Mobil berhenti di depan sebuah rumah megah bergaya Eropa klasik yang didominasi dengan warna putih. Sangat kontras dengan warna mobil milik Brama yang merah menyala. Rumah yang ukurannya dua kali dari rumahnya itu memiliki halaman yang sangat luas. Dikelilingi oleh rumput yang tertata rapi dengan beberapa tumbuhan hias setinggi tubuhnya. Ada jalan beraspal menuju ke pintu utama.
"Kamu mau duduk di situ terus?" tanya Brama tanpa memandang Sasha.
Sasha pun mulai bergerak ke arah pintu, dibukanya pintu mobil, tapi tak bergerak sama sekali. Sasha pun melipat tangannya di atas dada sambil melirik ke arah Brama yang tersenyum kecil.
"Bilang apa?" tanya Brama sambil menoleh ke belakang.
Sasha tetap tak bersuara, dia malah menjulurkan lidahnya, mengejek calon suaminya.
"Cih, dasar bocah!" Brama bersungut-sungut, lalu membuka kunci mobilnya.
Tanpa senyum, Sasha langsung keluar, meninggalkan kursi penumpang. Dia menuju pintu utama yang telah terbuka. Apalagi di dekat pintu sudah ada mobil ibunya yang terparkir dengan manis.
"Selamat siang," ucap Sasha sebelum masuk ke rumah itu.
Beberapa orang di ruangan itu menoleh. Mereka tersenyum saat melihat Sasha masuk yang di belakangnya diikuti oleh Brama. Sasha pun langsung menuju ke arah dua orang yang sudah menunggu, Widya dan Viona. Tanpa menunggu lama, Sasha mencium tangan kanan kedua wanita itu.
Brama tertegun di tempat, dia sudah lama tak mencium tangan sang mama. Mereka lebih sering berpelukan dan mencium pipi. Tanpa diberi aba-aba, Brama mengikuti apa yang dilakukan oleh Sasha. Hal itu jelas membuat mamanya terkejut.
"Brama? Kok tumben nyium tangan Mama? Udah ketularan Sasha?" tanya Viona tak percaya.
Brama tersenyum malu, "Refleks aja ngikutin apa yang dilakukan anak itu."
"Kok anak sih? Dia calon istri kamu lho," tegur Viona.
"Sasha kan masih anak-anak, Ma. Dia baru tujuh belas tahun!" Brama tak mau disalahkan.
"Eh, umur tujuh belas tahun itu udah boleh nikah lho. Bukan anak-anak lagi." Widya menimpali ucapan Brama dengan wajah yang tidak mengenakkan mendengar putri kesayangannya dibilang anak-anak.
"Iya, Tante Cantik, dia bukan anak-anak. Oke, Brama nyerah deh. Wanita selalu benar. Tante jangan pasang muka gitu, nanti cantiknya ilang." Brama mulai melancarkan aksinya sambil mengerlingkan sebelah matanya.
"Sana mandi dan ganti baju. Bau asem. Setelah itu ke bawah, kita makan siang dulu," ucap Viona sambil menutup hidungnya dengan sebelah kanan.
Otomatis Brama mencium ketiak sebelah kanan. Mencari bau asam yang dikatakan oleh mamanya. "Mama bohong, ih, Brama wangi gini kok dibilang bau asem sih?"
"Pokoknya kamu mandi!"
"Kok Brama aja? Sasha juga dong! Dia malah kelihatan kucel banget tuh. Lihat aja kacamata dan rambutnya yang dikepang dua."
"Bramaaa!"
"Oke, oke." Brama pergi menuju lantai atas, mengerti jika sang mama sudah tak bisa diajak negosiasi sama sekali.
Viona menggeleng pelan, memang sifat sang putra seperti itu. Keras kepala dan mau menang sendiri. Dia tak ingin kehilangan muka di depan calon besan jika sampai putranya itu tidak menurut padanya. Padahal niatnya agar Brama bisa tampil lebih optimal saat menemui calon mertua.
Sasha diam di tempatnya, memperhatikan ibu dan anak itu bercengkerama. Memang terlihat tak ada yang istimewa, tapi melihat Brama mencium ketiaknya sendiri, menjadi sebuah adegan yang sangat lucu untuknya. Tanpa sadar, gadis itu tersenyum tipis, memperlihatkan lesung di kedua pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Rahasia (Sudah Terbit) Repost Sampai Tamat
RomanceSasha Atmaja, seorang anak yang bersekolah dengan beasiswa. Bukan gadis populer karena lebih suka berada di perpustakaan, daripada berkumpul dengan teman-temannya. Kehidupannya yang tenang dan damai berubah 180° saat hadir guru muda, Bramasta. Guru...