Zeventien

33 7 0
                                    


"Jadi opa itu, kakek lo?"

"Hooh,"

Aksa tersenyum dan tertawa kecil mengingat wajah dea yang menangis di makam ayahnya tadi. Memang benar dea hanya punya otak satu ons. "Kakak baru pulang sekolah?" tanya Dea penasaran. Pasalnya Aksa masih lengkap dengan seragam batik khas hari jumat. Sedangkan hari jumat adalah hari dimana sekolah Nusa Pelita pulang pagi, dan sekarang sudah jam tiga sore.

"Iya,"

"Kan sekolah udah pulang dari tadi, kenapa baru pulang sekarang?"

Aksa terkejut dan mengalihkan wajahnya dari pandangan Dea. "Eng- gue mau tanya sama lo. Kata lo, lo udah suka sama gua dari tiga tahun lalu. Coba ceritain," ucap Aksa mengalihkan pembicaraan.

"Oh itu, ya gitu," Mereka sampai di hadapan dua sepeda yang saat ini terparkir di depan pintu makam. "Sepeda lo?" tanya Aksa yang mendapat anggukan dari Dea.

Mereka pun menaiki sepeda masing-masing. Lalu Dea bercerita tentang ia yang selalu memikirkan pangeran sepeda putih. Sepanjang jalan Aksa hanya tertawa mendengar penjelasan Dea.

"Masuk sana, gue mau pulang,"

"Ok, makasih kak."

"Pangeran," koreksi Aksa yang menggoda Dea.

"Apasih!" Dea mendengus dan segera masuk kedalam rumahnya. Aksa tersenyum dan kembali mengayuh sepedanya untuk segera menyapa rumahnya.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam, udah?" Dea mengangguk, ia duduk di sofa dan mengambil camilan yang ada di meja. "Pulang sama siapa tadi? Mamak liat adek ngobrol."

"Temen sekolah."

"Beneran?"

"Nggak si, doi itu hehe."

"Halah doi, emang dia mau apa sama kamu? Model gembel begini," Dea mendengus, selama ini ibunya selalu saja begitu, tak pernah mendukung jika Dea menyukai seseorang atau apapun itu.

"Astagfirullahaladzim mamak, Dea sabar loh ini."

Dea mengetikkan sesuatu di benda pipih miliknya. "Nanti kerumah, kita gibah."

***

"ASTAGA DEA DEMI APA?!!"

"GA TAU LAGI GUE, KENAPA GUE YANG BAPER!!!"

"Bisa ga sih pelan dikit ngomongnya! Nanti di denger tetangga!"

"Sumpah ya Dea, lu gercep banget bangga gue sama lu. Ajaran gue emang selalu gini, ga tau lagi gue mah. Kepintaran gue sangat membantu ternyata," cerocos Dina yang sibuk memuji dirinya sendiri.

"Bacot!"
"Bacot!" bentak Sofi dan Dea serempak.

"ASTAGFIRULLAHALADZIM UKHTII, KALIAN KASAR DINA GA SUKA!!"

"Jadi? Udah jadian?"

"Ha?" Dea gelagapan mendengar pertanyaan Sofi dan selanjutnya ia menunduk lemas. "Kaga,"

"Utututu... Anak mommy, sini nak, sini nak. Sakit ya? Kasihan anak kecil kita yang satu ini..."

"Sabar ya Dea, orang sabar disayang gue."

"Ogah banget gue disayang lo!!" semprot Dea yang membuat Sofi tertawa. Tapi ada yang aneh, Dina tiba-tiba merenung. Apakah obat nya telah habis? Atau baterainya sudah tidak berfungsi?

Fiets PrinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang