Jika takdir membuat banyak alur, maka dua diantaranya milik kita.
Jika takdir memiliki dua jalan, maka itu adalah milik kita.
Dan jika takdir hanya memiliki satu alur, gunakanlah!
Biarkan aku pergi melawan arus!***
Seorang pria dengan mata hazel Tengah memutar mutar pulpen di tangan kirinya. Sedangkan yang kanan sibuk menggeser mouse. Sepasang mata mengagumkan itu tengah serius memindai layar laptop.
"Definisi drama"
Orion menoleh malas ke seseorang di sampingnya. Kurang dari lima detik lagi, oknum yang satu ini pasti memberi komentar komentar pedas padanya. Sudah biasa, tentu.
"Emang kita ada pelajaran drama?" Tanyanya polos.
"Enggak,"
"Terus?"
Tak ada jawaban dari Orion. Pria itu kembali fokus pada artikel singkat di hadapannya. Tidak puas pada satu blog, Orion mencoba blog lain.
"Gue kayak barusan denger akhir-akhir ini. Tapi apaan yah?" Remaja di belakangnya kembali bertanya entah pada siapa.
"Aishhh, gue denger dimana sih. Beneran, baru baru ini gue denger," lanjutnya entah bicara pada siapa.
"Anjir, Yon! Gila lo sumpah!" Teriakan membahana memenuhi ruang Olimpiade. Dimana sumber polusi suara itu tepat ada di samping telinga Orion.
"Gue inget! Sumpah gue inget!"
"Apaan, sih, Yan!"
"Itu kata-katanya Airra kemaren, kan?"
Deg.
Double Kill!
Orion terdiam. Memang itu tujuannya. Mencari maksud dari ucapan Airra. Gadis berambut hitam kecoklatan tersebut hanya bilang bahwa dirinya akan menunjukkan definisi drama. Tapi tidak ia lakukan. Jadi sebagai anak olimpiade sekaligus wakil ketua OSIS, ia pasti sudah terbiasa mengambil inisiatif untuk berusaha sendiri.
"Parah! Lo sukak Adek gue beneran?"
Triple Kill!
Orion mencoba tenang. Kali ini akan mencoba menjawab. "Gue cuma mau belajar," ucap Orion sekenanya.
"Oh, jadi adek gue bisa bawa perubahan gitu buat lo? Bisa jadiin lo lebih baik & lebih rajin gitu?"
Savage!
Adrian tak mau kalah. Argumennya selalu logis. Dan bagusnya lagi, Orion selalu kehabisan kata.
"Lo bisa diem?"
"Gabisa, kakak! Rian terlalu menggemaskan buat jadi anak pendiem,"
Orion pasrah. Membiarkan makhluk hidup yang satu ini mengoceh. Tak peduli dengan Adrian, Orion lebih memilih melanjutkan aktifitasnya. Yang mana sejak tadi belum sama sekali paham dengan apa yang dikatakan Airra.
"Assalamualaikum. Permisi, kak,"
"Wa'alaikumsalam. Eh ada dedek gemes. Sini masuk!"
Dua gadis yang tadi mengucapkan salam melangkah masuk.
"Ada apa, ya?" Maya bertanya sopan. Persis seperti biasa.
"Lah? Lu gimana dah? Yang kesini siapa, yang nanya siapa. Harusnya gue yang nanya, kalian ngapain kesini?"
Maya dan Riris saling pandang. Yang satu mengedikkan bahu, yang satu lagi mengerjap. Apa salah jika Maya bertanya begitu? Mereka hanya disuruh. Ragu sebenarnya masuk ruangan sakral ini. Tapi mau bagaimanapun, yang menyuruh adalah wakil ketua OSIS. Dan mereka sudah mendapat ijin.
"Emang Maya ngomong sama situ, kak? Orang dia ngomong sama kak Orion kok."
Mendengar jawaban dua adik kelasnya, Rian mencebikkan bibir. Pamornya jatuh. Lagi-lagi Orion lebih dianggap. Lagipula menurut Adrian, dari segala aspek dia yang lebih baik kok.
Ayolah, apa ini jadi kesalahan Orion?
"Definisi drama, maksudnya?" Riris membaca judul blog yang ditunjukkan Orion. "Jadi kak Orion manggil kita kesini cuma buat nunjukin definisi drama?"
"Temen lo yang bilang, dia mau nunjukin definisi drama. Dan sampe sekarang, gue nggak paham. Jadi lo berdua harus cari tau maksud dia apa. Ah iya, sama satu lagi. Axel itu beneran pacarnya apa bukan? Kalo Adrian yang ngomong, kalian tau susah banget dipercaya, kan?" Cecar Orion.
"Wait wait wait! Jangan bilang lo cemburu sama Axel, kak?"
"Kalian kenal?"
"Ya kenal lah, astagaaaaa," Maya menahan tawa. Berbeda dengan Riris yang sudah terbahak sejak mendengar pertanyaan Orion tadi.
"Iya. Pacarnya emang. Dari kelas 7 SMP malah. Keren nggak? Gila langgeng banget,"
Orion diam. Mencerna satu persatu kalimat yang diucapkan Maya.
"Cieeee, calon pacar posesif nih kayaknya," ujar Riris di sela-sela tawa. "Gue jelasin. Axel itu adeknya kali! Gausah sensi gitu."
"Adek? Kok nggak tinggal se rumah? Dan setau gue, Adrian cuma punya satu Adek," Orion semakin bertanya-tanya.
"Kalo itu, kak Adrian yang punya hak buat jawab. Kita keluar dulu, kak. Masalah definisi drama, bakal kita usahain."
Setelah memecah lengang beberapa detik, keduanya keluar. Tidak enak dengan pertanyaan Orion yang sekiranya membuat Adrian tidak nyaman.
***
"Ra? Lo nggapapa 'kan?"
Airra berhenti yang dalam perjalanan kembali dari perpustakaan kini berhenti. Menaikkan alis sebelah kirinya. Tidak bisakah dirinya hidup tenang sehari saja? Sungguh. Airra tak paham dengan sekolah ini dan isinya.
"Nih!"
Airra semakin kebingungan. Menatap datar benda yang disodorkan lawan bicaranya. 'tepung?' batinnya bertanya -tanya. Namun tetap menatap datar. Tak berminat merespon sama sekali.
"Ini bedak," ujar salah satu dari mereka. Seolah paham apa yang Airra pikirkan.
"Maaf, kak. Gue nggapernah pake ginian. Permisi," jawab Airra malas memperpanjang. Lagipula, tidak munafik ketika dirinya bilang tidak suka memakai hal hal semacam itu.
Baru dua langkah, gadis itu berhenti. Serbuk putih yang tadi masih rapi berada dalam kotak bedak kini sudah mengguyur tubuh Airra. Mulai dari rambut, hingga kaki. Seragam maupun sepatunya pun sudah putih semua.
"Kan lo nggak pernah pake ginian, makanya gue yang pakein. Biar lo ngga kegatelan jadi cewek. Oh iya, for your information, ini bedak buat penyakit gatel gatel. Semoga sembuh, ya!"
"Ah iya, dan satu lagi, semoga lo ngga keberatan kalo ada kakak kelas mau bantuin lo?"
Dua kakak kelas yang tadi menghadangnya melenggang pergi. Menyisakan Airra yang kini menjadi pusat perhatian.
***
Hai!!! Lama? Iya selalu:)
Jadi niatnya, setiap part bakal aku perpendek. Biar updatenya ngga lama lama. Hehe. Maaf ya.Vote, comment, & share dong! Biar ga males:)
❤❤

KAMU SEDANG MEMBACA
Line of Life
Ficção AdolescenteSiapa sangka gadis secerdas Airra akan masuk kelas buangan? Gadis yang membenci kata 'cinta' itu kini harus terperangkap dalam kehidupan yang terlalu banyak drama menurutnya. Sampai kapan drama ini berlangsung?Aku tidak pernah berharap dikenal siapa...