Bab 20

2.4K 265 17
                                    

Laura pulang setelah sarapan. Rayyan bilang ia pergi besok ke Bandung karna ada acara keluarga besar, itu berarti hari ini Rayyan harus bersiap-siap untuk besok dan Laura tidak mau menganggu laki-laki itu. Laura membantu Mamanya menaruh kue kering di toples. "Maaf Mah, Laura nggak ngabarin," ucapnya dengan suara kecil.

"Nggak pa-pa, Rayyan udah telfon Mama," Mama Laura melirik anaknya sekilas, "orang tua Rayyan baik sama kamu Ra?"

Laura mengangguk. "Baik banget Mah."

"Baguslah kalau begitu, Mama jadi tenang."

Pagi hari berikutnya, Laura sedang sibuk di dapur, memasak sarapan untuk Mamanya. Tadi malam Laura sempat mencari tahu tentang penyakitnya. Dari semua sumber yang ia baca dan beberapa berita. Ia tau akan satu hal; pasien kanker tidak berumur panjang.

Itu yang memenuhi pikiran Laura sedari tadi malam, apalagi memikirkan tentang Mamanya dan Rayyan. Hanya dua orang itu yang Laura pikirkan, selebihnya, hanya lewat-lewat saja, termasuk Gama. Laura menaruh sepiring udang goreng tepung dan semangkuk sayur di meja makan. Ia beralih membangunkan Mamanya, mengajaknya sarapan.

Laura terdiam saat Mamanya tidak bergerak. Aneh, biasanya jika Laura seberisik tadi, Mamanya sudah terbangun dan memarahinya. Kali ini Laura mendekati tubuh Mamanya, mengoyangkan tubuh Mamanya lembut.

Laura membulatkan matanya tidak percaya, tubuhnya ambruk di lantai, dengan tangan yang bergetar Laura mencoba menghubungi Rayyan.

"Halo Ra?"

Laura hanya diam.

"Ra? Kenapa?" Rayyan bersuara lagi, saat Laura sama sekali tidak menjawabnya.

"Yan?"

"Iya kenapa? Semuanya baik-baik aja kan?"

Laura menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan. "Iya, semuanya baik-baik aja."

"Kamu nggak pa-pa?"

"Iya," jawabnya lagi, mengurungkan niatnya untuk meminta Rayyan kembali.

"Ra?"

"I need your hug."

Sambungan terputus, perlahan kedua matanya kembali menatap tubuh Mamanya yang sedang terbaring tanpa nyawa.

• • •

Suasana pemakaman sore itu terasa sangat memilukan. Langit seakan tau Laura sedang bersedih, hujan turun membasahi gundukan tanah yang kini hampir ditutupi oleh bunga.

Rayyan mengusap bahu Laura lembut, berusaha menenangkan perempuannya. Saat ditelfon oleh Laura pagi tadi, Rayyan bersih keras menyuruh Bundanya membawanya pulang ke Ibukota. Rayyan tau ada yang aneh dari Laura tadi, suara perempuan itu bergetar. Rayyan tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan langsung menuju rumah Laura.

Di sana, Laura sedang duduk sembari memeluk dirinya sendiri dan Mama Laura terbaring di ranjang dengan kain putih bersih menutupi seluruh tubuhnya. Tidak banyak yang datang ke pemakaman, hanya beberapa keluarga dari Laura, Rayyan dan kedua orang tuanya, Bunda dan Ayah Gama juga datang, tanpa Gama.

Sedari tadi Bunda Gama menatap Laura dengan hati yang teriris-iris. Ia sangat menyesal, bahkan saat Laura berada pada titik terendahnya, Anaknya tidak berada di sini, menopang tubuh Laura agar kembali berdiri.

Hingga hujan kembali berhenti, dan orang-orang sudah pergi, Laura masih setia menangis sembari menatap makam Mamanya. Rayyan juga masih berada di samping Laura, tidak meminta Laura untuk berhenti menangis. Rayyan membiarkan Laura mengeluarkan semuanya sore ini.

-LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang