Bab 9

2.5K 263 8
                                    

Rayyan benar-benar menepati ucapannya yang akan menjemput Laura jam 7 malam. Bahkan laki-laki itu datang 20 menit sebelum jam 7. Untung saja Laura sudah mandi sisa berpakaian saja. Saat keluar dari kamar, Laura melihat Mamanya tersenyum sembari berbincang dengan Rayyan. Jarang-jarang ada pemandangan seperti ini, biasanya Mamanya sangat tidak ingin berinteraksi dengan orang yang belum dikenalnya, tapi Rayyan bisa membuat Mamanya nyaman.

Setelah berpamitan, mereka berdua berjalan menuju motor Rayyan, Rayyan memberikan helmnya pada Laura yang sedang menatap kamar Gama yang berada di lantai 2. Dari pulang sekolah tadi, Laura sama sekali tidak melihat Gama. Laura kira motor Gama sedang berada di bengkel, tapi ketika bertanya pada Bunda Gama, laki-laki itu memang pulang dari sekolah. Bahkan Gama sama sekali tidak mengabarinya.

"Ah iya," Laura menerima helm dari tangan Rayyan.

Di sisi lain, Gama sedang menemani Tessa menebus obat Bundanya. Setelah kejadian di UKS tadi, Gama jadi berinisiatif untuk menjenguk Bunda Tessa yang dirawat di rumah sakit. Masih dengan seragam sekolah, mereka berdua berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tessa yang sibuk dengan obat-obatan yang ia tebus tadi dan Gama yang sesekali melirik Tessa dari ekor matanya.

Dua tahun berlalu, Tessa benar-benar berubah. Dari pribadi yang angkuh dan manja, Tessa berubah menjadi pribadi yang sabar dan mandiri semenjak Bundanya stroke. Melihat kondisi Bunda Tessa, membuat Gama terdiam. Hidup Tessa benar-benar berubah. Karna Bunda Tessa terkena stroke, Ayah Tessa jadi mati-matian mencari uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Belum lagi denda yang ia bayar untuk Gio.

Gama mengikuti Tessa masuk ke kamar rawat, mereka berbincang sedikit walaupun respon Bunda Tessa hanya bisa tersenyum sangat tipis. Kalau begini, Gama malah takut jika nanti Tessa ada dorongan untuk bunuh diri. Masalah ini tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi Tessa hanya sendiri merawat Bundanya. Gama bangkit dari duduknya, mengajak Tessa keluar untuk makan malam. Awalnya perempuan itu menolak, karna Gama memaksanya, mau tak mau Tessa harus pergi. Mereka berdua makan di warung nasi goreng di pinggir jalan sebrang rumah sakit.

"Tante udah berapa lama?"

"4 bulan Gam. Sebelum Bunda sakit, Ayah sama Bunda sama-sama banting tulang untuk Kak Gio. Kak Gio suka ngambil uang Bunda, perhiasan Bunda trus dijual dan ditukar sama narkoba. Nggak habis pikir gue sama dia."

Gama mengangguk sebagai jawaban. Tessa melirik Gama sekilas lalu mengaduk nasi gorengnya. "Lo inget nggak sih dulu gue pernah numpahin pepsi? Malu banget kalo ingetnya."

Gama tertawa kecil mengingat kejadian itu. "Iya, sampe orang di depan lo minta maaf padahal itu salah lo."

"Malu banget sumpah, apalagi lo yang bersihin pepsi itu gara-gara nggak enak sama Mbak-mbaknya."

Sedangkan Laura dan Rayyan, mereka berdua tersenyum lebar. Laura yang tersenyum sembari menatap pemandangan di bawahnya dan Rayyan yang tersenyum melihat Laura tersenyum. Impian Laura benar-benar Rayyan wujudkan. Dulu Laura pernah memimpikan ia naik bianglala yang berada di pasar malam bersama Gama, setelah itu Gama akan mendapatkan boneka yang ia dapatkan dari permainan kaleng-kaleng, seperti cerita yang pernah ia baca di novel.

Tapi sekarang bukan Gama yang berada di sisinya sekarang, tapi Rayyan. Tak apa. Sama saja, Rayyan atau Gama, rasa menaiki bianglala ini akan sama saja. Bicara tentang Gama, hari ini ia sama sekali belum berbicara dengan laki-laki itu.

Setidaknya ia harus bisa merasakan menaiki bianglala walau ini kesempatan terakhirnya.

Setelah selesai, Laura menarik lengan Rayyan menuju pengukir gelang yang berada di samping rumah hantu. Rayyan langsung menarik kembali lengannya, membuat Laura juga ikut terhuyung ke bekalang.

-LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang