Sasha menarik napas panjang saat Brama mengajaknya ke taman belakang rumah. Tak jauh berbeda dengan taman belakang miliknya, ada gazebo kecil dengan kolam ikan. Bedanya, kolam ikan di rumahnya Brama mengelilingi gazebo, biasanya dibuat juga untuk terapi kesehatan dengan ikan. Ada banyak pepohonan rindang yang membuat taman itu terasa sangat sejuk.
Sasha membenamkan kakinya sampai mata kaki di dalam kolam. Pun dengan Brama. Ikan-ikan kecil yang tadinya berpencar, mulai berkumpul di bawah kaki mereka, terasa geli.
Mereka masih diam tanpa kata, masing-masing sibuk dengan pemikiran sendiri. Berharap ada yang memulai dengan pertanyaan kecil. Sementara Widya dan Viona membuat camilan dan memasak bersama di dapur, menyiapkan makanan untuk suami mereka nanti. Mereka sudah janjian akan makan malam di rumah Brama.
Sasha menarik napas panjang. Kesanggupan perjanjian sebelum menikah yang dikatakan oleh Brama membuat hatinya tak kuasa berpaling dari sosok yang kini tengah duduk di sampingnya. Matanya mulai melirik lengan lelaki yang menggunakan kaus tanpa lengan berwarna hitam dan celana training panjang dengan merek Adidas berwarna abu-abu. Terlihat otot berwarna biru menyembul dari balik kulit lelaki itu. Lengan itu terlihat sangat kokoh untuk sekadar dijadikan bantal. Sasha pun menelan saliva dengan susah payah.
"Mau ngelirik sampai kapan?" tanya Brama tiba-tiba saat melihat Sasha. Jengah dilihat seperti itu oleh gadis di sampingnya.
"Eh?" Wajah Sasha bersemu merah, sudah seperti tomat matang. Dia membetulkan kacamata yang melorot dengan salah tingkah. Bagai kucing kecil yang hanya bisa menelan air liur saat melihat ikan emas di depan mata.
"Sejak kapan pake kacamata?" tanya Brama sambil terus memandang Sasha.
"Sejak SD sebenarnya kalo pake kacamata. Tapi pake lensa kontak pas SMP." Sasha menjawab tanpa melihat Brama.
"Kamu tadi kenapa pergi saat aku tawarin makan di kantin?" tanya Brama lagi.
"Satu jam pelajaran udah habis. Sebenarnya tadi aku dihukum gak boleh masuk gara-gara telat," jelas Sasha, tetap tanpa melihat ke arah Brama.
"Bukan karena aku nraktir murid-murid cantik itu, kan?"
Sasha melengos. Kali ini tak tahu harus menjawab apa. Apalagi mengingat bagaimana Brama melancarkan kata-kata yang membuat tiap wanita pasti klepek-klepek.
"Gak, lah! Kak Brama bebas mau nraktir siapa aja. Mau ngerayu wanita mana aja juga bebas, pake banget. Itu kan hak Kak Brama." Sasha mulai melihat ke arah lelaki di sampingnya, tak ingin terlihat jika dia cemburu.
Cemburu? Wajah Sasha memerah saat menyadari hal itu. Cemburu pada lelaki yang baru dikenalnya? Ralat, cemburu pada calon suaminya. Bolehkah? Apa itu dilarang? Sasha bahkan tak menyadari sejak kapan jadi menyukai lelaki itu. Pesona lelaki itu memang tak bisa dihindari begitu saja. Sangat pantas jika hampir seluruh siswi di sekolahnya tertarik dengan Brama.
Brama tertawa tanpa suara. Terlihat giginya yang tertata rapi dengan rahang kokoh yang sempurna. Ada lesung pipi di wajahnya. "Kamu kenapa judes gitu sih?"
"Judes? Yang judes duluan kan kamu! Ingat pas kedua kali kita ketemu? Sok banget ngelempar spidol ke dahiku. Sakit, tahu?" Sasha merengut sambil memajukan bibir, dia ingat bagaimana sakitnya saat spidol itu mengenai dahinya, juga saat Brama membuatnya malu di depan teman-temannya.
"Kamu juga sih yang bilang aku sombong saat pertemuan pertama," ucap Brama tak mau kalah.
"Eh? Kamu dengar?" tanya Sasha terkejut sambil menutup mulutnya.
"Ya, kan aku gak tuli." Brama mendengkus sambil melirik ke arah Sasha yang mulai salah tingkah.
"Habis kamu sih, habis tanya langsung pergi. Ngucapin terima kasih gitu kek. Sopan dikit." Sasha tetap pada pendiriannya bahwa dia tak salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Rahasia (Sudah Terbit) Repost Sampai Tamat
RomanceSasha Atmaja, seorang anak yang bersekolah dengan beasiswa. Bukan gadis populer karena lebih suka berada di perpustakaan, daripada berkumpul dengan teman-temannya. Kehidupannya yang tenang dan damai berubah 180° saat hadir guru muda, Bramasta. Guru...