Bab 18

2.3K 266 0
                                    

Selesai Ujian hari terakhir, mereka berdua tidak langsung pulang. Mereka berkumpul di ruangan OSIS dengan pengurus OSIS dan beberapa perwakilan siswa dari setiap kelas untuk membahas tentang acara perpisahan.

Laura duduk di kursi paling ujung kanan, jauh dari Rayyan yang duduk di tengah-tengah, memimpin rapat kali ini. Jujur, Laura sangat menyesal ikut menjadi panitia dalam acara perpisahan kali ini. Pasalnya, Gama yang menjadi perwakilan kelasnya, dan sedari tadi laki-laki itu menatap Laura tanpa mengalihkan pandangannya.

Sembari memainkan jarinya di bawah, Laura mencoba fokus mendengar arahan Rayyan selaku mantan ketua OSIS dan kali ini menjadi ketua panitia perpisahan. Rayyan juga sedari tadi tidak tenang membahas acara perpisahan ketika Laura berkali-kali menatapnya.

Laura menutup hidungnya dan langsung berlari menuju toilet, semoga di ruangan tadi tidak ada yang melihat darah keluar dari hidungnya. Sementara Rayyan yang masih membahas tentang acara perpisahan langsung meninggalkan ruangan itu, mengikuti Laura dari belakang. Keluar dari toilet, Laura langsung disodorkan tisu oleh Rayyan.

"Makasih Yan," ucap Laura sembari mengusap sisa air di bawah hidungnya.

"Mau pulang aja?" tanya Rayyan sembari menatap Laura cemas.

"Iya, nanti aku pesen—"

"Aku anter," potong Rayyan, "nggak ada penolakan, tunggu di sini, aku ambil tas kamu."

Rayyan berlari kecil menuju ruangan OSIS, rapat terjeda gara-gara ia meninggalkan ruangan itu tiba-tiba. Rayyan mengambil tas Laura dan kembali keluar, ia sempat berhenti di ambang pintu. "Nar, lo bisa ambil alih dulu? Gue ada urusan."

"Tapi balik Yan?"

"Pasti," jawab Rayyan singkat.

"Oke."

Rayyan kembali berlari kecil menuju toilet, tidak mau membuat Laura menunggu terlalu lama. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Rayyan mengenggam tangan Laura membawa perempuan itu pulang ke rumah.

Di rumah Laura, Laura menahan lengan Rayyan yang hendak pergi karna ia masih bertanggung jawab dengan rapat tadi. Rayyan menghembuskan nafasnya, kembali mendekati Laura mengusap rambut perempuan itu lembut. "Kamu makan, minum obat."

"Kamu lama nggak? Kalo nggak lama aku tungguin."

"Lama Ra, kamu makan duluan aja. Jangan lupa minum obat, abis itu istirahat, aku ke sekolah dulu," jelas Rayyan sembari berjalan cepat menuju motornya, ia harus cepat-cepat kembali ke sekolah dan memimpin rapat.

Rayyan memakai helmnya lalu menyalakan motornya. Saat baru saja ingin melajukan motornya, Laura menatapnya dengan pipi yang digembungkan. Rayyan tertawa kecil, ia kembali menaruh helmnya di atas motor tanpa mematikan motornya. Rayyan mendekati Laura, membawa perempuan itu ke dalam pelukannya.

"Hati-hati Yan," gumam Laura.

"Iya Ra."

Rayyan berlari kecil menyusuri koridor dan kembali memimpin rapat. Pukul 7 malam, mereka baru bisa keluar dari ruangan itu, bukan karna Rayyan yang melarang mereka untuk pulang sebelum semuanya rumpang, tapi karna terlalu banyak perbedaan pendapat. Apalagi dari Gama.

Entah ini ada hubungannya dengan Laura atau tidak, Gama mengajukan hal-hal yang tidak terlalu masuk diakal untuk diperdebatkan. Hingga Rayyan menyandarkan punggungnya di kursi sembari menatap Gama heran, bahkan teman-temannya yang lain juga merasakan hal yang sama.

Rapat hari ini berakhir juga karna Rayyan memotong pembicaraan Gama, dan menutup rapat itu tanpa memperdulikan sopan santunnya. Rayyan selaku ketua OSIS yang selalu menjaga sopan santunnya, kali ini ia melupakan apa yang selama ini ia jaga, karna Gama. Laki-laki itu benar-benar membuatnya kesal.

-LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang