekali lagi mengangguk tanpa menampakkan wajahnya.

"Angkat kepala lo, ga usah sok malu," di tengah-tengah keadaan melow begini masih saja suara ejekan itu datang. Dea mengangkat kepala nya dan melihat Aksa yang tengah tersenyum tipis.

"Ayo balik," ucap Aksa dan tangan nakalnya terulur ke kepala Dea untuk mengacak rambutnya yang pendek sebahu itu. Dea mematung, hatinya tak karuan atas tindakan Aksa yang sederhana tapi menakjubkan ini.

Aksa beranjak terlebih dahulu, Dea masih diam. Ia benar-benar syok, "Kak!" panggil Dea.

"Apaan?" Aksa membalikkan badan dan melihat Dea berjalan ke arahnya.
"Gue ga bakal keramas, hahah," ucap Dea kegirangan dan terus memegangi kepala bekas usapan Aksa tadi.

Aksa hanya berjalan dan tertawa sambil memegangi kotak p3k.

***

"Opaaa..!!! Dea kangen.. Dea mau cerita banyak opaa..." Dea menangis tersedu-sedu dan mengelus batu nisan yang tepat ada di depannya saat ini. "Opaa, pangeran sepeda putih dea dateng lagi opa..."

"Hei!"

Dea tersentak kecil, ia menghapus air matanya dan memegangi batu nisan kakeknya dengan terkejut. "Opa?!"

"Ha?"

"Opaa...!!!!" Dea kembali menangis dan memeluk batu nisan itu. "Opaa bisa ngomong, dea denger oppaaa...."

"Heh oppa apaan dah?"

Dea menoleh dan melihat bahunya di pengang oleh seseorang. Lalu ia mendongak, melihat sosok yang tak di duga datang. Yang membuat jantungnya terpacu cepat, lebih cepat daripada melihat hantu.

"Pangeran?"

"Ngapain lo?" Aksa berdiri dengan seragam sekolah lengkap, ditambah dengan wajahnya yang kebingungan melihat Dea.

"Ha?" balas dea tak mengerti. Ia melihat sekitar. Masih kuburan kok, bukan sekolah.

"Lo ngapain nangis di makam ayah gue?" Dea semakin bingung. Pertama karena Aksa datang tiba-tiba, kedua karena ini masih siang bolong jadi bukan waktu untuk mimpi indahnya dengan pangeran dan ketiga, makam ayah nya dibilang?

Dea berdiri dan menatap bingung ke arah aksa. "Makam ayah kakak? Jadi opa gua ayah lo kak?" tanya Dea terkejut. "Jadi lo paman gua?"

Aksa mengernyit, manusia satu di depannya saat ini sedang bicara apa ia tidak tau. Bagaimana bisa ia menjadi paman Dea? Bagaimana bisa ayahnya menjadi opa Dea?

"Lo ngomong apa si? Ini makam ayah gua. Baca nih, Koko Adyatmika!" jelas Aksa dan membuat Dea juga ikut membaca.

Jadi dari tadi gua nangis nangis di depan makam orang. Salah orang dong gua, astagfirullah Dea. Kenapa goblok nya ga ketulungan si. Ekstra joss kukus nya kenapa berefek sampai gua besar sih ah. Malu kan..

"Oh salah ya, terus makam opa gua dimana? Seinget gua disini kok. Malah namanya sama lagi," Dea mendengus dan mencari-cari nama opa nya di batu nisan.

"Namanya siapa?" tanya Aksa yang ikut mencari.

"Djoko Adhitama,"

Salam hangat :)

Onlydrpa.

Fiets PrinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang