Lelaki itu melihat jam di tangan berkali-kali. Gelisah melingkupi wajah tampannya yang mulai memerah. Dia mulai memakai kacamata hitam sambil berjalan ke arah lapangan basket.
Teriakan makin histeris, lalu beberapa anak perempuan saling menyenggol lengan sambil tersenyum malu-malu. Namun, langkah lelaki itu berhenti kala melihat Sasha terus berjalan melewatinya, tanpa melirik maupun menoleh sama sekali. Dibukanya kacamata hitam, memastikan bahwa gadis itu memang tak peduli.
"Eh, kamu!" teriak lelaki itu pada Sasha yang makin menjauh. "Oi, anak kepang dua!"
Sasha berhenti karena merasa mempunyai rambut yang dikepang dua, dia menoleh ke kiri dan kanan, berharap ada orang lain yang dipanggil oleh lelaki itu. Lalu jarinya menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, kamu! Sini!"
Sasha mendekat sambil membetulkan kacamata. Sementara lelaki itu meletakkan kacamata pada saku di bajunya.
"Iya, Kak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Sasha pelan.
"Tahu di mana ruang kepala sekolah?"
"Oh, iya. Ruang kepala sekolah di sebelah sana." Sasha menunjuk sebuah ruangan, di sebelah ruangan yang baru saja dia kunjungi.
Lelaki itu melihat Sasha dengan pandangan tak percaya, meneliti dari atas sampai bawah. Gadis dengan seragam yang terlalu panjang, bahkan warnanya pudar. Di sekolah ini terkenal dengan banyaknya murid cantik mengenakan rok di atas lutut, tapi Sasha mengenakan rok di bawah lutut. Sepatu pun terlihat kusam dan sangat ketinggalan zaman. Sebuah novel berada di tangan, menandakan dia memang si kutu buku. Sasha Atmaja, sebuah nama yang akhirnya dibacanya.
Sasha membetulkan kacamata lagi. "Ada lagi?"
"Oke. Kamu bisa pergi." Lelaki itu mengambil kembali kacamata di sakunya, lalu memakai dengan pelan. Dia pun berjalan angkuh ke arah ruang kepala sekolah, tanpa mengucapkan terima kasih.
"Ganteng-ganteng sombong, minta tolong, tapi gak bilang makasih," ucap Sasha pelan, tapi masih bisa didengar oleh lelaki itu.
Lelaki itu berbalik, ingin melabrak Sasha, sayang gadis itu sudah pergi. Menyisakan dendam pada hati sang lelaki.
"Awas aja kamu! Dasar cupu!" Lelaki itu menggeram, lalu berjalan cepat, tak ingin waktunya terbuang percuma.
Wisnu, sang kepala sekolah langsung mempersilakan lelaki itu masuk, saat terdengar pintu diketuk.
"Siang, Pak. Saya Bramasta."
"Silakan duduk, Pak Brama. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk mengajar di tempat ini." Wisnu mengulurkan tangan yang disambut oleh Brama dengan cepat.
"Jadi, kapan saya bisa mulai mengajar?" tanya Brama.
"Kalau besok, bagaimana? Kebetulan guru mata pelajaran Matematika sedang tidak bisa hadir karena cuti melahirkan. Jadi, Pak Brama bisa menggantikan selama guru tersebut cuti."
Brama tersenyum. "Oke, tidak masalah. Kapan pun saya siap!"
Pembicaraan berlanjut, Wisnu menceritakan bagaimana keadaan sekolah sampai saat ini. Sementara Brama memperhatikan dengan saksama, tak ingin ketinggalan satu berita pun.
"Pak, tadi saya bertemu dengan Shasa Atmaja. Dia kelas berapa?"
"Wah, ternyata Pak Brama langsung bertemu dengan si Beasiswa." Wisnu tersenyum.
"Si Beasiswa?" Kening Brama mengernyit, bingung dengan apa yang dikatakan oleh Wisnu.
"Sasha, dia adalah maskot di sini, satu-satunya murid yang masuk melalui program beasiswa. Pak Brama tahu sendiri, di sini dihuni oleh murid-murid dari kalangan elite, hanya Sasha yang bukan. Dia bisa bersekolah di sini karena mendapatkan beasiswa penuh dari yayasan. Nilainya tak pernah turun dan selalu diperbincangkan oleh para guru. Bahkan jika ada guru yang memerlukan bantuan, dia tak segan langsung membantu."
Senyum tersungging dari bibir Brama, tentu gadis itu yang akan menjadi sasaran selanjutnya, "Menarik."
=========
Yuhuuu. Satu part sudah diposting. Dikit-dikit aja, ya? Hehehe. Ditunggu like dan komentar buat cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Rahasia (Sudah Terbit) Repost Sampai Tamat
RomanceSasha Atmaja, seorang anak yang bersekolah dengan beasiswa. Bukan gadis populer karena lebih suka berada di perpustakaan, daripada berkumpul dengan teman-temannya. Kehidupannya yang tenang dan damai berubah 180° saat hadir guru muda, Bramasta. Guru...