Bab 10

2.5K 272 11
                                    

Pukul 11 malam, Gama baru sampai di rumahnya. Sebelum memasuki rumahnya, ia sempat melirik jendela kamar Laura. Dengan langkah cepat, Gama memasuki kamarnya, membersihkan seluruh tubuhnya dan mengganti baju seragamnya. Ia berlari kecil menuruni tangga, pamit pada Ayahnya yang masih terjaga di depan televisi. Lalu berlari kecil menuju jendela kecil di samping pintu utama, Gama masuk lewat situ dan menguncinya.

Ia merayap masuk ke dalam selimut dan memeluk seseorang yang berada di dalam sana, hangat. Selalu hangat dan nyaman. Hari ini adalah hari yang melelahkan dan mungkin sangat menyibukkan? Iya, menyibukkan, hingga ia tidak sempat berbincang dengan perempuannya mengenai apa yang terjadi hari ini.

Semua orang, dan pastinya Gama tau bahwa jika kita lelah, pasti kita akan pulang, ke rumah.

Pagi harinya, walaupun sudah bergerak selembut mungkin, Gama masih bisa merasakan Laura hilang dari dekapannya. Gama menarik tangan yang berada di sampingnya keras, hingga orang itu terjatuh dengan wajah yang sangat dekat dengannya.

"Pagi."

"Pagi, Gam," Laura menatap kedua mata Gama, "ngapain lo di sini?"

"Tadi malam lo lupa ritual lo."

Laura tertawa kecil, ia terdiam saat Gama menatapnya dalam. "You like you wanna kiss me."

"I do."

• • •

"Tadi malam kenapa?"

Laura mengernyit ketika Rayyan mengatakan hal itu. Pasalnya, Laura yang baru saja ingin masuk ke dalam kelasnya, lengannya sudah ditarik menjauh dari kelasnya hingga ke belakang sekolah, tempat paling sepi di sana. Dan sesampainya di sana, Rayyan menanyakannya dengan pertanyaan aneh.

"Kenapa apanya?"

"Ra, lo tau maksud gue."

Laura tersenyum kecil. "Nggak pa-pa Yan."

"Apanya yang nggak pa-pa? Gue liat lo diseret masuk ke dalam rumah!"

Laura buru-buru menutup mulut Rayyan dan menatap sekitarnya. "Oke-oke, nggak usah teriak-teriak gitu."

"Trus, dia siapa? Kenapa lo sampe diseret gitu? Lo nggak pa-pa?"

"Nggak pa-pa Yan, gue nggak pa-pa."

"Nggak mungkin lo nggak pa-pa Laura! Nggak mungkin lo nggak kenapa-napa abis diseret kayak gitu!"

Laura menghembuskan nafasnya kasar. "Yaudah, lo mau liat lukanya?"

Tanpa menunggu jawaban dari Rayyan, Laura mengangkat sedikit roknya, memperlihatkan luka baret yang berada di pahanya, hasil orang gila itu menyeretnya masuk ke dalam rumah. Laura juga mengangkat setengah baju seragamnya hingga bekas luka sayatan dan luka memar terlihat di sana.

Luka memar itu baru ia dapatkan juga tadi malam, orang gila itu sempat menendang pinggangnya sebelum keluar dari rumah. Rayyan yang melihat itu semua hanya bisa diam, menatap khawatir Laura yang sedang tersenyum ke arahnya. Apa yang tidak apa-apa jika semua luka itu berada di tubuh mungilnya?

"Gue nggak pa-pa, kan?"

"Ra."

"Iya?"

"Gue boleh meluk lo?"

Laura terkekeh, ia memeluk Rayyan, seperti apa yang laki-laki itu mau. Aneh, padahal Laura yang merasakan sakit di tubuhnya, tapi kenapa Rayyan yang ingin memeluknya?

-LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang