Keaadaan yang paling aku tak suka adalah awkward. Iya, dimana kita satu sama lain bingung akan berbuat apa untuk menepis hawa dingin yang merisihkan ini.Aku beralih pada ponselku dan menyalakan musik kpop random song. Aku menyukainya karena 32menit lagu itu yang ada hanya bagian reff nya saja sehingga membuat ku tak bosan.
Sesekali tanganku bergerak mengikuti tarian dari lagu yang kudengar. Bukankah semua kpopers juga begitu? Iyakan? Mengakulah kalian!
Tanganku bergerak untuk membuka salah satu camilan jagung dan menghentikan sejenak lagu ku. Tisu yang berada di depan aku ambil, aku taruh di meja lalu aku mengambil segenggam isi dari camilan itu dan menaruhnya di tisu untuk ku makan.
"Nan" panggilku dengan tangan yang menyodorkan sebungkus camilan.
Anan mengangkat kepalanya dan ia hanya tersenyum kikuk. Aku menaikkan bahu acuh lalu berbalik menawarkannya pada Kak Vania.
"Kak" ia juga merespon hal yang sama. Aku heran apakah mereka janjian hanya untuk menerima jajan?
Yasudah aku taruh saja di depan mereka, aku kan juga mau makan. Tidak mungkin aku harus membujuk dan bermohon pada mereka agar mereka mau. Toh jika mereka mau mereka akan mengambil sendiri.
Aku mulai menyetel lagu lagi, sambil memakan tak lupa aku mengikuti lagu yang aku dengar, mataku mengelilingi tempat itu. Hingga dia menatapku, dan aku menatapnya. Senyum, hanya itu yang bisa aku lakukan. Setidaknya wajah jutek ku tidak terlalu ketara saat aku senyum.
Kak Vania hanya membalas senyuman saja. Lalu ia memalingkan wajahnya ke arah Anan. Mereka mengobrol, entah apa aku tidak dengar dan tidak minat untuk mendengarkan. Lagu ku terlalu bagus untuk ditinggalkan.
Entah ini memang benar atau ini hanya perasaanku saja, kenapa yang memesan makanan sangat lama? Apa mereka juga ikut memasak makanannya? Apa mereka harus tawar-menawar dulu?
Ini benar-benar lama, dan aku terjebak di ftv yang ada di depanku saat ini. Anggaplah mereka pemeran utama yang hidup bahagia dengan sejuta keromantisan yang mereka buat. Dan aku? Kalian bisa anggap aku seorang figuran yang tak kasat mata, ghaib.
30 menit sudah khansa serta antek-anteknya pergi. Dan mereka baru kembali dengan berbagai cengiran yang aku tak mengerti apa maksudnya. Laguku berhenti, dan yang pasti sudah habis. Aku melepas earphone dan melihat malas ke arah khansa.
"Kemana aja?"
"Pesen makanan" ucap khansa polos.
"Pesennya di Jakarta?" sindiriku
"Hehe lama ya?"
"Nggak, cukup lah buat haji dua kali"
Mereka tertawa. Lalu menjelaskan bahwa mereka terjebak antre. Sangat ramai katanya, ah basi. Saat aku masuk tadi antrean tidak seramai yang mereka bilang. Aku tau mereka ingin aku berlama-lama disini dengan anan dan vania. Memang teman laknat."Wihh jajan siapa ni?" marhen menyergap jajan itu dengan sarkas seperti orang yang belum pernah makan.
"Santee dong!!" teriak khansa. Aku sedikit menutup telinga, kenapa kebiasaan khansa belum berubah. Apa tidak cukup tiga tahun ia merusakkan gendang telingaku.
Tak lama kemudian makanan kami pun datang, ah telah lama aku tidak makan mie yang dapat membuatku bolak balik kamar mandi ini.
Sebelum makan aku mengeluarkan sebotol tupperware berwarna pink yang penuh dengan air. Lalu aku makan dengan sigap.
Tak sengaja aku melihat anan dan vania yang sedang makan sambil bercanda. Dan detik selanjutnya mereka berhenti tertawa lalu melihat ke arahku secara bersamaan. Otomatis aku memalingkan wajahku, memang sangat ketahuan aku melihatnya. Semoga mereka tidak salah paham.
Rasanya jika begini, aku ingin suatu hari nanti aku dan pangeran sepeda putih bisa satu meja, makan dengan tenang. Hanya itu saja, padahal aku hanya menginginkan hal itu saja tapi rasanya seperti menggapai layang-layang putus yang ditelan gelapnya awan.
"Dea"
"Ha?"
"Udah punya pacar?"
Kunyahan ku terhenti saat marhen bertanya seperti itu. Entah sedang bertanya atau meledek yang pasti wajahnya lebih terlihat meledekku.Aku menggeleng dan melanjutkan kunyahanku. Mendadak aku menjadi lesu, ah pangeran sepeda putih terus saja ada di kepalaku.
"Kenapa? Belum mup on dari enen" tanya khansa memelesetkan nama 'anan'
Yang dipelesetkan namanya pun menoleh, bukan hanya itu tapi kami semua menoleh pada khansa. Apa khansa tidak bisa mengunci mulutnya, aku melotot kearahnya. Lalu kembali menyenderkan tubuhku ke bangku.
Sekali lagi aku menggeleng.
"Masih pangeran sepeda putih" jawabku lesu."Astaga, orang itu?" tanya khansa heran. Aku mengangguk dan kembali menyumpit mie lalu memasukkan ke mulutku.
"Berapa tahun?" sekarang giliran marhen yang bertanya.
"Tiga setengah" dan sekali lagi tatapan terkejut mereka mengintimidasiku.
"Awet ya nunggunya"
"Nunggu lagi?" Kali ini bukan mereka yang bertanya. Tapi anan. Aku menoleh, hanya menaikkan kedua alisku saja sebagai jawabannya.
"Kenapa ga bilang aja kalau suka. Ntar keduluan yang lain, nyesel" aku rasa dia menyindirku karena dulu saat aku suka padanya juga hanya diam, tak ingin mengatakan apapun tentang rasa suka itu.
Aku menatapnya malas. "Kalo dia ada dan gua tau dia siapa, gua ga bakal lakuin hal yang sama kaya yang waktu itu gua lakuin ke lo" jelasku.
Dia sedikit mengerutkan dahi tidak mengerti apa yang aku ucapkan. Lalu vania mengajak nya mengobrol. Dan aku melanjutkan makananku. Rasanya kesal juga membahas ini.
Salam hangat :)
Onlydrpa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiets Prins
Teen FictionTentang gadis yang bertemu kembali dengan seseorang yang selama ini ia kenal dengan nama pangeran sepeda putih. Bukan cool boy, bukan pula bad boy. Hanya pangeran sepeda putih yang melekat pada dirinya. "Mingkem" "Ha?" seketika itu juga aku menutu...