"Diri lo bajingan!"
Namanya Gamaleo Narendra, laki-laki yang saat ini sedang menghajar seseorang hingga terkapar di tanah. Keringat membasahi seragam sekolahnya, luka memar di rahang dan dahinya lalu ujung bibirnya sobek, buku-buku tangannya merah, nafasnya naik turun. Gama yang satu tahun terakhir ini sudah menahan dirinya agar tidak menghajar seseorang lagi, hari ini ia kalap.
Terakhir kejadian seperti ini, ia menghajar seseorang hingga orang itu masuk rumah sakit dan dirawat hingga 2 minggu lamanya. Laki-laki yang dikenal dengan sikap humorisnya kini berubah menjadi monster, siapa saja bisa diterkamnya. Matanya menatap tajam orang di hadapannya, sesekali kalimat kasar keluar dari mulutnya dan diikuti oleh kepalan tangannya.
Sedangkan yang dihajar adalah Chandra, orang yang baru 1 bulan ia kenal. Chandra sudah terkapar di tanah sembari melindungi perutnya dari kaki Gama yang saat ini siap menghantam perutnya lagi. Nafasnya sesak, tubuhnya seakan remuk dan Gama masih menyuruhnya berdiri kembali berduel dengannya.
Saat ini, Chandra baru menyesal sudah menganggu mereka.
Dan dari tikungan, Laura, perempuan dikuncir kuda berteriak memanggil nama Gama, nafasnya terengah karna ia harus berlari dari sekolah menuju gedung tua yang jaraknya agak jauh dari sekolah. Ia meninggalkan semua barang-barangnya termasuk ponsel yang menjadi barang yang sangat ia sayangi di sekolah saat mengetahui bahwa Gama sedang menghajar Chandra di gedung tua ini.
Untungnya, matahari sedang bersembunyi dibalik awan hitam karna takut melihat Gama yang seseram monster. Kakinya lemas ketika melihat Gama benar-benar menghajar Chandra secara membabi buta.
"Gam udah," Laura menarik lengan Gama yang tak dihiraukan oleh laki-laki itu.
"Gama!" teriak Laura ketika kaki Gama kembali menghantam perut Chandra, "Gam, udah Gam."
"Biarin aja, biar dia tau gimana rasanya jadi orang brengsek," ucapnya cepat tak melepas pandangannya dari Chandra.
Gama mundur dua langkah melihat hasil karyanya dengan senyum miring. Laura menghampiri Chandra, berniat membantu laki-laki itu. Namun lengannya sudah kembali ditarik oleh Gama, dan kini Gama yang berjongkok sembari menatap Chandra, menarik dagu laki-laki itu.
"Gue udah pernah bilang sama lo, lo nyakitin Laura, lo berurusan sama gue," Gama berdiri, matanya tak lepas dari sosok Chandra. "Dan lo nggak pantes buat nyakitin Laura."
"Gama, udah ya?" halang Laura saat kaki Gama hampir menghantam perut Chandra lagi.
Setelah itu, Gama menarik lengan Laura menjauh dari tempat Chandra berada. Gama memberi Laura helm tapi perempuan itu malah meminjam ponsel Gama, menempelkan benda pipih itu di telinganya. Sembari menunggu orang yang ditelfon menjawab, Laura mengigit kukunya tak tenang.
"Halo, lo bisa ke gedung tua deket sekolah? Chandra babak belur. Makasih Yo."
Lalu Laura kembali mendekati Gama, mengembalikan ponsel laki-laki itu lalu menerima helm yang diulurkan oleh Gama. Gama mengantongi ponselnya, menunggu Laura naik ke atas motornya. "Ngapain lo sampe nelfon temennya? Biarin aja dia mati disitu."
Laura hanya menghembuskan nafasnya kasar mendengar ucapan Gama. Mereka berdua akhirnya ke sekolah karna Laura bilang tasnya ada di sana, Gama menunggu di motor karna dipaksa oleh Laura. Padahal Gama sudah bersih keras untuk menemani Laura ke dalam tapi Laura tetap keras kepala.
Ya, yang Chandra sebut 'mereka' tadi adalah Gama dan Laura. Dua orang yang dari kecil tak pernah terpisahkan walaupun jika beradu mulut dunia bisa hancur dalam seketika. Laura yang keras kepala dan Gama yang tidak mau mengalah. Karna itu yang membuat mereka berdua menjadi dua orang yang tak terkalahkan di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
-L
Teen FictionBukan tentang siapa yang paling lama menemani. Tetapi tentang siapa yang menopang saat terjatuh. ABP series II ; -𝗟 ©2019 by hip-po.