Bab 31

6K 336 82
                                    

4 tahun kemudian.

Perempuan yang kini berbaring di sofa dan memakai gaun coklat selutut tanpa lengan, sedang memainkan ponselnya dan sesekali memakan kue kering yang berada di toples. Sudah 5 toples yang ia makan dan semua isi dari toples itu sisa setengah.

Laura menghembuskan nafasnya kasar, ia menatap langit-langit ruangan ini, kedua kakinya yang terbalut sepatu dengan lambang bintang ia maju mundurkan di bawah. Rambutnya kini sudah mencapai punggung, ia gerai hingga menyentuh lantai ruangan. Sudah 2 jam Laura menunggu di ruangan ini, tapi sang pemilik ruangan tidak kunjung datang.

Ia juga sudah lelah berkeliling gedung besar ini dan kembali ke ruangan ini. Pintu ruangan terbuka, memperlihatkan laki-laki bertubuh tegap memakai setelan jas lengkap yang membuat jantung Laura berdegup sangat kencang.

"Hai, babe."

Rayyan melepas jas yang melekat di tubuhnya, dan menaruhnya di sandaran kursinya. Ia tersenyum sembari menatap perempuan yang sedang berbaring di sofa sembari menatapnya. Laura tersenyum geli, ia bangkit dari posisinya, duduk sembari merenggangkan kedua tangannya. Rayyan yang mengerti langsung membawa Laura ke dalam pelukannya.

Laura mengusap leher Rayyan bagian belakang. "Tuan CEO sibuk banget. Aku nunggu di sini udah 2 jam."

Rayyan tersenyum tipis. "Kenapa nggak bilang-bilang kalau mau datang?"

"Aku nggak mau ganggu kamu."

Pintu ruangan Rayyan terbuka tiba-tiba dan diikuti oleh suara yang sangat Rayyan kenali. "Maaf Tuan, saya—"

"Knock, please."

Laura tertawa kecil sembari melepas pelukannya, ia merapikan pakaiannya lalu ikut berdiri di samping Rayyan yang sedang membaca kertas yang berada di map itu.

Semenjak Rayyan diangkat menjadi CEO di perusahaan ini, sikap Rayyan berubah. Rayyan menjadi pribadi yang dingin, tak terlalu perduli sekitar dan keras. Tapi ketiga sikap Rayyan yang itu hilang ketika bersangkutan dengan Laura.

"Maaf Tuan, saya menganggu, saya tidak tahu jika ada Lau—"

"Mrs. Sadewa," potong Rayyan cepat.

"Ah ya, Mrs. Sadewa di ruangan ini."

Laura kembali tertawa kecil. "Laura aja Jih."

Ah ya, yang menjadi sekertaris Rayyan, Jihan. Semenjak tau Jihan yang mendaftar sebagai sekertarisnya di perusahaan ini, Rayyan langsung mengangkat perempuan itu tanpa perhitungan dari perusahaan. Karna itu Laura sempat marah besar pada Rayyan dan menolak bertemu dengan laki-laki itu selama 1 minggu lamanya. Namun saat Rayyan memberi penjelasan, Laura hanya bisa pasrah. Lagipula, semenjak Jihan bekerja di sini, Rayyan jadi bisa lebih santai dari sebelumnya.

Rayyan menutup map tersebut. "Kosongkan jadwal saya besok."

"Tapi Tuan, besok ada pertemuan dengan calon investor."

"Acara besok lebih penting untuk saya. Kamu boleh pergi."

Setelah menunduk sopan, Jihan yang sudah 1 tahun ini menjadi sekertaris Rayyan keluar. Laura melingkarkan kedua tangannya pada leher Rayyan lalu mengernyit. "Besok ada acara penting apa?"

"Wisuda kamu."

Laura tersenyum. "Rapat kamu lebih penting."

"Tapi, kamu lebih penting daripada segalanya."

Laura tertawa kecil, mengecup pipi Rayyan sekilas lalu beralih mengambil tasnya yang berada di sofa. Ia harus pergi sekarang.

• • •

-LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang