Mata Brama membelalak. "Siapa yang bego?"
"Anu ... anu ... saya yang bego, Pak!" Wajah Sasha merah padam karena malu. Jika ada buah tomat matang dan disandingkan dengan kulit wajahnya, pasti akan sama.
"Sekali lagi kamu gak perhatikan saat saya datang, jangan harap bisa dapat beasiswa lagi!"
Sasha langsung berdiri dari duduk, lalu membungkukkan badan. "Iya, Pak. Saya mohon maaf. Tidak akan saya ulangi."
"Ini sudah dua kalinya kamu mengabaikan saya! Satu kali lagi, jangan harap mendapatkan nilai bagus!" Brama memandang Sasha dengan tatapan tajam, seperti akan menguliti gadis yang ketakutan itu saat ini juga.
Sasha hanya menunduk dan menggigit bibir bawah dengan gugup. Tak tahu harus menjawab apa untuk kemarahan Brama. Tak biasanya dia mendapat amarah seperti ini. Biasanya para guru maklum jika gadis itu sibuk dengan bukunya. Para guru juga tak peduli dia mau apa, yang penting saat mewakili sekolah dan ujian, dia bisa membuat sekolah bangga.
"Bawa spidolnya ke sini!" perintah Brama dengan tatapan tajam.
Tanpa bisa menolak, Sasha mengambil spidol yang terjatuh di meja, lalu menuju meja guru untuk memberikan spidol. Tanpa memandang Brama, Sasha langsung kembali ke bangkunya. Gadis itu tak habis pikir dengan guru baru tersebut. Apa hubungannya diabaikan dengan memberikan nilai yang bagus? Bahkan tanpa belajar pun dia sudah bisa mengerti apa yang diterangkan oleh guru.
"Selamat pagi, anak-anak," sapa Brama dengan senyum ramah.
"Pagi, Pak."
"Perkenalkan, nama saya Bramasta. Kalian bisa memanggil saya dengan nama Pak Brama. Saya adalah guru baru yang akan mengajarkan matematika. Pelajaran yang saya yakin menjadi momok menyeramkan untuk kalian," ucap Brama sambil memandang seisi kelas.
"Salam kenal, Pak Brama. Mohon bimbingannya." Sang ketua kelas langsung berdiri dari duduknya, membungkukkan sedikit badannya dengan hormat.
"Sekarang buka buku paket halaman 56, kerjakan soal latihan di sana. Saya tunggu selama 30 menit."
Kelas menjadi riuh, tak menyangka bahwa pada jam pelajaran pertama harus mengerjakan soal latihan yang belum mereka pelajari sama sekali. Apalagi dalam waktu yang hanya 30 menit.
"Kok mendadak sih, Pak?" tanya salah satu murid dengan wajah cemberut.
"Iya nih, Pak. Kami belum belajar, belum diterangkan juga."
"Waktunya juga terlalu singkat, 30 menit."
"Ada yang keberatan?" Brama mengangkat sebelah alis. Walau dalam kondisi mengancam pun, dia tetap terlihat tampan.
"Tidak, Pak!" Suara murid bersamaan, lalu sunyi. Walau ada perasaan tak rela, tapi murid-murid akhirnya sibuk dengan buku paket dan alat tulis di depan mereka. Tak ada lagi yang mengeluh. Mereka tak menyangka jika Brama sekeras ini saat mengajar.
Brama tersenyum puas, dia memperhatikan sekeliling terlebih dahulu, saat dirasa sudah aman dan anak-anak sibuk mengerjakan, dia mengambil ponsel dari saku celana, lalu berselancar di dunia maya. Mungkin tak apa jika melihat ponsel sebentar. Berharap bisa menemukan hiburan di sana, tapi tak ada yang menarik perhatian.
Instagram dan Facebook hanya berisi politik, padahal pemilihan presiden sudah selesai. Memangnya netizen tidak melakukan hal lain selain membahas soal presiden? Masa 01 dan 02 sudah selesai, sekarang ganti masanya 03 yang berisi 'Persatuan Indonesia'. Biasanya selalu ada teman-teman yang membuat postingan lucu dan semacamnya.
"Sangat membosankan. Politik terus yang menjadi berita," ucap Brama pelan sambil mengunci ponselnya kembali.
Ponsel itu kini telah kembali ke saku, mata Brama melihat seisi kelas dengan cepat. Sasha, gadis itu menunduk dengan wajah memerah, tidak berkutat dengan alat tulisnya. Kelas itu seperti tak bernyawa, semua tak dihiraukan olehnya. Saat semua murid sedang sibuk mengerjakan soal latihan, gadis itu seolah tak peduli. Sebuah pemandangan yang asing untuk Brama. Brama menunggu beberapa menit, tapi Sasha belum juga terlihat bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Rahasia (Sudah Terbit) Repost Sampai Tamat
RomanceSasha Atmaja, seorang anak yang bersekolah dengan beasiswa. Bukan gadis populer karena lebih suka berada di perpustakaan, daripada berkumpul dengan teman-temannya. Kehidupannya yang tenang dan damai berubah 180° saat hadir guru muda, Bramasta. Guru...