"Kalo gue bilang gue suka sama adek lo, Lo percaya?"
***
Jumat siang. Waktu yang telah dipilih untuk jadi jadwal pembahasan soal antar anggota tim Olimpiade. Namun seluruh tim Olimpiade hari ini dibuat bungkam setelah melihat kemarahan Adrian tadi. Hal-hal sepele yang seharusnya menjadi angin lalu, hari ini malah menjadi angin yang membuat emosi Adrian semakin membara.
Sebelum akhirnya pria itu mengambil tasnya, dan memilih pergi ke taman belakang sekolah. Daripada nanti lepas kontrol ketika melihat sang ratu dan Juna, kan? Jadi ia memilih pergi sebelum mereka datang.
Peduli setan dengan pembinanya yang nanti marah marah. Moodnya benar-benar buruk sejak semalam. Dan hanya Airra yang dapat menjinakkan spesies ini. Tapi Airra tak berniat sama sekali melakukan itu. Rian tidak salah. Apalagi dirinya.
Sayangnya gagal, niat untuk menyendiri harus musnah sekarang. Orion datang dengan gesture santai, rupanya memilih tidak peduli dengan kemarahan Rian terhadap hal-hal sepele seperti tadi.
Orion duduk seperti orang tak punya dosa di sebelah lelaki yang sedang fokus pada ponsel. Menyapa seolah tak ada masalah apapun. Walau sebenarnya, tak seorangpun tau bahwa ia begitu ragu mengatakannya.
"Yan..."
"..."
"Kata pak Samid dia gatau. Cuma nemuin Airra udah kayak gitu. Jadi gue juga nggak tau."
"..."
"Yan... Gue ngomong sama lo."
"..."
"Adrian..."
"Lo bisa diem?" Adrian mengalihkan pandangan dari ponsel ke arah pria disampingnya. Tatapan membunuh. Mungkin itulah yang cocok untuk menggambarkan cara Adrian memandang teman sekelasnya itu.
Game piano tiles yang sejak tadi ia perjuangkan mati-matian agar mendapatkan 'new best score', sekarang kalah begitu saja. Kaki kanannya yang semula bertengger di lutut sebelah kiri sekarang diturunkan.
"Kalo orang ngomong itu nyaut, Yan."
"Apa? Ga salah denger gue? Lo bilang apa barusan?" Adrian mendekatkan telinga ke arah Orion. Memasang lagak bahwa dirinya memang tidak mendengarnya.
"Kalo orang ngomong itu nyaut, Adrian."
"Terus kalo orang ngechat, tanya sesuatu yang penting, boleh ga nyaut gitu? Boleh di read doang? Boleh ga dijawab gitu? Oke gue paham sekarang!"
Skak mat! Orion kecurian kata.
"Lo pikir apa, Yon? Gue bego? Kalo emang Pak Samid gatau apa-apa, itu artinya lo juga gatau apapun tentang masalah ini. Dan kalo lo gatau apapun, lo harusnya bilang dari kemaren! Bukan malah ngeread doang pertanyaan gue. Lo harusnya angkat telfon gue, bilang kalo emang lo gatau! Bukan malah ngilang!"
"Kalo seandainya gue bilang gue suka sama Airra, lo percaya?" Orion menyergap cepat. Walaupun masih terkesan santai dan tertata seperti biasa.
Keadaan berbalik. Rian yang dibuat kehabisan kata-kata sekarang. Satu pertanyaan mematikan keluar begitu saja dari mulut lawan bicaranya. Bagi Adrian, itu lebih mirip dengan pernyataan. Bukan pertanyaan.
Rian berusaha sekuat tenaga untuk menguasai diri. Tapi ia masih sangat emosi. Ketika tanpa diminta, otaknya terus saja membayangkan kejadian-kejadian yang diceritakan Airra, bagaimana seorang kakak seperti Adrian tidak akan emosi?
Pada keadaan normal, bukankah Adrian seharusnya senang? Orion, temannya dari OSIS, Olimpiade, juga teman sekelasnya menyukai Airra. Itu yang Adrian inginkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Life
Fiksi RemajaSiapa sangka gadis secerdas Airra akan masuk kelas buangan? Gadis yang membenci kata 'cinta' itu kini harus terperangkap dalam kehidupan yang terlalu banyak drama menurutnya. Sampai kapan drama ini berlangsung?Aku tidak pernah berharap dikenal siapa...