08

274 90 103
                                    

Berapa harga yang perlu kubayar untuk menghentikan drama ini? Aku akan membelinya. Berapapun itu! Jika memang nanti bisa mengembalikan ketenangan hidupku. Tapi? Apakah semua ini memang bisa dibeli?

***

"Cantik!"

Jawaban Orion keluar tanpa dipikir terlebih dahulu. Senyummya mengembang sempurna. Tatapan mata teduh itu tetap tertuju pada Airra yang mulai mempercepat langkahnya. Meninggalkan dua oknum di belakang yang tadi menjemputnya di kelas.

Ruang Olimpiade sudah terlihat, tapi perjalanan dari kelas terasa begitu lama. Airra merutuki gurunya dalam hati. Kalau saja guru matematika tadi mengijinkan keluar lebih awal, Adrian tak perlu dengan girang menjemputnya ke kelas terkutuk itu.

Mendengar jawaban tulus yang keluar langsung dari mulut Orion, pria yang tadi bertanya bersorak kegirangan. Mengabaikan fakta bahwa ini masih jam pelajaran.

"Siapa yang cantik?" Adrian masih tak puas mengganggu.

"Airra."

"Siapa? Adrian ganteng ngga denger?" Berlagak mendekatkan telinganya ke arah Orion.

"Lucynda Airra Affanda."

"Cantik banget ya?"

Orion tak menjawab. Senyum licik Adrian tercetak semakin jelas.

"Airra!!! Orion suka lo katanya!"

Teriakan cowok itu menggema sepanjang lorong.

"Gue nggak bilang gitu, gue cuma bilang dia cantik."

"Ya tapi kan nanti lama-lama sukak. Adrian gapernah tuh denger Orion bilang cewek lain cantik," Adrian terus saja membela opininya yang jelas-jelas ngarang sesuka hati.

"Ya karena lo nggak pernah nanya, lo baru pertama kali ini nanya."

Rian merotasikan bola matanya setelah mendengar ucapan Orion. Gemas melihat temannya yang menjawab begitu santai. Tidak terlihat salah tingkah sama sekali. Sepertinya ia harus mengingatkan Maya dan Riris akan tugas mereka.

***


Sampai di depan ruang Olimpiade, Airra berhenti. Menunggu Adrian dan Orion yang tertinggal beberapa meter di belakangnya.

"Masuk yuk princess. Abang Orion uda dateng juga nih. Asal princess tau aja, Orion yang buat princessnya Adrian harus keluar dari jam pelajaran pagi ini." Adrian mengadu pada adiknya bahwa Orion lah penyebab ini semua. Dan Airra tak menggubris. Hanya melirik cowok yang namanya baru saja disebut Adrian, sebentar, lantas melangkah masuk sambil mengucapkan salam.

"Lucynda Airra. IPA-7?" Pembina fisika bertanya dengan tak sabaran. Bahkan tanpa menjawab salam dari Airra sekalipun. Wajahnya terlihat kesal.

"Ya," Dua huruf yang menjabarkan jawaban Airra. Gadis itu tak menghiraukan tatapan beringas dari bapak-bapak pembina fisika yang terus saja memandangnya aneh. Airra tak takut, ia sama sekali tak merasa berbuat salah. Dan jika dipikir, Airra memang tak salah apa-apa kan? Mata coklatnya malah sibuk memindai ruangan. Seluruh tim Olimpiade ada disini. Termasuk Feilin. Juga Adrian dan Orion yang kini sudah bergabung dengan yang lain.

"Apa yang bisa dilakukan oleh seorang siswi kelas IPA-7?" Pria berseragam PGRI itu kembali bertanya dengan nada sarkastik. Meremehkan mungkin?

Airra tak menjawab, alisnya terangkat satu. Walau mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari mulut orang dihadapannya membuat Airra naik pitam, dia tetap berusaha mati-matian mengendalikan emosi. Hanya bisa menghela nafas kasar dan mempertajam tatapannya sebagai bentuk kekesalan.

Line of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang