1 tahun kemudian.
"Ra, ada yang nyariin lo."
"Siapa?" Egha hanya mengangkat bahunya sebentar lalu duduk di samping Keira.
Padahal Laura dan Keira sedang asik membicarakan sesuatu yang mestinya tidak terlewatkan. Laura yang sedang memakai hoodie putihnya, menutupi kepalanya dengan kupluk hoodie itu. Kemoteraphi yang mengambil waktu selama 1 bulan lebih membuat tubuh Laura terkadang terasa remuk karna sepanjang hari harus istirahat di brankar.
Dan kemoteraphi yang ia jalani juga mengambil semua helai rambutnya hingga tak tersisa sedikit pun. 1 tahun berlalu, rambut Laura sudah tumbuh sebahu sekarang. Laura membuka pintu lalu membulatkan matanya tidak percaya.
Laki-laki itu tersenyum tipis. "Hai Ra."
"Hai, Yan."
Laura yang sedari tadi berada di kamarnya, tidak bisa untuk tenang mengingat Rayyan sedang berbincang dengan Eyangnya di ruang keluarga. Saat ini, ia sangat amat membenci Egha. Pasalnya, selama 1 tahun ini, Egha selalu mengabari Rayyan tentang kondisinya melalui kontak Rayyan yang Egha ambil diam-diam pada ponsel Laura.
Alasannya hanya klasik, Rayyan selalu ingin tau kabar tentangnya setiap saat. Padahal Laura hampir setiap malam menangisi Rayyan di ruang rawat. Ah, Laura sangat malu sekarang. Bagaimana jika Egha memberi tahu segalanya pada Rayyan?
Keira yang sedari tadi duduk di ranjang Laura tertawa kecil melihat tingkah Laura. Padahal Keira sendiri sudah tahu bahwa Rayyan selalu datang hanya untuk melepas kerinduannya pada Laura walaupun Laura sama sekali tidak tau tentang kedatangannya.
"Duduk dulu Ra," tegur Keira dengan senyumannya.
Laura menggeleng. "Nggak bisa Kak. Aku nggak tenang kalo kayak gini," ucapnya tanpa menghentikan langkahnya ke kiri dan kanan.
Keira tertawa. "Lucu ya kalian berdua."
Pintu kamar Laura diketuk oleh Egha, laki-laki itu menyuruh Laura keluar untuk menemui Rayyan. Setelah menghirup dan menghembuskan nafasnya berkali-kali, Laura berjalan ke arah taman belakang, duduk di samping Rayyan.
Lagi, jantungnya berdetak dengan kencang, nafasnya tersendat-sendat, padahal Laura sudah pikirkan apa yang akan ia bicarakan saat duduk berdua dengan Rayyan nantinya. Dan sekarang, lidahnya terasa kelu dan tubuhnya seketika gugup setelah duduk di samping laki-laki itu.
"Udah lama ya Ra? Kamu nggak kangen sama aku?"
Laura hanya diam, ia mengadu jari-jarinya hingga ada beberapa yang terluka akibat ulahnya sendiri. Sedangkan Rayyan bingung harus melakukan apa agar rasa canggung ini hilang. Langit mulai menggelap dan mereka masih saja saling canggung di taman belakang.
Egha dan Keira yang melihat itu dari dalam hanya bisa tertawa kecil sembari menjauh dari sana, takut menganggu. Laura menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, ia berbalik, menatap Rayyan dari samping. Rayyan semakin tampan dari yang ia lihat terakhir kali. Rahangnya semakin tegas dan tubuhnya semakin tegap, Laura rindu melihat Rayyan setelah semua ini.
Laura berdiri, mengusap tengkuknya. "Kita masuk aja."
"Iya," Rayyan berhenti melangkah, membiarkan Laura unggul beberapa langkah di depannya. "Ra?"
"Iya?" jawab Laura sembari berbalik, menatap Rayyan.
"Kita bisa keluar malam ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
-L
Teen FictionBukan tentang siapa yang paling lama menemani. Tetapi tentang siapa yang menopang saat terjatuh. ABP series II ; -𝗟 ©2019 by hip-po.