Part 24

6K 248 14
                                    

Selamat malam semuanya, pasti penasaran banget kan sama apa yang akan terjadi selanjutnya. Jangan lupa like dan komen terlebih dahulu ya hihi.

===

Tak ada yang membuat Sasha bahagia selain bersama Brama. Apalagi mendapat perhatian yang luar biasa dari lelaki itu. Walau akhirnya Brama meninggalkan UKS terlebih dahulu untuk kembali ke kelas, tapi tak ada rasa kecewa yang menggelayut hati seperti saat ditinggal lelaki itu untuk mengambil bubur ayam. Setidaknya, Sasha tahu jika lelaki itu sangat perhatian padanya.

Sasha kembali ke kelas dengan langkah ringan. Satu styrofoam yang tersisa dimakan secara bersamaan dengan Brama, lumayan untuk mengganjal perut. Masih ada satu jam lagi untuk istirahat. Nanti dia bisa makan mi ayam di kantin.

"Sha, kamu dipanggil Bu Sofia." Sebuah suara mengagetkan gadis itu, dia urung melangkah.

"Di mana? Ruang guru?" tanya Sasha memastikan.

"Bukan. Ruang ganti di belakang."

"Eh? Tumben banget manggil ke sana? Habis ada pelajaran olahraga?"

"Entahlah. Kamu tanya sendiri sama orangnya."

Sasha mengerucutkan bibir, lalu membetulkan letak kacamata sebelum akhirnya melangkah ke ruang ganti. Tak ingin berlama-lama ketinggalan pelajaran.

Ruang ganti sangat sepi. Murid-murid sudah kembali ke kelas masing-masing. Sekarang sudah jam pelajaran ketiga, tapi sepertinya tidak ada jam pelajaran olahraga. Sasha memasuki sebuah ruangan dengan banyak loker di dalam, di pojok ruangan sudah ada Sofia yang duduk dengan menumpukan satu kaki di atas kaki yang lain.

"Akhirnya kamu datang juga." Sofia menoleh, lalu mendekat ke arah Sasha yang juga berjalan mendekat.

"Ada apa, Bu?" tanya Sasha tak mengerti setelah mereka berdiri dengan berhadapan.

"Sudah berapa kali gak ikut pelajaran olahraga?"

"Belum pernah, Bu. Kemarin kan saya masih masuk."

"Iya, masuk. Tapi gak ikut pelajaran, kan? Malah tenggelam di kolam."

Sasha menundukkan kepala. Malu rasanya saat mengingat dirinya di mobil, sebelum ke rumah sakit bersama Brama.

"Kamu sekarang dekat sama Pak Brama, ya?" tanya Sofia dengan tatapan tajam.

"Eh? Enggak kok, Bu." Sasha terkaget karena mendapat pertanyaan yang jauh dari perkiraan.

"Oh, ya? Pak Brama yang nolongin kamu saat tenggelam, bahkan ngasih napas buatan buat kamu. Terus diantarin juga ke rumah sakit."

"Itu cuma kebetulan kok, Bu. Kami gak dekat." Sasha menjawab dengan cepat. Tak mungkin dia katakan bahwa Brama adalah suaminya. Bisa geger satu sekolah hanya gara-gara hal tersebut.

"Oh ya? Tadi kenapa kalian akrab banget di UKS?" tanya Sofia, menginterogasi.

"Pak Brama kan memang selalu baik pada semua orang." Akhirnya Sasha menjawab dengan jujur.

"Tidak hanya pada saya, pada yang lain juga baik, kan?"

"Syukur deh kalau kamu tahu. Perlu kamu sadari, kamu itu cupu dan jelek. Jangan harap Pak Brama tertarik sama kamu!"

"Iya, Bu." Sasha menjawab sambil menundukkan kepala. Iya, suaminya itu tak akan tertarik padanya. Bukankah mereka nantinya akan bercerai?

"Perlu kamu ingat baik-baik. Ini terakhir kalinya ada gosip tentang kamu dan Pak Brama. Gak usah caper dengan alasan tenggelam atau pingsan. Heran, deh,tiap ada masalah sama kamu, selalu dia yang maju lebih dulu. kalau sampai ada gosip baru, siap-siap aja dapat nilai jelek dari saya."

"Iya, Bu." Kali ini Sasha hanya bisa mengangguk pasrah. Jika nilai adalah taruhannya, mending dia tak mendekati suaminya sama sekali di sekolah. Guru olahraga itu tak segan-segan memberi nilai jelek.

"Kamu gak pake pelet kan?" tanya Sofia dengan pandangan menusuk, memperhatikan Sasha dari atas sampai bawah. Memang tak ada yang menarik dari gadis itu.

"Hah? Saya gak pake gituan, Bu," jawab Sasha dengan kaget. Tidak menyangka bahwa gurunya itu akan berprasangka buruk tentangnya.

"Syukur deh. Kamu murid terakhir yang saya panggil. Moga aja gak ada yang ganjen lagi sama Pak Brama. Biar gak ada saingannya. Capek jomlo, pengin segera nikah sama beliau." Sofia menyunggingkan senyum kemenangan. Kini tak ada lagi saingan yang akan berusaha merebut lelaki pujaan hatinya.



Sasha duduk termangu di tempat penjual es kepala muda depan terminal. Tak ada keinginan sama sekali untuk meminum es di depannya, tangannya hanya mengaduk-aduk malas. Mengesalkan saat harus tak memedulikan suaminya. Apalagi mereka saling membuang muka saat mata mereka beradu.

Gadis itu malas kembali ke rumah. Apalagi jika nanti bertemu dengan Brama dan tak tahu harus berbuat apa. Dia bisa salah tingkah dan serba salah.

"Tiin!" Sebuah klakson mobil mengagetkan gadis itu. Dia langsung menegakkan duduknya. Matanya melihat ke arah mobil merah yang baru saja membuat kaget. Mobil yang tak pernah asing untuk Sasha.

Brama membuka kaca mobil, memberi isyarat agar Sasha masuk ke dalam.

Sasha menggeleng, lalu mengisyaratkan agar Brama pergi dari terminal. Dia tak ingin ada yang melihat mereka berdua di dalam mobil yang sama.

Brama menarik napas panjang. Bahkan untuk pulang sekolah pun, istrinya tak mau bersama.

Berbagai macam pertanyaan masuk ke dalam otaknya. Sampai satu nama muncul di sana. Apa jangan-jangan Sasha janjian pulang bersama Galang?

Gadis itu memang benar-benar ingin mengerjainya. Apa dia memang berjanji dengan Galang untuk pulang bersama? Brama menepuk dahi pelan. Bahkan setelah mereka menikah dan tinggal satu atap, Brama tak tahu berapa nomor telepon Sasha. Sungguh suami macam apa itu. Padahal sudah beberapa kali lelaki itu memegang handphone jadul milik istrinya.

Handphone jadul? Entah apa yang ada di pikiran Sasha. Kenapa harus menggunakan handphone murahan yang hanya bisa digunakan untuk telepon dan SMS, padahal jelas orang tuanya mampu untuk membelikan handphone yang lebih mahal.

Bahkan jika Sasha mau meminta, Brama pun akan langsung membelikan handphone baru yang lebih canggih.

Sasha melebarkan mata, menandakan tak suka ada lelaki itu di sana. Akhirnya Brama melajukan mobil, tapi berhenti tak jauh dari terminal. Ingin tahu dengan siapa gadis itu pulang sekolah nanti. Dia terus melihat dari spion mobil, tak ingin ketinggalan barang satu detik pun untuk melihat gerak-gerik gadis itu.

Sampai Brama bisa menarik napas panjang setelah melihat Sasha naik ojek, pulang menuju rumah mereka. Tak ada Galang, hanya seorang tukang ojek dengan sepeda motor tua yang berjalan melewati mobilnya.

"Khawatir yang berlebihan. Tentu gadis itu bisa menjaga dirinya sendiri," ujar Brama sambil menggeleng pelan. Senyum tersungging di bibir saat mobilnya mulai mengikuti motor yang dinaiki Sasha. Minimal dia bisa memastikan bahwa Sasha tidak pingsan di jalan.

"Mbak, mobil merah di belakang itu kenapa ngikutin kita terus?" tanya tukang ojek sambil melihat ke arah spion.

Sasha menoleh, dilihatnya mobil Brama berjalan pelan mengikuti. Sasha mendengkus, lalu berkata, "Biarin aja, Pak. Emang gak ada kerjaan tuh orangnya."

"Kenal, Mbak?"

"Suami saya," jawab Sasha pelan. Entah mengapa dia bisa dengan enteng berkata bahwa Brama adalah suaminya. Padahal bukankah dia yang ingin pernikahan mereka dirahasiakan?

"Lho? Mbak masih sekolah, tapi sudah bersuami?" tanya tukang ojek tak paham.

Sasha tertawa kecil. Perjalanan hidupnya tak semua orang bisa mengerti. Termasuk bagaimana hubungan antara dia dan Brama. Jadi, tak ada yang bisa dijelaskan pada tukang ojek di depannya. Dalam hati kecilnya, dia memohon agar lelaki itu bisa menjadi suaminya, selamanya. Tidak ada perpisahan di antara mereka.

====

Tukang ojeknya saja terkejut nih kalau misalnya Sasha sudah mempunyai suami hihi. 

Suami Rahasia (Sudah Terbit) Repost Sampai TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang