"Cie, cie, yang udah pegangan tangan nih ceritanya," ledek Widya pada sejoli yang baru saja masuk melalui pintu dapur.
"Tante nih seperti belum pernah muda saja. Serasi gak, Te?" tanya Brama sambil melepas tangan Sasha, berganti meraih pundak gadis itu.
"Ish, jangan pegang-pegang pundak. Nanti tangan kamu gatal. Kan barusan ada ulatnya." Sasha segera menepis tangan Brama yang baru saja mendarat di pundaknya.
"Ups!" Brama langsung melepas pundak yang baru saja dipegangnya. Memang telapak tangannya mulai terasa gatal.
"Ya udah, aku mandi dulu. Pinjam kausnya, ya?" Sasha berhenti berkata, lalu berpikir sejenak. "Tante, pinjam handuknya dong!"
Viona tersenyum simpul, "Pinjam handuk ma calon suami kamu aja. Toh kamu juga pinjam kausnya dia, gak pinjam baju punya Tante."
"Aduh, Mama tercantik sedunia ini lagi ngambek juga, ya? Jangan ngambek dong, Ma. Nanti gimana kalau Brama udah nikah? Siapa yang bakal nenangin Mama kalau lagi ngambek?" rayu Brama sambil menekuk wajah.
Viona akhirnya tertawa saat melihat raut wajah Brama yang merasa bersalah. "Sasha mandi di kamarnya Brama aja, sekalian kamu cek tuh gimana kamar calon suami kamu."
Sasha mengangguk, lalu berjalan menuju lantai atas. Brama pun mengikuti di belakang gadis itu.
"Eh, tapi Bramanya di sini aja. Bantuin Mama. kalau belum nikah, gak boleh berduaan di kamar!" Viona langsung mencegah Brama yang akan mengikuti Sasha.
"Ih, Mama. Brama cuma mau nunjukin kamar aja kok. Takutnya Sasha nyasar ke kamar milik Mama." Brama beralibi sambil menggaruk tengkuknya.
"Enggak! Kamu di sini sama Mama dan Tante Widya. Titik!" Viona benar-benar mencegah putranya untuk ikut. "Lagian tuh di depan kamar kamu ada tulisan Brama segedhe itu. Pasti Sasha bisa baca."
Brama mengerucutkan bibirnya, sementara Sasha dan Widya terkikik geli melihat hal itu. Benar-benar hal yang tak akan pernah Sasha lihat di sekolah. Mana mungkin dia bisa melihat Brama dimarahi oleh mamanya seperti ini? Seolah-olah tak ada jarak di antara mereka seperti ibu dan anak, mereka seperti sepasang sahabat.
{{{
Sasha melihat kamar Brama yang cukup besar. Sebuah kamar ukuran 5x6 meter, tempat tidur ukuran 200x200, dengan kamar mandi di dalam kamar. Cat kamar itu didominasi oleh warna biru langit, ada gambar awan di dindingnya. Sprei dan sarung bantal berwarna biru tua dengan gambar burung terbang. Dua lampu tidur berada di sisi kiri-kanan atas tempat tidur, menempel pada dinding. Juga ada dua nakas di sebelahnya. Aroma maskulin masuk ke dalam indra penciumannya. Sangat khas lelaki.
"Ah, wanginya enak banget. Kapan lagi bisa merasakan aroma maskulin sedekat ini?"
Ada ring basket di dinding, juga beberapa barang yang menempel di dinding. Tak ketinggalan, sebuah gitar berwarna merah menyala dan juga rak buku yang berisi buku-buku tebal. Mungkin kumpulan rumus-rumus matematika yang perlu dihafal oleh Brama.
Terdapat dua lemari besar, salah satunya adalah lemari besar terbuat dari kaca. Jika bukan di dalam kamar, mungkin Sasha akan menyangka bahwa itu adalah barang yang dijual. Siapa pun bisa melihat di dalamnya tanpa membuka pintu lemari kaca tersebut.
Sasha langsung membuka salah satunya yang tidak tembus pandang. Di sana terdapat baju-baju yang digantung dan celana Brama yang dilipat dengan rapi. Di samping tumpukan celana itu, terdapat tumpukan kaus. Ada pula kaus-kaus yang digantung. Sasha akhirnya memilih sebuah kaus pada salah satu gantungan dengan warna biru, satu gambar burung terbang di tengahnya. Juga mengambil satu celana training panjang berwarna senada.
Sebuah lemari kaca akhirnya dia buka, sekat paling atas adalah tempat berjejernya parfum dengan berbagai merek. Sekat kedua, mata Sasha dimanjakan dengan bermacam-macam jam tangan mahal. Di bawahnya lagi terdapat dua sekat berisi sandal dan sepatu. Sasha baru menyadari bahwa sekat untuk sandal dan sepatu ini lebih miring. Ada banyak silica gel yang tersebar di sana.
"Kok seperti toko aja sih kamarnya Kak Brama?" ucap Sasha sambil tersenyum lucu.
Kini, Sasha menuju kamar mandi. Sebuah ruangan berukuran 2x2 meter dengan WC duduk dan wastafel kamar mandi dengan kaca besar. Di dinding terdapat lemari kecil tanpa pintu yang berisi berbagai macam sabun wajah, alat cukur, sabun cukur, juga beberapa produk lain. Di pojok ruangan ada sebuah tempat yang dikelilingi kaca dengan shower mandi di atasnya. Sebuah tempat handuk di dalamnya, juga tempat sabun mandi dan sampo.
Sasha meraih handuk berwarna merah yang tersampir di sana, masih basah. Diciumnya aroma sabun yang masih menempel pada handuk itu. Handuk yang beberapa waktu lalu dipakai oleh Brama. Tiba-tiba otak Sasha membayangkan bagaimana lelaki itu mengusap tubuhnya yang basah dengan handuk itu.
"Otakmu jangan mesum, Sha! Kamu masih kecil!" ucap Sasha pada diri sendiri sambil menggeleng kepala pelan, wajahnya memerah.
Tanpa menunggu lama, Sasha lalu menyiram kepalanya yang mulai memanas itu dengan air hangat yang memancar dari shower di atasnya. Tak ingin berlama-lama membayangkan banyak hal tentang Brama.
{{{
Setelah berganti baju, mata Sasha tertuju pada meja rias yang luput dari perhatiannya. Ada gel rambut, bedak, sisir, dan parfum yang sering dipakai oleh Brama. Sasha pun menyisir rambutnya yang panjang, membiarkannya tergerai dengan indah.
Namun, saat akan memakai bedak, pandangannya memusat ke sebuah pigura kecil di atas meja. Di sana terdapat foto Brama dengan seorang perempuan seusia lelaki itu yang sangat cantik. Mereka tertawa bersama dan masih memakai seragam SMA.
"Siapa wanita ini?" tanya Sasha dengan napas tertahan.
Sasha berusaha menahan detak jantung yang tiba-tiba saja berdegup lebih cepat. Sayangnya tak bisa. Foto itu terekam jelas pada otaknya, semakin berusaha dilupakan, semakin mengakar. Dia tak mengerti, hanya sebuah foto masa lalu, mungkin beberapa tahun yang lalu, bisa membuat hatinya sesakit ini.
Dengan cepat, ditelungkupkannya foto itu. Sampai akhirnya dia berdiri, berjalan pelan keluar dari kamar itu, menuju ruang makan.
{{{
Di ruang makan, sudah berkumpul dua keluarga kecil. Atmaja dan Alex ternyata sudah pulang dari kantor dan langsung menuju ke rumah ini. Mereka sudah memakai baju santai sambil bercengkerama.
"Nah, itu Sasha. Yuk, kita mulai makannya. Sudah gak sabar nih mau ngerasain masakannya calon besan," ucap Atmaja saat melihat Sasha menuruni tangga.
Brama langsung menoleh ke arah pandangan Atmaja. Dilihatnya Sasha tersenyum dengan manis. Hatinya berdesir saat melihat gadis itu, sangat cantik. Walaupun kaus dan celana yang dikenakannya terlihat terlalu besar. Penampilan Sasha yang jauh berbeda dengan saat di sekolah, membuat Brama memandangi gadis itu lebih lama.
Acara makan bersama itu berlangsung tanpa banyak kata. Hanya ada sesekali para kepala keluarga itu memuji masakan istri mereka. Brama dan Sasha pun menyelesaikan makannya dengan cepat. Mungkin karena perut mereka belum diisi sejak siang tadi.
"Ini gak ada yang mau suap-suapan gitu?" tanya Brama pada mamanya yang biasanya sering menyuapi sang papa.
Viona melemparkan pandangan pada Brama, "Jangan mulai deh, Brama."
"Ya, kan, Brama cuma tanya aja, Ma," ucap Brama tanpa rasa bersalah.
"Kalau kamu sama Sasha gimana? Sepertinya lebih cocok deh," ucap Viona yang langsung membuat Sasha tersedak.
"Eh? Kok jadi Sasha sih yang kena?" tanya Sasha tak terima.
"Terus? Kan kamu calon suaminya Brama?" tanya Widya balik sambil tersenyum simpul yang membuat Brama tak bisa berkata apa-apa lagi.
💐💐💐💐💐
Besok Dik Sasha sama Mas Brama udah nikahan lho. Siapa yang mau ikut hadir bareng saya? Hihihi.
Salam sayang buat pembaca. Maafin jika ada salah. 🥰🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Rahasia (Sudah Terbit) Repost Sampai Tamat
RomanceSasha Atmaja, seorang anak yang bersekolah dengan beasiswa. Bukan gadis populer karena lebih suka berada di perpustakaan, daripada berkumpul dengan teman-temannya. Kehidupannya yang tenang dan damai berubah 180° saat hadir guru muda, Bramasta. Guru...