Hari ini adalah hari yang benar-benar mengesalkan untuk Sasha. Setibanya dari sekolah, dia mendapat perlakuan yang istimewa dari ayah dan ibu. Tidak seperti biasa, siang ini mereka berkumpul di ruang makan untuk menikmati makan siang. Biasanya hanya Sasha sendiri bersama ibunya, sementara sang ayah belum pulang dari kantor. Namun, siang ini benar-benar berbeda.
"Tumben banget kumpul. Pasti ada apa-apa, nih," ujar Sasha setelah menyelesaikan makan.
"Kamu gak ada tugas sekolah yang harus dikerjakan?" tanya Widya, ibu Sasha.
"Seperti biasa, semua tugas sudah Sasha kerjain di sekolah saat jam istirahat. Tugas sebelum jam pulang sekolah akan Sasha kerjain malam nanti. Ada apa, sih?" tanya Sasha ingin tahu.
"Nanti sore Ayah mau ngenalin kamu sama anaknya teman Ayah." Atmaja langsung pada topik pembicaraan.
"Anaknya teman Ayah? Seusia Sasha?" tanya Sasha sambil mengangkat piring-piring kotor dari atas meja menuju tempat cuci piring.
"Calon suami kamu."
Ucapan sang ayah membuat jantung Sasha berhenti seketika. Piring-piring yang ada di tangannya langsung terjatuh, pecah berantakan di atas lantai. "Ap-apa maksud Ayah?"
"Ayah mau kenalin kamu sama calon suami kamu," kata Atmaja sambil memandang Sasha dengan lembut. Dia tahu bahwa semua terlalu mendadak untuk putrinya. Sungguh tidak kaget sama sekali saat melihat Sasha memecahkan beberapa piring koleksi ibunya.
"Apakah tak ada pilihan untukku?" Sasha menatap ibunya dengan pandangan tak percaya. Tatapan lembut ayah bagai racun yang mematikan, berarti sang ayah tidak bisa ditolak. Jalan lainnya adalah meminta tolong pada sang ibu.
Sang ibu diam tanpa kata, lalu menggeleng perlahan. Tak tahu harus berkata apa pada putri tunggalnya itu. Widya mengambil sapu dan mulai membersihkan pecahan piring yang berada di bawah kaki putrinya.
"Mengapa Ayah memutuskan sesuatu tanpa pemberitahuan pada Sasha lebih dahulu?" tanya Sasha tanpa beranjak dari tempatnya berdiri.
"Ini sudah kami rencanakan dari dulu, antara Ayah dengan teman Ayah." Atmaja menjawab sambil memandang putrinya dengan lembut.
Lagi-lagi Widya mengangguk sambil terus membersihkan pecahan piring, "Bahkan itu sudah terjadi saat kalian masih kecil."
"Bu, ini bukan zaman Siti Nurbaya. Perjodohan dan tetek bengek lainnya," ucap Sasha dengan suara yang mulai serak.
"Kamu bukan pada pihak yang bisa menentukan pilihan. Nanti sore keluarga mereka akan datang ke sini. Ayahmu pasti telah memilihkan seseorang yang baik untukmu." Widya berkata sambil membawa pecahan piring pergi dari ruang makan.
Air mata mulai turun perlahan di kedua pipi Sasha, dia tak ingin putus sekolah. Sudah banyak yang dilakukannya untuk mendapatkan beasiswa di sekolah bonafit tersebut sebagai bukti bahwa dia pintar. Lalu, semuanya hancur dalam sekejap saat sebuah perjodohan dilakukan dengan seseorang yang bahkan tak dikenal sama sekali.
Sasha berlari begitu saja menuju kamar di lantai dua. Tak dipedulikannya panggilan ayah dan ibu. Dia sungguh sangat kecewa atas keputusan mereka. Betapa jahat kedua orang tuanya, mengubur semua impiannya.
Widya menarik napas panjang, lalu mengikuti sang putri menuju kamar. Dibukanya pintu kamar perlahan, lalu dlihatnya Sasha yang menangis sesenggukan sambil memeluk boneka panda kesukaannya, hadiah dari ayah saat ulang tahun yang ke tujuh belas. Tanpa kata, Widya menutup pintu kembali, lalu kembali ke ruang makan.
"Apa kita tidak terlalu kejam padanya?" tanya Widya pada Atmaja.
"Tidak, Bu. Tenang saja. Yakinlah bahwa pilihan Ayah tak pernah salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Rahasia (Sudah Terbit) Repost Sampai Tamat
RomanceSasha Atmaja, seorang anak yang bersekolah dengan beasiswa. Bukan gadis populer karena lebih suka berada di perpustakaan, daripada berkumpul dengan teman-temannya. Kehidupannya yang tenang dan damai berubah 180° saat hadir guru muda, Bramasta. Guru...