"Darimana aja lo?"
Laura yang baru saja masuk lewat jendela kamarnya langsung dikejutkan oleh Gama yang langsung memeluknya. Laura memang bangun lebih pagi untuk membeli salah satu bumbu dapur yang sudah habis di supermarket, sekalian membeli susu coklat. Tapi Gama langsung memeluknya dengan wajah panik.
"Dari supermarket, Gam."
"Gue kira lo diculik."
Laura tertawa, sedangkan Gama menghembuskan nafasnya kasar. Ia membuka baju Laura hingga di perbatasan perut, melihat luka Laura yang masih diperban. "Kita ganti perbannya dulu Ra."
"Iya, gue taruh ini dulu."
Setelah menaruh apa yang ia beli di supermarket tadi, Laura kembali ke kamar. Gama sudah siap dengan kotak P3Knya sembari duduk di ranjang. Gama mengganti perban yang kemarin dengan yang baru, mengolesi luka itu dengan salep karna lukanya sudah mengering. Lalu Gama melilitkan perban pada pinggang Laura. Laura mengernyit bingung membaca grup kelasnya yang tiba-tiba ramai karna katanya akan ada murid baru di antara kelasnya atau kelas sampingnya.
Perempuan, pindahan dari Medan. Laura terdiam, dari Medan, mudah-mudahan ini hanya kebetulan. Pasalnya, mantan terindah Gama yang bernama Tessa, Ayahnya pindah kantor ke Ibukota dan Tessa sendiri sekarang berada di Medan. Kemudian, darimana Laura mengetahui bahwa Tessa akan pindah ke Ibukota lagi? Sosial media. Itu gunanya sosial media.
"Udah."
"Gam, gimana kalo suatu saat lo ketemu sama Tessa lagi?"
Gama terkekeh sembari menyimpan kotak P3K di meja kecil samping ranjang. "Random banget sih pertanyaan lo."
"Jawab aja sih!"
"Ih, tiba-tiba galak."
"Lo sih ngeselin!"
"Yaudah," Gama menatap Laura, "kalo gue balik ke Gama yang dulu, lo tau kan apa yang akan lo lakuin?"
Laura tersenyum geli mengingat apa yang ia lakukan dulu.
"Tampar gue sampe gue sadar," Gama menjawab pertanyaannya sendiri.
"Lo pernah nggak kepikiran kalo kita bakalan satu sekolah lagi sama Tessa?"
"Nggak sih, itu mimpi buruk gue."
"Ya, semoga nggak."
• • •
"Minggir! Gue pengen liat!"
Bel istirahat berbunyi, membuat teman sekelasnya yang awalnya hanya membicarakan murid pindahan dari meja mereka masing-masing kini antri untuk melihat wajah murid itu melalui lubang yang lumayan besar di atas papan tulis. Dua meja ditambah satu kursi disusun agar mereka bisa melihat melalui lubang itu.
Karna kepo juga, akhirnya Laura menyuruh teman-temannya bubar dan giliran ia yang naik. Matanya membulat sempurna ketika melihat perempuan yang sedang memegang kipas batrai di tangannya.
"Shit."
Buru-buru Laura turun dari sana dan berlari menuju kelas Gama. "Shit, shit."
"Gamaleo Narendra!" Laura berteriak di depan kelas laki-laki itu dengan pintu yang tertutup, "Gama!"
Pintu kelas Gama terbuka membuat Laura buru-buru masuk ke dalamnya, menutup pintu rapat-rapat. "Gama!"
Laura mendatangi Gama yang sedang sibuk dengan ponselnya, membawa laki-laki itu ke sudut belakang kelas Gama. Teman Gama yang sudah biasa karna tingkah Laura pada Gama dan Gama pada Laura menatap mereka berdua biasa saja. Mereka berdua berjongkok di sudut kelas Gama, takut ada yang melihat dan mendengar. Berkali-kali Laura menaruh jari telunjuknya di bibirnya, menyuruh Gama diam. Padahal Tessa juga tidak akan mendengar mereka karna kelas Tessa ada sebrang kelas Gama. Laura menatap Gama dengan wajah cemberutnya sedangkan Gama yang tau alasan Laura seperti ini hanya tersenyum geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
-L
Ficção AdolescenteBukan tentang siapa yang paling lama menemani. Tetapi tentang siapa yang menopang saat terjatuh. ABP series II ; -𝗟 ©2019 by hip-po.