Part 30

285 15 1
                                    

Sasha habis dibully nih sama teman-temannya. Jahat banget hiks. Terus kelanjutannya bagaimana? Yuk cus baca. Jangan lupa like dan komen yaa.

===

"Sebenarnya tadi ada apa?" tanya Brama sambil membelai rambut Sasha. Rambut panjang kesayangannya telah menjadi pendek, tapi dia tak hanya mencintai rambut Sasha, namun mencintai apa pun yang ada dalam diri Sasha.

Gadis itu sudah mandi, kini sedang tidur di pelukan sang suami dengan bahu Bram sebagai bantalnya. Wangi rambutnya menggelitik hidung Brama, wangi sampo yang sangat disukai oleh lelaki itu.

"Gak ada apa-apa kok. Lama juga ya makanannya datang?" Sasha mendengkus, beberapa kali melihat layar handphone milik Brama.

"Lapar, Sayang?" tanya Brama lembut.

Sasha mengangguk, kejadian hari ini sungguh menguras emosi dan tenaganya. Senyum terukir di bibirnya, berada dalam dekapan sang suami sangat menenangkan. Semua rasa gundah yang ada di dalam hatinya, pergi tak berbekas.

"Tunggu, ya? Kakak ke depan dulu." Brama segera beringsut saat mendengar motor berhenti di depan rumahnya.

Dengan cepat, Sasha pun mengikuti. Tak ingin terlalu lama menunggu. Selesai mengisi perut dengan berbagai macam menu menggoda yang telah dipesan sang suami, gadis itu diajak Brama ke salon langganannya untuk merapikan rambut. Jelas tak mungkin ke sekolah dengan bentuk rambut yang tak beraturan.

"Pilih model rambut terbaik, ya?" ucap Brama sambil menepuk bahu tukang potong rambut. Brama tak ingin mengganggu proses potong rambut dengan tetep berada di tempat itu.

Si mbak mengangguk sambil mengacungkan dua jempolnya, "Satu jam lagi bisa dijemput."

"Okey, jagain istriku baik-baik," Brama mengusap rambut Sasha, lalu mencium pipinya. Sasha tersenyum saja ketika sang suami melakukan hal itu sebelum pergi.

Brama kembali ke mobilnya, dia kendarai dengan kecepatan sedang. Satu jam sudah cukup untuk membuat perhitungan dengan Rio dan kawan-kawannya. Bukan Brama namanya jika tak bisa tahu apa yang terjadi dengan Sasha.

Saat Sasha mandi, lelaki itu sudah menghubungi anak buahnya untuk mencari tahu ada apa di sekolah. Setelah itu langsung membuntuti geng mereka dan memberi pelajaran. Biarlah sang istri tak tahu apa-apa, mungkin itu akan membuat Sasha lebih nyaman.

"Oh, jadi ini geng anak sekolah yang berani gangguin Sasha?" tanya Brama pada lima anak berkepala plontos dengan tubuh tidak berbaju yang jongkok di depan beberala anak buahnya.

Semua mengangkat wajah, mereka tak menyangka bahwa Brama akan membalas perbuatan itu.

"Kamu? Aku akan balas perbuatan ini!" Rio menggeram dengan tangan mengepal.

"Kamu mau balas? Dengan kekuasaan ayah kamu? Memang kamu pikir saya tak tahu siapa kamu?" Brama tersenyum licik sambil tertawa. "Kamu pikir, ayahmu siapa? Dia cuma bawahan. Saya bisa membuat keluarga kamu hancur dalam sekejap."

Mata Brama memicing, kali ini sang singa telah dibangunkan dari tidurnya. Sebelum berangkat ke tempat itu, Brama sudah mencari tahu siapa mereka. Bahkan sampai pada keluarga mereka. Dia bukan lelaki bodoh yang akan bertindak gegabah jika berhadapan dengan orang lain.

"Kalian yang memulai dengan menyakiti dan membuat Sasha menangis, bukan saya," ucap Brama mengintimidasi yang membuat aura di ruangan itu terasa menyeramkan. "Kali ini hanya permulaan, tapi jika sampai saya lihat kalian main-main lagi dengan Sasha, kalian tanggung akibatnya!" Bukan hanya gertak sambal karena lelaki itu akan melakukan apa pun untuk istrinya.

Brama melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktunya kembali ke salon untuk menjemput Sasha. Dia berjalan meninggalkan gudang yang dulu digunakan sebagai pabrik. Gudang itu memang sering digunakannya untuk menyimpan barang yang sudah tidak digunakan lagi. Namun, tak jarang digunakan untuk membuat orang lain yang bermasalah dengan keluarganya menjadi jera.

💐💐💐💐

Langkah Brama tertahan di depan pintu salon. Sasha sudah menunggunya dengan duduk di kursi tunggu sambil membaca majalah. Rambutnya yang berantakan, kini berganti menjadi indah, seperti mahkota yang membuatnya semakin cantik. Kecantikan yang hanya bisa dilihat olehnya.

Cup, sebuah kecupan singkat mendarat di pipi sang istri yang membuat pipi putih itu bersemu merah. Sasha meletakkan majalah di tangannya, lalu tersenyum manis.

"Kamu makin cantik deh kalo gini," ucap Brama sambil menggenggam tangan Sasha.

"Gak usah nggombal deh, Kak."

"Idih, siapa yang ngegombal? Gak percaya banget kalo kamu emang cantik?"

"Enggak!"

"Oke, kita taruhan, ya? Berani?"

"Siapa takut? Taruhannya apa?" tanya Sasha tertarik dengan tawaran sang suami.

"Kalo kamu kalah, kamu harus ngasih sesuatu yang spesial buat aku. Kalo aku yang kalah, kamu bebas minta apa aja."

Mata Sasha berbinar. Kesempatan yang tak akan pernah dia lewatkan. Siapa sih lelaki bodoh yang akan menyukai cewek cupu seperti dirinya. Mungkin mata Brama yang kurang awas hingga bisa berkata bahwa dia cantik. Dia yakin bahwa kali ini akan menang dari sang suami.

"Kita ke optik ya sekarang? Softlens punyamu kemarin kan ketinggalan di rumah."

"Eh? Gak beli kacamata aja? Kan lebih hemat?" tanya Sasha dengan mata sedikit memicing karena penglihatannya agak terganggu.

"Enggak. Softlens aja. Lagian gak bakal jatuh miskin kalo beli softlens aja." Brama berjalan lebih dulu ke arah kasir. Tanpa mengeluarkan uang tunai dari dompet, dia menggunakan kartu debit.

Tanpa menunggu Sasha yang hanya mematung, Brama berjalan ke arah pintu, "Mau di sana sampai kapan? Buruan!"

Sasha dengan langkah cepat langsung mengikuti suaminya yang telah sampai di tempat parkir, berharap sang suami tidak menggunakan uang secara berlebihan. Bisa-bisa dia dianggap menantu tak becus oleh Mama jika sampai menghamburkan uang gaji suaminya.

Mobil berjalan meninggalkan salon tersebut saat Sasha sudah memasukinya. Sasha benar-benar tak habis pikir dengan jalan pemikiran suaminya. Bagaimana bisa dengan begitu mudah menghamburkan uang. Memang dia tak pernah mendapatkan uang tunai dari Brama, segala kebutuhan rumah tangga dibayarkan langsung oleh suaminya itu.

Sasha pernah mengecek saldo di ATM-nya pribadi, nyatanya saldo itu terus bertambah tanpa meminta langsung pada suaminya. Untuk menggunakan uang itu, dia tak berani. Menurutnya, masih banyak kebutuhan lain yang nantinya menghadang di depan mereka. Apalagi jika sampai Brama menghabiskan uang simpanannya sendiri, bisa celaka dua belas jika dia tak bisa berhemat.

Mobil berhenti di sebuah optik yang cukup terkenal dan mempunya banyak pelanggan. Tanpa menunggu lama, lelaki itu langsung mengambil lensa kontak berwarna biru, lalu membayarnya.

"Eh? Kok gak tanya dulu?" tanya Sasha tak terima saat Brama langsung membayar lensa kontak tersebut.

"Bertanya? Bahkan aku sudah tahu harus membeli yang mana. Kamu tinggal pakai aja. Oke?" Brama mengerlingkan satu matanya, seolah dia memang tahu semuanya tentang Sasha.

"Sekarang coba kamu pake," Brama memberikan lensa kontak pilihannya. Menunggu Sasha selesai memasang benda kecil itu pada matanya. "Gimana rasanya?" tanyanya setelah melihat benda itu terpasang dengan baik.

Sasha mengerjapkan matanya perlahan, lalu memandang Brama dengan pandangan tak percaya. Lelaki itu ternyata mengenalnya dengan amat baik, bahkan sampai dengan lensa kontak apa yang harus dipakainya. Wajahnya bersemu merah, memang sang ayah tak pernah salah memilihkan untuknya. Brama memang lelaki istimewa.

"Makasih, Kakak. Ternyata Kakak ngerti banget sama Sasha. Suami terbaik deh. Love you." Sasha memeluk suaminya dengan erat.

"Banyak orang tuh, malu diliatin," bisik Brama di telinga sang istri. Wajahnya memerah, belum pernah dia dipeluk seerat ini, biasanya dia yang membuat sang istri merona. Sekarang ternyata kebalikannya.

"Biarin! Biar orang tau kalo lelaki tampan di depan Sasha ini adalah suami Sasha. Suami terbaik yang Sasha miliki." Sasha makin mempererat pelukannya, mencium parfum sang suami yang telah menjadi candu untuknya.

===

Aaa so sweet banget Sasha sama Brama. Ada yang baper juga nggak nih hihi

Suami Rahasia (Sudah Terbit) Repost Sampai TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang