Bab 26

2.5K 248 5
                                    

Rayyan menyelimuti tubuh Laura hingga menutupi punggung polosnya. Untung saja hanya masuk angin biasa, padahal Rayyan sudah panik setengah mampus ketika suhu tubuh Laura meningkat secara drastis. Tapi Eyang Laura bilang hanya salah satu faktor akibat terlalu lama di pantai tadi. Apalagi angin malam tidak baik bagi Laura, Rayyan jadi tidak enak sendiri.

Setelah minum segelas teh hangat dan sedikit makan sup, Laura tertidur lelap, mungkin efek dari obat yang Eyangnya berikan. Rayyan menutup pintu selembut mungkin agar Laura sama sekali tidak terganggu.

Dari arah tangga, Egha datang lalu tersenyum geli. "Hayo! Abis ngapain aja lo sama Adek gue?"

"Nggak ngapa-ngapain. Dia masuk angin, Kak Egha sih kelamaan."

"Ya maaf Yan, itu musibah."

Rayyan tertawa kecil. "Iya Kak, tapi Rayyan makasih banget, Kakak mau bantuin Rayyan."

Egha tersenyum kecil sembari mengangguk. "Sama-sama. Malam ini lo tidur sama gue aja."

"Kak Keira gimana?" tanya Rayyan mengingat kekasih dari Egha itu.

"Biar tidur sendirian."

Pagi harinya, perlahan Rayyan membuka matanya, Egha masih terlelap di sampingnya. Setelah menemani Egha bermain play station hingga subuh, Rayyan terbangun dengan kepala yang sedikit pening. Ia sudah mengganti bajunya menjadi baju kaus dan celana pendek rumahan yang ia pinjam dari Egha.

Padahal Rayyan mendapat libur hingga 1 minggu lamanya, tapi Rayyan memakainya untuk menemani Laura di sini, bukan untuk meluangkan waktunya dengan keluarganya. Tapi kedua orang tua Rayyan tak masalah, apalagi mereka tau Rayyan selama ini sudah bekerja keras menyelesaikan semua tugasnya demi liburan lebih lama, agar ia bisa menemani Laura.

Bahkan Bunda Rayyan sendiri meminta izin pada Rayyan agar ia juga bisa melihat keadaan Laura di sini, tapi Rayyan melarang, jika Bundanya tidak ada di rumah, siapa yang akan mengurus Zion?

Rayyan berlari kecil menuruni tangga, berjalan menuju dapur di sana hanya ada Eyang dan Keira di sana. Rayyan memakan sepotong kentang yang baru saja Keira goreng tadi.

"Laura tadi Kakak cek masih panas badannya, bawain ini ya ke kamarnya," ucap Keira sembari memberikan nampan pada Rayyan.

"Siap Kak."

Rayyan menaruh nampan itu di meja rias Laura. Kue yang tadi malam berada di sana sudah Rayyan taruh di kulkas. Rayyan duduk di pinggir ranjang Laura, mengecup bahu perempuan itu lembut lalu mengusapnya. Laura mengerang kecil sembari mengeratkan selimut tebal yang menutupi tubuhnya.

"Ra, bangun dulu. Sarapan."

"Iya nanti aja," jawabnya dengab suara kecil. Matanya masih tertutup rapat.

"Nggak pake nanti-nanti. Nanti supnya keburu dingin."

Rayyan membuka lemari pakaian Laura, mengambil sweater tebal dari dalam sana. "Pake dulu nih," ujarnya sembari menaruh sweater itu di pinggir ranjang.

Mau tidak mau, Laura bangun dari tidurnya, memakai sweater yang Rayyan beri lalu mengusap lembut kedua bola matanya, ia menatap Rayyan yang sedang duduk di hadapannya. Ternyata, tadi malam bukan mimpi, dan bunga yang berada di sudut kamarnya masih berada di sana, tak berpindah tempat sedikit pun.

Laura mengerjapkan matanya lalu memeluk Rayyan, menyembunyikan wajahnya pada lekuk leher laki-laki itu. Untung saja virus yang Laura keluarkan tadi malam tidak berefek apa-apa pada Rayyan. Bisa susah urusannya jika Rayyan juga ikutan terkena flu.

Rayyan mengusap punggung Laura lembut, membuat Laura memejamkan matanya. Sekarang bukan Rayyan yang menjadi bayinya Laura, tapi Laura yang menjadi bayinya Rayyan. Benar kata Keira, suhu tubuh Laura sama sekali tidak turun, masih hangat.

-LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang