Dengan lembut, Laura bangun dari tidurnya, tidak mau menganggu Rayyan yang masih tertidur pulas. Laura memeluk selimut yang berada di sudut kamarnya lalu membawa selimut itu keluar. Dengan mata yang setengah tertutup, Laura beranjak menuju kamar mandi belakang, hendak mencuci selimut yang ia peluk.
Keira yang baru saja datang langsung membulatkan matanya sempurna ketika melihat selimut yang Laura peluk. "Kalian—"
Laura menutup mulut Keira. "Jangan keras-keras Kak."
"Jadi tadi malam Rayyan nginep dan kalian—"
"Kak Keira," tegur Laura yang membuat Keira terkekeh geli.
Tak lama setelah sarapan jadi, Rayyan bangun dan langsung bergabung di meja makan. Sarapan selesai, Laura menemani Rayyan ke hotelnya, mengambil tas dan beberapa perlengkapan lainnya. Perjalanan dari rumah Eyang menuju bandara terasa begitu cepat, sepanjang perjalanan Laura tak melepas pelukannya pada pinggang Rayyan. Tak banyak barang yang Rayyan bawa ke Jogja, hanya satu tas besar yang berisi beberapa pakaian dan perlengkapan lainnya.
Laura melepas pelukannya pada lengan Rayyan, ia menatap Rayyan dengan tatapan sendu, sementara Rayyan tertawa kecil. "Bulan depan aku ke sini lagi Ra."
"Lama banget!"
Rayyan tertawa, ia memeluk Laura erat, mengecup berkali-kali puncak kepala Laura. "Jangan nakal di sini, jangan nyusahin Eyang."
"Iya Yan."
"Jangan berantem terus sama Kak Egha, makan tepat waktu, jangan lupa minum obat. Aku di sana, nggak bisa ngabarin kamu 24 jam, kamu baik-baik ya?"
"Iya Yayan," jawab Laura dengan suara kecil.
"Aku berangkat dulu."
Laura mengangguk. "Iya, hati-hati."
Rayyan berjalan menjauh dari Laura, melambaikan tangannya dengan senyuman di wajahnya. Saat punggung Rayyan hilang dibalik pintu, Laura berbalik dan mengajak Egha dan Keira pulang.
Di perjalanan, Laura hanya diam sembari menatap keluar jendela. Egha yang sedari tadi sudah memancing keributan, sama sekali tidak direspon Laura. Sehabis itu, mereka hanya diam, tidak tau harus melakukan apa. Di rumah, Laura juga langsung masuk ke kamar dan mengurung diri hingga makan malam tiba. Laura yang biasanya beradu mulut dengan Egha, kali ini ia hanya diam-diam sembari fokus pada makan malamnya.
Bahkan Laura sampai tidak mendengar saat dirinya diajak bicara oleh Eyang, perlu Keira dulu yang menegur Laura, baru perempuan itu menjawab seperlunya. Laura membaringkan tubuhnya di kasur, menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Jika seperti ini setiap hari, Laura bisa gila. Padahal sebelum-sebelumnya Laura bersikap seperti biasa saja.
Pintu kamar Laura terbuka, buru-buru Laura menutup matanya. Keira masuk ke dalam, menyelimuti Laura dengan selimut tebal lalu menutup jendela agar angin malam tidak masuk. Keira mengusap dahi Laura lembut, lalu keluar dari kamar Laura.
Pagi harinya, sebelum berangkat kuliah, Egha sempat melihat kondisi Laura. Perempuan itu masih terlelap dalam mimpi indahnya. Egha juga sempat memeluk adik sepupunya lalu berangkat ke kampus. Pukul 5 sore, Egha pulang dari kampus dan langsung memeriksa kondisi Laura. Perempuan itu masih terbaring dengan posisi yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
-L
Teen FictionBukan tentang siapa yang paling lama menemani. Tetapi tentang siapa yang menopang saat terjatuh. ABP series II ; -𝗟 ©2019 by hip-po.