Bab 22

2.5K 266 30
                                    

"Kamu ngapain ke sini? Bukannya malam ini acara perpisahan?"

Rayyan duduk di kursi meja rias Laura, menatap perempuannya yang hanya memakai celana jeans panjang dengan baju tanpa lengan. Karna Laura memilih untuk tidak datang ke acara perpisahan, Rayyan juga memutuskan untuk tidak ikut dalam acara itu.

Bagaimana ia bisa bersenang-senang pada acara perpisahan itu, sedangkan sumber kebahagiaannya adalah Laura sendiri?

Bagi Rayyan, lebih baik ia menemani Laura di kontrakan daripada pergi ke acara perpisahan tanpa Laura di sampingnya. Padahal, Laura maupun Rayyan sudah sama-sama bekerja keras demi kelancaran acara, tapi justru mereka berdua tidak datang.

Rayyan memutar musik dari ponselnya lalu bangkit dari duduknya, mendekati Laura dan mengulurkan tangannya. "Mrs. Sadewa?"

Laura tersenyum geli sembari menerima uluran tangan Rayyan. Mereka berdua berdansa persis seperti adegan di film yang pernah Laura tonton. "Seharusnya kamu nggak usah lakuin ini."

"Untuk apa aku ke sana, kalau sumber bahagia aku ada di kamu?"

Laura terkekeh. "How cute you are."

Laura mengalungkan kedua lengannya pada Rayyan, memejamkan matanya sembari melanjutkan gerakan kaki mereka, mengikuti setiap irama. Malam ini, Laura benar-benar menikmati dansanya bersama Rayyan. Lagu selesai membuat Laura membuka kelopak matanya, menatap Rayyan yang juga menatap ke arahnya.

Laura tersenyum lalu mengecup benda favouritenya belakangan ini. "Aku beruntung bisa kenal kamu."

"Ya, aku juga beruntung bisa milikin kamu."

Laura tersenyum geli melihat Rayyan perlahan mendorongnya. Laura menatap langit-langit kamarnya dengan senyum yang mengembang.

• • •

"Steak aja."

Rayyan mengangguk, sembari menyebutkan pesanan Laura. Setelah pelayan pergi, Laura kembali menatap Rayyan. Padahal hari ini sama sekali tidak ada yang spesial. Tapi Rayyan membawanya ke restoran mahal yang menyuguhkan pemandangan sangat indah  di bawah sana.

Laura kira mereka akan makan malam di warung makan dekat kontrakannya, jadi Laura tidak mengganti bajunya. Jika ia mengetahui Rayyan membawanya ke tempat ini, Laura akan memakai baju yang lebih sopan dari ini. Laura hanya memakai sandal rumahan makan di restoran mahal ini.

Sejak masuk ke restoran ini, Laura sudah menekuk wajahnya kesal melihat Rayyan yang tersenyum jahil ke arahnya. Bahkan bekas kemerahan yang Rayyan buat sebelum datang ke sini masih tercetak jelas di lehernya. Untung saja rambut panjangnya mampu menutupi bekas itu.

"Kamu cantik kok, selalu cantik."

Laura menghembuskan nafasnya kasar sembari menatap Rayyan yang sedang tersenyum lebar. Rayyan mengulurkan tangannya, mengenggam tangan Laura dan mengusapnya lembut. "Nggak usah sentuh-sentuh!"

Rayyan tertawa geli. "Galak banget."

Setelah selesai, Laura memeluk lengan Rayyan malu, ia berusaha menyembunyikan dirinya di belakang tubuh laki-laki itu.

Di perjalanan pulang, hujan turun dengan derasnya, membuat Rayyan menghentikan motornya di warung kecil di pinggir jalan. Padahal Laura sudah memaksa Rayyan menembus saja, tapi Rayyan tidak menghiraukan ucapan Laura mengingat baju perempuan itu yang terlalu terbuka.

Buru-buru Rayyan membuka kemeja flanelnya, menyuruh Laura memakai kemeja itu. "Baju kamu nerawang."

"Nggak terlalu kok Yan, kamu aja yang pakai kemeja ini, nanti kamu kedinginan," ucap Laura sembari melepas jaket flanel Rayyan.

-LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang