14

260 68 122
                                    

Aku bukan rusa hutan yang akan lari ketika baru melihat pemburu.
Karena permasalahan bukanlah ajang untuk mencari pelarian

~Lucynda Airra Affanda~

***

18.02

"Airraaa..."

"Masuk aja, nggak dikunci."

Jarang-jarang Adrian masuk kamar Airra dengan sopan. Kalau tidak menggedor-gedor pintu, pasti langsung nyelonong sesuka hati. Adrian masih menggunakan moto nya yang dulu dulu 'Kamar lo kamar gue juga. Kamar gue punya gue sendiri'. Sesederhana itu prinsip Adrian. Prinsip yang mampu membuat ketenangan Airra terusik dalam sekejap mata.

Adrian melompat ke kasur tanpa dosa seperti biasa. Memperhatikan perempuan yang mengenakan sweater coklat gelap, warna kesukaannya. Rambut panjang dikuncir asal-asalan.  Airra sibuk mencoret-coret kertas buram sambil komat-kamit. Tampak tak terganggu dengan kakaknya yang sedang berkunjung.

Cowok itu merutuk dalam hati. 'Ni anak kelewat rajin apa emang gabut sih? Udah tau juga lagi sakit. Ntar kalo tambah parah gue yang diomelin.' Kalau saja Airra hanya belajar jika perlu seperti dirinya, Adrian pasti selalu menang jika harus melawan adiknya sendiri.

"Gue tau gue cantik. Nggausah diliatin gitu." Airra berkata tanpa menghentikan pekerjaannya. Jangankan untuk berhenti dan menoleh, melirik saja tidak. Sedangkan Adrian malah merotasikan bola mata. Tidak ingatkah Airra kalau jam sebelas siang tadi dia masih seperti mayat hidup? Sekarang percaya dirinya selangit!

"Gue tau, Yan kalo lo itu jomblo dari lahir. Atau, apa namanya? Nggak laku ya? Iya nggak laku! Tapi ngga harus liatin adek sendiri juga kan?" Airra kini menoleh. Memasang wajah datar. Antara malas bicara dan mengejek.

"Lo... Udah ngga pusing?" Rian bertanya hati-hati.

"Masih." Airra kembali menuliskan angka-angka di kertas. Dan Adrian tidak kepo sama sekali.

"Lo nggak laper?"

"Ya laper lah, orang dari tadi siang belum makan. Pakek nanya lagi." Airra menjawab sewot.

"Makan diluar, yok!"

"Kemana? Males ah! Lo nggatau gue lagi sakit?"

"Ayolah, Ra... Lo yang pilih tempatnya deh. Lagian bisa pake jaket juga kan? Pake jaket gue juga bisa," Adrian mencebikkan bibir seperti anak kecil. Memelas.

Baik, tingkah absurdnya kembali lagi. Sejak Airra menghilang, Adrian jadi pendiam. Dan belum genap 24 jam bertemu dengan Adiknya lagi, nasib sial kembali menghampiri Airra.

"Nggamau, delivery order aja. Ntar gue yang bayar."

"Yaudah deh. Besok! Lo harus janji kalo besok siang kita makan diluar!"

"Kafe biasanya aja, males jauh-jauh."

"Nah gitu aja ribet banget. Lo mau apa? Gue aja yang bayar tapi. Uang adek harus ditabung."

Airra mengulum senyum. Ia tau bahwa kakak kesayangannya tidak akan membiarkannya membayar apapun. Bahkan jika itu untuk makanan Airra sendiri. Hanya saja, Rian suka merampok snack nya, baik jika ada di kulkas, ataupun di kamar Airra. Uangnya diganti memang, dua kali lipat malah. Tapi yang membuat Airra kesal adalah, setiap ditawari sesuatu, Adrian selalu menolak. Tapi ketika barangnya sudah ada, cowok itu akan mengambil seenak jidat.

"Thai tea original, Cheese Pizza, sama terangbulan keju susu."

"Udah gue pesenin." Rian berucap santai setalah beberapa saat sibuk dengan makanan online. Beranjak tiduran di kasur dan mencomot salah satu koleksi novel Airra sekenanya.

Line of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang