Bab 13

2.4K 272 19
                                    

Karna Laura menolak diantar kembali ke kelasnya, akhirnya Rayyan menunggu Laura di atas motornya sembari memainkan ponselnya. Rayyan menatap perempuan yang saat ini sedang berjalan keluar menuju gerbang. Merasa ditatap, perempuan itu tersenyum miring sembari mendekati Rayyan menarik name tag Rayyan yang berada di seragam bagian kanan atas.

"Narayyan Sadewa, bilangin ke temen lo yang namanya Laura, jadi cewek jangan murahan, di deketin semua cowok mau-mau aja."

Rayyan terkekeh, sedetik kemudian wajahnya kembali datar, ia menarik kerah baju perempuan itu. "Jangan mentang-mentang lo cewek dan nganggap gue nggak berani pukul lo."

"Denger ya, seharusnya lo yang malu. Lo sampe pake puluhan topeng buat ngemis cinta dari Gama," Rayyan mendorong Tessa hingga perempuan itu jatuh di tanah, "walapun lo cewek, gue nggak akan segan-segan buat bikin lo bonyok saat ini juga."

Dari arah koridor dalam, Laura berlari ke arah mereka berdua, membantu Tessa berdiri, membersihkan tanah yang menempel di siku perempuan itu. Dorongan Rayyan tadi cukup keras hingga membuat siku Tessa terluka. Rayyan benar-benar marah. Sedangkan Tessa malah menghempaskan tangan Laura dari tubuhnya, berjalan menjauh dari mereka berdua sebelum menatap Rayyan tajam.

Laura beralih pada Rayyan yang tiba-tiba raut wajahnya berubah, "kenapa Yan?"

"I push her."

"Sampe jatuh kayak tadi? Ya ampun Rayyan, emangnya ada apa sih?"

"Maaf," ucap Rayyan dengan suara kecil, "dia ngehina lo di depan gue."

Laura menghembuskan nafasnya kasar. "Yaudah ayo kita pulang."

Rayyan mengangguk, memberikan helmnya pada Laura lalu melajukan motornya meninggalkan sekolah. Sesampainya di rumah Laura, Rayyan bahkan Laura sendiri terkejut melihat barang-barangnya berserakan di luar rumah. Buru-buru Laura berlari masuk ke dalam, mengecek keadaan Mamanya yang kini sedang membenahi beberapa foto yang berada di lemari di bawah tangga. Di sana juga terlihat Bunda Gama sedang membantu mengangkat kardus yang berisi barang-barang mereka.

Laura tersenyum tipis, duduk di samping Mamanya, memeluk Mamanya dari samping. Tanpa diberi tahu pun, Laura sudah tau jawabannya. Rentenir yang menagih hutang Papanya kembali berulah. Bahkan, Laura sendiri tak sudi menyebut orang itu sebagai Papanya. Karna tak tau lagi bagaimana cara membayar semua hutangnya, Papa Laura menggadaikan rumah ini sebagai jaminan. Satu tahun berlalu, hutang itu belum juga bisa dilunasi, inilah yang terjadi.

Mamanya bilang, satu jam yang lalu rentenir itu datang, membuang barang-barang mereka keluar rumah. Hingga Bunda Gama kaget dan Ayah Gama marah dan mengusir semua rentenir itu. Mama Laura yang tidak tau mau berbuat apa lagi memutuskan untuk pindah dari sana, ingin memulai kehidupan barunya. Tak apa, Laura tak menolak bahkan bila ia harus berpisah dengan Gama, tak apa. Ini takdirnya, ini garis tangannya.

Laura mengajak Rayyan masuk ke dalam kamarnya, membantu Laura membenahi barang-barang di kamarnya. Setelah ganti baju, Laura ikut duduk di lantai bersama Rayyan, melihat foto-foto yang Rayyan pegang. Fotonya dulu dengan Papanya dan dengan Gama. Laura tersenyum tipis lalu beralih pada pakaiannya. Semua pakaiannya ia masukkan ke dalam satu koper besar dan disatukan dengan sepatunya. Pakaian Laura tidak begitu banyak, jadi satu koper besar pun cukup untuk semua pakaiannya. Laura mengambil kardus kosong, mengisinya dengan barang-barang yang ada di meja belajarnya.

"Ini gimana Ra?" Rayyan mengangkat foto-foto yang ia lihat tadi.

"Buang aja," jawab Laura tanpa mengalihkan pandangannya dari barang-barang di meja belajarnya.

Rayyan tersenyum tipis, ia mengambil kardus kosong dan menaruh foto-foto itu menjadi satu di dalam kardus itu. Laku Rayyan beralih membantu Laura dengan barang-barang yang berada di meja belajarnya. Karna barang-barang Laura tidak terlalu banyak, jadi kamar itu kosong secara cepat. Laura berbaring di ranjangnya, menatap langit-langit kamarnya yang ditempeli beberapa hiasan berbentuk bintang dan bulan. Laura ingat sekali, Laura merengek pada Gama untuk memasangkan hiasan itu.

Walaupun langit-langit kamar Laura tingginya minta ampun, Gama tetap mengiyakan permintaan Laura. Alhasil, baru setengah yang ia tempel, tubuhnya sudah terjatuh di lantai yang dingin. Untung saja tubuhnya tidak kenapa-napa. Hanya memar di bagian paha.

"Hidup sekeras ini ya, Yan? Rasanya baru kemarin gue ketawa sama keluarga gue di ruang keluarga sambil nonton kartun kesukaan gue, hari ini semuanya udah hancur aja," Laura memulai ceritanya.

"Keluarga gue hancur semenjak Papa selingkuh, tapi karma datang secepat itu, dia ditinggalin sama selingkuhannya, dia stress dan ngabisin uang untuk mabok-mabokan," lanjut Laura pelan

Laura melirik Rayyan sekilas. "Kadang dia dateng ke rumah saat duitnya udah abis, dia dateng dalam keadaan mabok dan mecahin semua barang-barang saat Mama nggak ngasih dia uang."

Laura memejamkan matanya, mengingat perlakuan Papanya pada Mamanya dulu.

"Dulu, gue suka ngunci diri gue di kamar karna takut kena pukul sama kayak Mama. Tapi gue sadar, dipukul ataupun enggak, semuanya sama aja. Sama-sama sakit," Laura berbalik, menatap Rayyan dari samping, "malam itu lo inget pas Papa nyeret gue?"

Rayyan mengangguk lembut, menunggu Laura melanjutkan ceritanya. "Setiap ngeliat gue, dia nggak akan puas sebelum pukul gue, gara-gara itu ada bekas luka sayatan dan luka memar di pinggang."

"Sejak saat itu gue nggak percaya di dunia ini bener-bener ada cowok yang setia sama satu cewek. Dan Gama, satu-satunya cowok yang paling gue percaya di dunia ini, dia juga pergi tuh, ninggalin gue."

Laura menghapus jejak air matanya, memeluk pinggang Rayyan, menenggelamkan wajahnya di sana. Dan Rayyan membalas pelukan Laura, mengecup puncak kepala perempuan itu berkali-kali. Ia kira, kehidupan Laura sama seperti teman-temannya yang manja dan hanya mementingkan barang-barang bermerk saja. Tapi Laura menangkis jauh-jauh pikiran Rayyan. Laura menyadarkan bagaimana cara takdir bekerja, bagaimana caranya tabah menjalani cobaan yang diberikan. Kehadiran Laura di hidupnya, mengajarkan akan banyak hal, lebih banyak bersyukur misalnya?

Laura bangkit dari posisinya, berjalan keluar kamar duduk di samping Bunda Gama. "Tante, Laura boleh pinjem mobilnya? Laura mau cari kontrakan."

"Boleh banget sayang, nanti Tante suruh Om yang—"

"Nggak usah Tante," tolak Laura cepat.

"Atau Tante suruh Gama pulang? Biar Gama yang nganterin kamu?"

Laura menggeleng pelan. "Laura sama temen Laura aja."

Bunda Gama yang awalnya ragu akhirnya mengangguk sembari menyodorkan kunci mobilnya pada Laura. Padahal Bunda Gama bisa saja menyuruh anak laki-lakinya pulang saat itu juga, tapi karna Laura berkali-kali menolak, Bunda Gama jadi tidak enak untuk memaksa. Alasan Laura sangat klasik, ia tidak mau Gama ataupun keluarga Gama mengetahui dimana kehidupan barunya akan berlangsung.

Laura mendekati Rayyan, meminta laki-laki itu mengantarnya mencari kontrakan yang jaraknya jauh dari perumahan ini. Tanpa bertanya lagi, Rayyan membawa Laura ke kontrakan Tantenya. Kontrakan di sana cukup besar dan harga sewanya juga tidak terlalu mahal. Apalagi itu Tante Rayyan, jadi Rayyan bisa bernegosiasi agar kontrakan itu turun harga walau hanya sedikit.

Setelah Laura merasa pas, barulah mereka kembali ke rumah. Laura juga sudah memanggil mobil pengangkut barang yang tidak terlalu besar karna memang barang-barangnya hanya sedikit. Laura pamit pada kedua orang tua Gama, menyaliminya satu per satu.

"Tante, Laura pamit. "

Bunda Gama mengusap air matanya. Laura yang selama ini sudah ia anggap sebagai anak sendiri, hari ini pergi meninggalkannya. "Jaga diri ya sayang? Maaf Gama nggak bisa nemenin kamu."

Laura tersenyum sembari mengangguk. "Laura titip salam aja sama Gama."

Laura beralih pada Ayah Gama. "Om, Laura pamit."

"Jaga diri Laura, nanti Om mampir ke kontrakan bawain Laura oleh-oleh."

Laura tertawa kecil. "Iya, Om."

Laura memainkan ponselnya, mencari kontak seseorang lalu menempelkan ponselnya di telinga. "Halo Gam?"

"Iya Ra? Maaf gue lagi sibuk, telfonnya bisa nanti aja?"

"Iya, maaf ganggu."

Sambungan terputus.

Laura melambaikan tangannya sebelum memasuki mobil. Hari ini semuanya berakhir, dan besok, kehidupan Laura yang baru dimulai.

- 14 Juli 2019 -

-LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang