Hari ini mereka semua kembali berkumpul di ruangan OSIS untuk membicarakan acara perpisahan. Kalau kemarin tema perpisahan dan apa saja yang akan tampil, hari ini mereka membahas tentang perlengkapannya.
Karna penanggung jawab bagian perlengkapan ada, bendahara OSIS ditugaskan untuk menagih setiap perwakilan kelas. Bukan hanya Laura yang sibuk, Rayyan lebih sibuk lagi karna dia harus memastikan semua penanggung jawab bekerja dengan baik.
Rapat hari ini, Gama tidak ada. Itu berarti, Rayyan benar-benar meminta Jihan untuk menggantikan Gama sebagai perwakilan kelas. Laura duduk di kursi taman belakang sembari merenggangkan otot-otot tubuhnya. Di sampingnya tidak ada Rayyan, yang ada hanya sebotol air dingin yang ia baru saja beli di warung belakang sekolah.
Matanya menatap langit biru tanpa awan kali ini. Laura yang tadinya ingin meminta Rayyan menemaninya istirahat tidak jadi karna melihat Rayyan sedang sibuk. Dari arah samping, Rayyan datang dengan nafas yang terengah.
"Kalo mau kemana-mana tuh bilang. Aku keliling sekolah nyariin kamu," ucap Rayyan sembari duduk di samping Laura.
"Tadi aku liat kamu sibuk jadi aku pergi sendiri."
Rayyan menghela nafasnya kasar. "Sesibuk apapun aku, aku juga nggak akan biarin kamu pergi sendirian."
"Iya maaf."
Rayyan menggulum bibirnya yang kering lalu meminum botol air yang tadi Laura beli. Laura menatapnya dari samping. "Kamu masih lama ya?"
"Iya masih lama," jawab Rayyan setelah meneguk air itu, "kamu mau pulang duluan aja?"
"Nggak usah, aku nunggu kamu."
"Ayo aku anter."
"Ih, aku mau nunggu kamu aja."
"Nunggu aku di rumah aja," Rayyan mengenggam tangan Laura pergi dari sana, "di rumah aku."
"Di rumah kamu?" tanya Laura memastikan.
"Atau mau pulang aja?"
"Aku mau ke rumah kamu!"
Rayyan benar-benar mengantar Laura ke rumahnya, menitipnya pada Bundanya. Sementara ia kembali ke sekolah, kembali menyiapkan perlengkapan untuk acara perpisahan. Gedung sudah ia sewa dengan harga yang cukup tinggi. Ini terakhir kalinya, kapan lagi? Setelah menemani Jihan menyewa perlengkapan, Rayyan kembali berdiskusi dengan teman-teman OSISnya.
Pukul 7 malam, mereka semua baru bisa bersantai di ruang OSIS sembari berbincang kecil. Rayyan menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki, kedua tangannya ia taruh di dahinya. Telinganya memang berfungsi baik mendengar perbincangan teman-temannya, tapi pikirannya kemana-mana. Pernah Rayyan berpikir, apa saja yang sudah Gama lakukan hingga mereka berdua—Gama dan Laura bertahan hingga 18 lamanya. Berarti memang mereka berdua sama sekali tidak ada keinginan untuk saling melepaskan. Hingga Gama menghajarnya malam itu, Rayyan sadar bahwa Gama memang melakukan apa saja agar Laura tetap menjadi miliknya.
Namun, belakangan ini entah kenapa, Gama berubah. Bahkan Laura yang selalu Gama nomor satukan, sekarang menjadi tidak berarti. Semua ini sejak perempuan bernama Tessa itu datang.
"Yan!"
Rayyan mengerjapkan matanya pelan. "Kenapa?"
"Daritadi gue panggilin, nggak denger."
Rayyan tersenyum tipis. "Maaf-maaf. Kenapa?"
"Anak-anak udah mau pulang, lo nggak pulang?"
"Duluan aja, gue nanti."
"Oke," jawabnya sembari menutup pintu ruangan.
Sisa Rayyan sendirian di sana. Laki-laki itu berjalan menuju meja kecil di samping kamar mandi. Beberapa berkas OSIS terpajang rapih di sana. Tangan Rayyan menarik laci lemari tersebut, mengeluarkan beberapa lembar foto yang sempat diabadikan ketika ada acara yang OSIS adakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
-L
Teen FictionBukan tentang siapa yang paling lama menemani. Tetapi tentang siapa yang menopang saat terjatuh. ABP series II ; -𝗟 ©2019 by hip-po.