Bab 29

2.3K 244 16
                                    

Setelah bercerita panjang lebar dengan Bunda Rayyan, kini Laura berada di jalan Ibukota yang selalu ramai. Sekarang Laura sedang menjemput adik Rayyan, Zion, yang saat ini sudah pulang sekolah. Laura menunggu di mobil sembari memainkan ponselnya, sesekali ia melirik gerbang sekolah yang ramai oleh anak berpakaian putih-biru di depannya.

Dari gerbang, Zion langsung mendatangi mobil yang ia kenal sebagai mobil Bundanya, Zion duduk di samping Laura. "Kak Laura?"

"Halo Zion!"

Laura memeluk erat Zion. "Gede banget kamu sekarang."

Zion memasang seatbeltnya. "Masa mau kecil mulu Kak? Kakak kapan sampe? Kakak banyak berubahnya ya?"

"Barusan Kakak sampe," jawab Laura sembari melajukan mobilnya, "iyalah, masa Kakak mau gini-gini aja?"

"Zion kira, Bang Rayyan udah nggak sama Kak Laura lagi. Dia sering bawa cewek ke rumah. Nggak tau, Zion nggak tau namanya, nggak perduli. Zion cuma restuin Bang Rayyan sama Kak Laura."

Mendengar penjelasan Zion yang datar tanpa titik koma, Laura terkekeh. Tapi penjelasan Zion tadi juga berhasil membuat Laura memikirkannya. Hingga mobil memasuki halaman luas rumah Rayyan, Zion turun dari mobil setelah mengucapkan terima kasih.

Di sana, bukan hanya mobil Bunda Rayyan saja yang terparkir, melainkan ada mobil sedan hitam milik Ayah Rayyan dan motor Rayyan. Zion meninggalkan Laura, ia memasuki rumahnya hendak menyalimi Bunda dan Ayahnya di dapur tapi Zion mengurungkan niatnya saat melihat Rayyan dengan perempuan itu, lagi.

Zion memutar matanya malas lalu beralih masuk ke kamarnya. Sedangkan Laura, ia menghentikan langkahnya saat melihat Rayyan sedang berdiri di ambang pintu dapur dengan perempuan yang sangat ia kenali di sampingnya.

"Udah pulang Sayang? Gimana hari ini, Yan?" suara Bunda Rayyan bergema hingga Laura bisa mendengarnya dengan jarak yang cukup jauh.

"Masih sama Bun. Masih kangen Laura."

Rayyan tersenyum kecil ketika mendengar Bundanya tertawa. "Ah iya, Bun."

"Kenapa Yan?"

"Rayyan mau nganterin Jihan ke supermarket abis itu—"

"Pasti lama? Nanti kamu nggak sempat makan malam di sini lagi," potong Bunda Rayyan cepat sebelum Rayyan menyelesaikan kalimatnya.

"Rayyan sebentar doang Bun, habis nganter Jihan pulang, Rayyan langsung pulang."

Iya, Jihan.

Dari dapur, Bunda Rayyan yang sedang sibuk menyiapkan makan malam menghentikan kegiatannya menatap Rayyan yang masih keras kepala. Raut wajah Bunda Rayyan yang tadinya mengerut kesal berubah menjadi senyuman lebar ketika melihat Laura yang berada tidak jauh dari tubuh Rayyan dan Jihan.

Rayyan mengernyit ketika raut wajah Bundanya seketika, ia berbalik, mengikuti apa yang Bundanya tatap.

Seketika tubuh Rayyan mematung, ia menatap seseorang di hadapannya dengan jantung yang berdegup kencang. Seseorang yang memakai balutan gaun hitam selutut sedang menatapnya dengan senyuman tipis.

Rayyan berlari kecil, membawa Laura ke dalam pelukannya, bahkan saking terburu-burunya Rayyan, Laura sampai memekik kaget ketika kakinya tidak menapak di lantai. "Kok bisa? Kamu, kok?"

Laura tersenyum sembari mengalungkan kedua tangannya pada leher Rayyan, ekor matanya menangkap Jihan yang sedang menatap ke arahnya. Laura mengeratkan pelukannya, menyembunyikan wajahnya pada lekuk leher Rayyan.

"Aku kangen banget sama kamu," bisik Laura lembut.

"Aku juga," balas Rayyan sembari mengecup pipi Laura, "tapi kenapa? Kok bisa?"

-LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang