Veertien

40 8 0
                                    

Sangking penasarannya dengan maksud Aksa tadi, Dea sampai tak nafsu makan bekal nya. Ia terus menggerakkan kakinya dan menggigit kukunya dengan gelisah.

Brak!! Sebuah gebrakan yang berasal dari tangan Dina yang sudah geram dengan Dea.

"Astagfirullahaladzim!"

"Bisa diem ga lu?" Dina beraksi dengan garpu yang ada di tanganya dan dihadapkanya garpu itu tepat di depan wajah Dea.

Dea hanya diam cengo dengan mulut yang sedikit terbuka. "O oke," balas Dea terbata. Dina pun duduk dan memakan bekalnya kembali, Sofi mengelus-ngelus pundak dina.

"Sabar din sabar."

"Aaaa gima-"

"Diem dea! Daripada ngerengek terus mendingan cari aja dia, tanyain. Ribet banget bucinya sepeda ontel!" bentak Dina ketika mendengar rengekan Dea.

Dengan cepat dea berdiri dan berlari keluar kelas meninggalkan kedua temanya yang sedang menggebu-gebu.

Sampai pada kelas Aksa, ia diam di belakang pintu kelas yang terbuka.
Masuk ga ya? Gausah dah, tapi buat penasaran. Ah masuk, eh nggak, masuk, enggak. Ah terserah masuk aja.

Dugh

Dea menabrak sesuatu, ah bukan lebih tepatnya seseorang. Ia mengelus kepalanya yang terasa sakit sedikit. Lalu mendongak dan ada laki-laki di hadapanya.

"Sakit?" tanya nya.

"Enggak kak," Jawab dea sambil mengusap kepalanya.

"Sori ya," dea hanya mengangguk.

"Temen lo mana?"

Temen siapa? Emang gua punya temen?

"Siapa?"

"Anak pak Romli," balas Juna dengan senyuman yang sangat lebar.

"Oh di kelas,"

"Lo ngapain di sini?" tanya juna secara tiba-tiba.

"Ah anu itu-"

"Woy Junaedi!" Suara itu datang menyelamatkan Dea. Dan pelakunya adalah tujuan Dea.

"Ngapa?" tanya Aksa.

"Kaga lewat doang, cabut gua" Juna pun pergi meninggalkan Dea dan Aksa. Di tengah keramaian yang ada mereka ada di dalamnya. "Ape?!" semprot Aksa pada dea.

"Kaga. Oh iya gua boleh nanya?" tanya Dea dan berusaha mendongak untuk melihat muka Aksa.

"Kaga," balas Aksa lalu berjalan mendahului dea. Dea pun mengejarnya dan berusaha menjajarkan langkahnya.

"Lo tadi ngapain liatin gua di depan gerbang? Lo pengen tau gua ya kak?"

"Kaga tu," Aksa masih berjalan dan Dea masih terus mengikutinya.

"Masa? Lo pengen tau nama gua ya kak? Ha? Ha? Iya kan pasti," dengan bangga nya Dea mengatakan hal semenjijikan itu, padahal sebelumnya ia tak pernah berkata seperti itu apalagi pada lelaki.

"Emang gua perlu nama lo?" tanya Aksa sembari menoleh ke arah Dea, dan dengan sergap memegang pundak Dea saat Dea tertabrak siswa lain di depanya. Dea pun terkejut, lalu ia melihat tangan yang melingkar di bahunya.

"Kan, kan, udah berani pegang pegang!" seru Dea. Seketika itu juga Aksa melepaskan tanganya dan menatap datar ke arah Dea.

"Lo ga mau tau nama gua? Beneran? Gua udah tau nama lo kemarin, masa lo ga mau tau nama gua," paksa Dea.

"Kaga."

"Yaudah, tapi gue mau kenalin. Nama gua itu- aaaa!!!!!" Dea menjerit sekencang-kencangnya karena saat keasikan merayu Aksa ia sudah ada di dalam kamar mandi laki-laki dan saat ini banyak siswa yang sedang buang air kecil disana.

"Woy!!"
"Woy!!"
"Anjay mesum!!" begitulah teriakan dari para siswa dan dengan cepat Dea menutup mata dengan kedua tanganya.

"Gua ga liat kok beneran!! Mata gua sipit, gua ga liat, ga liat," dengan kecepatan kilat Dea membalikkan badanya dan langsung berlari keluar.

Tanpa ada yang mengetahui Aksa yang sudah duduk di atas kloset tertawa terbahak-bahak sampai suaranya hilang.

***

"Aduh puyeng gua, nih tadi gara-gara Aksa ni. Gila mana kamar mandi cowo lagi ah," ucap Dea sambil menelungkupkan wajahnya diantara tangan yang terlipat.

"Itu yang di belakang, angkat kepalanya!" seru Bu Tuti guru sejarah yang benar-benar membawa kita pergi ke dalam mimpi saat mengajar.

"De, dea," bisik Sofi dan tangannya sibuk menggoyang-goyangkan badan Dea. Dea pun mengangkat kepalanya "Apa?" balas dea dengan mata terpejam.

"Dipanggil Bu Tuti."

"Ha?" Dea menegakkan badanya dan melihat Bu Tuti yang sedang berdecak pinggang menghadapnya. "Kamu sakit?" tanya Bu Tuti.

Spontan kepala Dea menggeleng. "Maaf Bu."

"Iya, jangan taruh kepala di meja lagi," Dea mengangguk dan menyenderkan tubuhnya pada kursi. Kedua temannya yang ada di depan terkikik, Dea menatap mereka dengan tatapan sinis. Fokus, itulah yang harus Dea lakukan saat ini, ia menarik nafas panjang dan mengeluarkan secara perlahan. Lalu ia mengambil pulpen dan segera mencatat tulisan di papan.

Menurut Dea pelajaran sejarah bukan satu-satunya pelajaran yang paling membuatnya mengantuk. Semua pelajaran membuatnya mengantuk dan hanya satu pelajaran yang membuatnya bersemangat yaitu istirahat.

Saat asik menulis, Dea merasa ada yang janggal. Ia memberhentikan kegiatanya, lalu melihat di sekitar mejanya.

Ok, ok, aja. Tapi kaya ada yang goyang, apa ya?

Menyingkirkan pikiran aneh itu ia kembali menulis dan sekali lagi ia merasakan sesuatu yang aneh. Dea pun menoleh dan seketika ia terlonjak kaget hingga menggebrak mejanya.

Brak!!

Fiets PrinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang