Rayyan mengetuk pintu kontrakan Laura. Aneh, padahal Laura tidak pernah menguncinya jika tau Rayyan akan kembali ke sini. Dua kotak susu di tangan kirinya, dan tangan kanannya mengetuk pintu kontrakan Laura. Setelah menunggu lama, pintu itu terbuka dan menampakkan Laura dengan mata sembab, hidungnya merah dan air mata masih mengalir di pipinya.
"Kenapa?"
Laura langsung memeluk Rayyan erat, menutup pintu kontrakannya. Dari jauh, seseorang menghembuskan nafasnya kasar sembari berjalan menjauh dari kontrakan itu. Ia benar-benar sudah kehilangan Lauranya.
"Kenapa Ra?" Rayyan mengusap rambut Laura lembut.
"Yan, Gama ke sini."
Rayyan tersenyum tipis, mengeratkan pelukannya, ia mendesis, berusaha menenangkan Laura.
"Dia tau aku di sini, dia berdiri di pintu, natap aku. Gama, dia—"
"Iya-iya, dia udah pergi."
"Yan, aku nggak mau di sini. Aku takut Gama ke sini lagi. Aku nginep di rumah kamu ya?"
Rayyan menghembuskan nafasnya kasar. "Iya. Apapun yang kamu mau."
Rayyan benar-benar menuruti keinginan Laura, menginap di rumahnya. Baru saja motor Rayyan berhenti di teras rumahnya, dari dalam, Bunda Rayyan berlari ke arah pintu, menyambut Laura dengan pelukannya. Rayyan tersenyum tipis sembari menyampirkan tas Laura di bahunya, Bundanya memang menyayangi Laura seperti anaknya sendiri.
Setelah menyalimi Bundanya, Rayyan menaruh tas Laura di kamar depan kamarnya dan beralih ke kamarnya. Ia membersihkan tubuhnya setelah itu keluar dari kamar mandi, membuka lemari pakaiannya.
"Yan—"
Laura yang baru saja datang langsung memutar tubuhnya membelakangi Rayyan, pipinya memanas melihat tubuh Rayyan yang sedang bertelanjang dada. Laura mengadu jarinya di bawah sana, gugup ingin melakukan apa. Laura terkejut setengah mati ketika ada tangan yang melingkar di perutnya, Laura menatap langit-langit kamar Rayyan.
"Kamu salah masuk ke kandang singa, Ra."
• • •
Pagi-pagi sekali, Laura sudah terbangun dari tidurnya. Kali ini ia tidak langsung keluar dari kamar, melainkan menatap jendela yang hordennya tidak pernah tertutup dari tadi malam. Sinar matahari menyinari, membuat Laura menyipitkan matanya.
Laura mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polosnya, matanya menatap keluar jendela. Tadi malam, Laura sudah memutuskan bahwa ia akan tinggal di Jogya untuk sementara waktu. Ia hanya ingin menghindari Gama.
Setelah Gama mengetahui dimana ia tinggal, Laura jadi tidak tenang. Apalagi ia hanya sendiri tinggal di sana. Tentang Rayyan, Laura sudah memikirkan semuanya. Mungkin Rayyan akan marah besar padanya karna mengambil keputusan tanpa berdiskusi dengannya terlebih dahulu.
Tapi Laura sudah membicarakannya lebih dulu dengan Bunda Rayyan, dan Bunda Rayyan menyetujui setiap keputusan Laura.
Pintu kamar Laura terbuka, membuat Laura menutup matanya. Hingga pintunya kembali tertutup, Laura baru membuka matanya kembali, ia memakai pakaiannya lalu keluar dari kamar.
Laura masuk ke dalam kamar Rayyan, menatap laki-laki yang kini sedang bertelanjang dada. Tampaknya Rayyan baru saja selesai lari pagi. Laura mengusap tengkuknya canggung, perbincangan kali ini akan terasa sedikit menegangkan.
Rayyan tersenyum lebar sembari mendekati wajah Laura, sedangkan Laura menghindar, ia tersenyum tipis. "Aku mau ngomong sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
-L
Teen FictionBukan tentang siapa yang paling lama menemani. Tetapi tentang siapa yang menopang saat terjatuh. ABP series II ; -𝗟 ©2019 by hip-po.