PROLOG

1K 205 207
                                    


Prok Prok Prok!!!

Suara tepuk tangan riuh yang dilanjutkan dengan pesta kembang api menjadi tanda penutupan acara MOS di SMA Cahaya Pertama. Walaupun di siang bolong begini, kembang api jelas tidak menyenangkan untuk dilihat.

Seorang siswi baru berambut panjang dan berkulit sawo matang akhirnya bisa bernafas lega. Setelah lebih dari satu jam dijemur dibawah terik matahari, ia akhirnya diijinkan membubarkan diri.

Lucynda.Airra.Affanda
Airra
Kelompok 5

Itulah yang tertulis di nametag dari kertas khas properti MOS yang ia kenakan sekarang.

"Airra!"

Suara teriakan yang masih kalah dengan ramainya suasana lapangan cukup untuk membuat gadis itu menoleh.

Masih menggunakan topi bola yang melekat di kepalanya dan ID card oktagonal berwarna putih, Airra berjalan cepat menghampiri kedua temannya. Melambai lambai dengan semangat di barisan belakang.

"Lo ikut liat kelas nggak? Bareng gue sama Maya. Kita mau liat dari kelas bahasa dulu, sekalian dari kelas paling bawah. Biar greget," Riris yang suaranya mirip dengan Suneo mulai bicara.

Airra tidak langsung menjawab. Tersenyum sekilas ketika seorang guru melewati mereka.

"Engga deh, gue mau ngambil tas dulu,"

"Yaelah sama aja, Ra! Orang kita satu kelompok. Ngambil tasnya juga bareng lah. Ntar habis ngambil tas liat kelasnya bareng jugak,"

"Kalian aja. Gue lemes, males muter-muter,"

"Terus? Lo ngga liat kelas gitu?" Maya bertanya.

"Entar aja biar Adrian yang liat,"

Setelah mengambil tas, mereka berjalan beriringan dan berpisah di sebelah lapangan.

"Beneran nggamau ikut kita? Sekalian liat temen-temen yang lain dikelas mana," Riris masih membujuk.

"Engga deh, makasih. Kalian tau juga gue bakal lemes banget habis apel penutupan tadi,"

"Yakin? Kali aja ketemu kakak kelas gemes. Kan lumayan! Cuci mata. Dari tadi masa liatin kepala sekolah Mulu. Mana botak lagi," cecar Riris terus saja nego.

Airra tak menjawab. Hanya menatap datar sambil mengangkat satu alisnya. Airra tak peduli dengan hal semacam itu. Apalagi kondisi dirinya sedang pusing sekarang.

Melihat tatapan Airra, Riris hanya meringis. "Yaudah, hati-hati Airra. Salam buat abang lo yang gantengnya ga ketulungan!"

Gadis polos nan cerdas itu lagi lagi tak menjawab, hanya mengacungkan jempol dan berlari meninggalkan lapangan. Tujuannya hanya satu.

Kelas Uggulan.

Well, sebagai siswa lulusan terbaik di SMP-nya, dia sangat yakin dengan mudah memasuki kelas itu. Apalagi dia masuk dengan jalur prestasi yang bisa dikatakan sangat berkelas. Ya, Airra adalah olimpian. Semua orang juga tau, anak Olimpiade kecerdasannya tidak bisa diragukan. Hanya ada satu dari ratusan, bahkan ribuan anak seumuran yang menjadi siswa secara monoton. Jumlahnya bahkan bisa dihitung dalam satu negara. Dan Airra adalah salah satunya dari bidang matematika. Tidak heran jika dengan itu, Airra merasa dirinya lebih dari pantas berada di kelas Einstein SMA Cahaya Pertama. Lagipula di luar fakta tersebut, nilai Airra yang dibawah sembilan puluh hanyalah IPS.

Ditambah lagi dengan fakta bahwa ketika masih kelas 9, Airra sudah memenangkan Olimpiade Sains Nasional tingkat kota jenjang SMA.

Airra berhenti ketika merasakan handphone di sakunya bergetar. Satu pesan masuk dari Adrian. Gadis bermata coklat gelap itu segera menepi agar tidak menghalangi jalan. Lantas membuka pesan tersebut.

Line of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang