Bab 12

2.4K 260 18
                                    

Laura menyusuri koridor lantai 1, matanya menatap langit yang sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Pagi ini Laura mengeluarkan semua yang ia makan sebagai sarapan di toilet sekolah. Sekarang, ia hanya bisa berdoa semoga tidak ada yang melihatnya kali saja darah segar kembali mengalir di bawah hidungnya.

Karna kemarin Laura menolak ajakan Rayyan untuk berangkat bersama, Rayyan tadi pagi menunggu Laura di depan gerbang dan mengantar Laura menuju kelasnya. Pagi tadi, Laura merasa seperti ratu yang dikawal oleh penjaga kastil. Di ujung koridor, matanya dan mata Tessa bertemu, perempuan itu tersenyum miring ke arahnya. Dan Laura sendiri hanya menghembuskan nafasnya berusaha mengabaikan perempuan itu.

"Gimana rasanya Ra? Gue ngambil Gama dari hidup lo untuk yang kedua kalinya?"

Laura hanya diam sembari menatap Tessa datar. Tidak ada respon dari Laura, membuat perempuan itu semakin gemas untuk melanjutkan ucapannya. "Bahkan waktu 2 tahun lamanya lo sama sekali nggak bisa berada di atas gue Ra."

Laura memutar bola matanya malas lalu kembali melangkah. Baru 2 langkah, Laura kembali menghentikan langkahnya.

"Lo udah nggak perawan ya Ra? Udah main berapa kali lo sama Ga—"

Laura berbalik, menampar keras bibir Tessa. "Jaga mulut lo."

Layaknya putri kerajaan dicerita dongeng yang selalu dibela oleh pangeran, Sang Pangeran pun muncul entah darimana. Sayangnya, pemeran utama yang selalu tersakiti sudah kalah oleh pemeran antagonis yang baru saja muncul.

"Lo kenapa sih Ra? Lo boleh benci sama Tessa, tapi jangan main fisik gini."

"Dasar bego," gumam Laura pada Gama sebelum pergi dari hadapan mereka berdua.

Sakit memang, apalagi dibentak seperti tadi oleh Gama. Seumur-umur baru kali ini Gama membentaknya seperti tadi, dengan tatapan tajam yang menusuk. Tapi sekuat tenaga Laura menahan air matanya agar tidak jatuh. Benar kata Rayyan, Gama yang sekarang tidak pantas untuk ditangisi. Entah apa lagi yang akan ia lakukan agar bisa mengembalikan Gama yang dulu dan entah apa yang Tessa lakukan pada Gama hingga membuat laki-laki itu menjadi Gama yang lain.

Lagi dan lagi, Laura merasa kalah pada Tessa, perempuan itu benar-benar mengambil apa saja yang ia mau dari Laura. Bahkan jika bisa mengambil nyawa Laura, Tessa akan melakukannya dari dulu-dulu. Dan Gama dengan bodohnya ditipu daya oleh seorang Tessa. Seberubah bagaimana pun Tessa, Tessa tetaplah Tessa.

Laura menyentuh bagian bawah hidungnya, merasakan ada yang mengalir dari sana. Buru-buru Laura berlari menuju toilet, membersihkan semuanya hingga tak tersisa lagi. Laura menghembuskan nafasnya pelan sembari menatap pantulan dirinya di cermin. Tubuhnya lebih kurus, wajahnya terlihat pucat dan tenaganya tak seperti dulu.

Pernah satu kali, Laura menaiki meja guru yang berada di depan kelasnya, hendak konser dadakan seperti yang ia lakukan dulu-dulu. Tapi yang ia dapat hanya rasa mual dan kepalanya mendadak pusing. Saat itu, Laura mulai berpikir bahwa penyakit ini benar-benar memakan sedikit demi sedikit tenaganya. Laura keluar dari toilet sembari menyentuh bawah hidungnya, memastikan tidak ada lagi darah yang tersisa di sana. Dari samping pintu toilet, Rayyan menyodorkan sebungkus tisu pada Laura.

"Maaf gue nggak bisa nemenin lo makan siang tadi."

Laura tertawa kecil. "Nggak pa-pa, santai," Laura mengusap sisa air yang berada di bawah hidungnya dengan tisu.

"Tapi lo makan siang kan?" tanya Rayyan memastikan Laura tidak melewatkan makan siangnya.

"Iya Yan."

Rayyan mengajak Laura duduk di kursi taman belakang. "Jadi, apa yang gue lewatin?"

"Lo nggak liat gue nampar Tessa."

-LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang